Senin, 23 Desember 2024

Marah dan Lapar, Warga Shanghai Mengeluh Lockdown Tak Kunjung Usai

Konjen Serukan WNI Gotong Royong
Redaksi - Minggu, 24 April 2022 08:56 WIB
361 view
Marah dan Lapar, Warga Shanghai Mengeluh Lockdown Tak Kunjung Usai
Foto : REUTERS/ALY SONG
Warga Shanghai.
Shanghai (SIB)
Warga Shanghai mengeluh soal kebijakan lockdown di kota mereka yang tak kunjung usai. Warga sudah merasa sangat marah dan juga lapar gara-gara lockdown.

Pemerintah China memutuskan untuk me-lockdown kota Shanghai. Keputusan itu menyusul meningkatnya kasus positif Covid-19 di kota itu. Sekitar 24 ribu warga Shanghai diketahui terinfeksi Covid-19, membuat 25 jutaan warga lainnya terpaksa harus berdiam diri di rumah.

Warga Shanghai pun mengeluh karena kebijakan lockdown itu tak kunjung usai. Mereka mengeluh lapar karena persediaan makanan lama-lama habis, sementara pemerintah China tidak tahu kapan akan mengakhiri lockdown.

"Kami akan kehabisan bahan makanan dalam beberapa hari ke depan jika pemerintah tidak membagikan makanan segera.

Kami masih punya sedikit nasi dan biskuit, serta kopi, banyak sekali kopi," keluh kakek berusia 73 tahun yang enggan menyebutkan namanya kepada CNN, Jumat (22/4).

Golongan masyarakat yang paling rentan akibat kebijakan lockdown ini tentu saja yang perekonomiannya lemah dan lansia.

Sementara anak mudanya merasa sangat frustasi dengan kebijakan ini.

Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, warga Shanghai mengandalkan pemesanan secara online yang kemudian diantarkan oleh petugas. Tapi karena selama lockdown mereka tidak mendapat pemasukan, lama-lama persediaan uang mereka akan habis juga.

Kehabisan stok bahan makanan, seperti telur dan sayur mayur, karena tingginya permintaan juga dialami oleh warga Shanghai. Seperti hukum ekonomi, permintaan yang tinggi ditambah dengan keterbatasan stok, membuat harga-harga melambung tinggi.

Uang 398 Yuan sekarang cuma dapat 5 kilogram sayur dan 60 butir telur. Padahal uang segitu dulu bisa dapat dua kali lipatnya sekarang. Semakin bertambah pula nestapa warga Shanghai.

"Ini adalah perampokan!" teriak salah satu orang di jalanan Shanghai.

Gotong Royong
Sementara itu, Konsul Jenderal RI di Shanghai Deny Kurnia menyerukan WNI untuk saling bergotong-royong di kalangan warga negara Indonesia yang tinggal di kota terkaya di China tersebut dalam menghadapi masa sulit di tengah penguncian wilayah (lockdown) akibat lonjakan terbaru kasus Covid-19.

"Kita harus bergotong-royong menjaga kondisi psikis akibat lockdown yang berkepanjangan ini," katanya saat dihubungi, Sabtu (23/4).

Ia mengakui masalah kejiwaan menjadi hal utama yang harus diperhatikan selama masa-masa sulit tersebut.

"Usahakan tetap rileks. Yang mampu bisa bantu kesulitan yang lain," imbau Konjen.

Dalam beberapa kali masa perpanjangan lockdown, pihak Pemerintah Kota Shanghai memang telah menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat sehari-hari.

Namun karena hampir seluruh wilayah Shanghai ditutup total, maka tidak semua area terlayani dan terdistribusi dengan baik.

Jasa pesan-antar makanan dan kebutuhan sehari-hari menjadi tulang-punggung bagi masyarakat setempat, termasuk WNI, selama masa lockdown.

"Memang tidak seperti hari-hari biasa. Selain tidak mudah, harga juga mahal. Bahkan ada WNI kita yang merasakan pelayanan kurang memuaskan," ungkap Deny.

Namun dia tetap menyarankan WNI untuk bersabar dengan tetap menjalankan protokol kesehatan secara ketat, mematuhi regulasi yang ditetapkan oleh otoritas lokal, dan selalu berbagi informasi mengenai situasi terkini di Shanghai.

Konjen berharap situasi sulit tersebut berangsur pulih sehingga WNI yang berada di salah satu pusat keuangan dunia tersebut bisa kembali beraktivitas.

Seluruh staf Konsulat Jenderal RI di Shanghai dan Pusat Pameran Dagang Indonesia (ITPC) Shanghai telah dipekerjakan dari rumah (WFH) sejak 1 April 2022 sesuai dengan kebijakan otoritas setempat.

Kota Shanghai di-lockdown sejak pertengahan Maret 2022 karena memburuknya situasi pandemi, bahkan lebih buruk daripada di Wuhan, kota pertama di China yang di-lockdown pada 23 Januari 2020.

Pada Kamis (21/4) otoritas setempat melaporkan 1.931 kasus positif ditambah 15.698 kasus tanpa gejala.

Sejak lonjakan kasus terakhir yang mulai merebak pada Januari 2022 di Shanghai tercatat 11 kasus kematian.

Dibandingkan dengan beberapa kota yang dilanda gelombang kasus terbaru, Shanghai agak terlambat pulih. (Detikcom/Antaranews/a)

Sumber
: KORAN SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru