Jakarta (SIB)
UU Nomor 8 Tahun 2022 memindahkan ibu kota Kalimantan Selatan (Kalsel) dari Banjarmasin ke Banjarbaru. Hal ini menuai penolakan dari sejumlah kelompok masyarakat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satu yang mengajukan gugatan keberatan itu adalah Wali Kota Banjarmasin Ibnu Sina dan Ketua DPRD Banjarmasin Harry Wijaya. Selain itu, ikut mengajukan permohonan Kadin Banjarmasin serta warga Banjarmasin Syrifuddin Nisfuady, Ali, Hamdani, dan Khairiadi. Adapun pemindahan ibu kota Kalsel disebutkan di Pasal 4 UU 8/2022 yang menyatakan:
Ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarbaru.
"Menyatakan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2022 Tentang Provinsi Kalimantan Selatan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'Ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan berkedudukan di Kota Banjarmasin dan pusat pemerintahan di Kota Banjarbaru'," demikian permohonan pemohon yang dilansir website MK, Minggu (24/4).
Pemohon menilai pemindahan itu tidak berdasarkan aspirasi dan hak- hak dasar kelompok masyarakat Banjarmasin dan masyarakat Kalimantan Selatan sehingga dapat memecah rasa persatuan di antara para anggota masyarakat Banjarmasin.
"Selama ini Kota Banjarmasin dinilai masih bisa menjadi ibu kota Kalimantan Selatan, karena tidak ada ancaman yang berarti yang dapat mengakibatkan lumpuhnya pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan," bebernya.
Kantor DPRD Provinsi Kalimantan Selatan juga masih berada di Kota Banjarmasin dan tidak ada permasalahan terkait mekanisme operasional pemerintahan Provinsi Kalimantan Selatan yang berada di Kota Banjarbaru.
"Oleh karena itu, sekali lagi tidak ada urgensi untuk melakukan pemindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan. Idealnya, dalam pemindahan ibukota provinsi, harus melalui alur dan mekanisme yang matang, sampai terlaksana untuk menjadi sebuah ibu kota yang baru di Kalimantan Selatan, yang diawali dengan pembahasan Rencana Pemindahan Pusat Pemerintahan Kalimantan Selatan bersama unsur masyarakat luas," urai Pemohon.
Pemohon kemudian menguraikan secara historis terbentuknya Banjarmasin sebagai ibu kota provisi. Kota Banjarmasin didirikan pada 24 Desember 1526. Tanggal tersebut dijadikan hari kemenangan Pangeran Samudera dan cikal bakal Kerajaan Islam Banjar pertama, sebagai ibu kota kerajaan baru yang menguasai sungai dan daratan Kalsel.
Pemohon meminta seharusnya sebelum dilakukan pemindahan ibu kota Provinsi Kalimantan Selatan, dilakukan kajian yang meneliti secara terukur dan komprehensif. Pertama dari Faktor Lingkungan Makro. Bisa dilihat semenjak perkantoran provinsi Kalimantan Selatan pindah ke Kota Banjarbaru di wilayah Jalan Aneka Tambang, tidak ditemui signifikansi pertumbuhan pembangunan pada kawasan tersebut, baik properti maupun pertumbuhan ekonomi.
"Hal ini menandakan, walaupun perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan telah dipindah ke Kota Banjarbaru, hal ini tidak serta merta mendongkrak pembangunan di sana," urainya.
Ketersediaan sumber daya manusia (SDM) bisa dilihat dari statistik usia produktif dengan keterampilan/keahlian. Mayoritas perguruan tinggi maupun SDM yang mengenyam pendidikan, jumlah terbesar berada di Kota Banjarmasin.
"Termasuk sumber daya ketersediaan fasilitas publik/kantor pelayanan umum dan pusat bisnis berada di Kota Banjarmasin.
Ketiga, dari faktor budaya," tutur pemohon. (detikcom/d)