Jakarta (SIB)
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengharapkan regulasi hak penerbit atau publisher rights dapat diselesaikan. Bila sudah berlaku nanti, Google hingga Facebook wajib bayar konten berita.
Dirjen IKP Kementerian Kominfo Usman Kansong mengatakan, pengaturan hak penerbit mencakup beberapa isu penting.
Salah satu isu yang menjadi perhatian berkaitan dengan perubahan data, yakni perubahan algoritma yang dilakukan oleh media-media global.
"Itu harus diberitahukan kepada kita (media-media nasional), supaya tahu selama ini kan tiba-tiba algoritma berubah begitu saja padahal penting ya, sekarang algoritma is the king, begitu katanya. Nah, itu beberapa hal yang dibahas di dalam regulasi PP atau Perpres," ujar Usman dalam keterangan tertulisnya, Minggu (17/4).
Selain itu, isu yang mengemuka berkaitan dengan negosiasi antara platform di Indonesia dengan platform global, seperti Facebook atau Google.
"Boleh mengambil konten, tetapi sekian biayanya atau bayarnya, itu salah satu unsur yang dibahas di dalam rancangan peraturan. Tujuannya adalah untuk mencapai yang disebut jurnalisme berkualitas atau good journalism," tuturnya.
Ia mencontohkan di Austrialia dengan adanya bargaining code (negosiasi) itu terjadi peningkatan pendapatan penghasilan media sekitar 30%.
"Dengan adanya aturan semacam ini begitu, platform global juga bertanggungjawab, tetapi kan judul regulasinya itu namanya 'Tanggung Jawab Platform Global untuk Menciptakan Jurnalisme Berkualitas'. Tanggung jawab platform itu ada dua, secara ekonomi dia mau menghargai copyrights atau hak cipta media nasional. Kedua, tanggung jawab juga untuk membentuk jurnalisme berkualitas," ucapnya.
Penyerahan Naskah
Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G. Plate menerima naskah akademik terkait regulasi hak penerbit dari Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo, Rabu (13/4).
Naskah akademik ini akan menjadi dasar usulan payung hukumg mengenai hak penerbit yang akan diajukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Usman menyebutkan penyusunan naskah akademik merupakan satu tahapan untuk meningkatkan status draft yang telah diserahkan pada Oktober 2021. Dengan ini, artinya selangkah lebih maju mewujudkan pengaturan publisher rights.
Selanjutnya, menurut Usman, Menkominfo akan bersurat kepada Kementerian Sekretariat Negara(Setneg) dengan melampirkan naskah akademik regulasi hak penerbit. Nantinya, Setneg akan memberikan semacam arahan, entah itu Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden.
"Dewan Pers menyerahkan secara resmi naskah akademik kepada Menkominfo dan ini juga kita publikasikan ke masyarakat bahwa ada tahapan yang lebih meningkat dari sebelumnya masih berupa draft. Ini kita sampaikan supaya publik tahu, aware, bahwa ada satu rancangan peraturan yang sedang diajukan secara bersama-sama Dewan Pers dan Kementerian Kominfo," jelasnya.
Disampaikan Usman, sesuai arahan Menkominfo, Kementerian Kominfo akan melibatkan Task Force Media Sustainability dan publik jika proses penyusunan aturan ini berlanjut ke tahapan berikutnya.
"Jika PP misalnya, nanti masyarakat jadi tahu seperti apa, pasti akan melibatkan publik lebih banyak lagi dan yang menjadi inisiator itu adalah Kominfo sebagai leading sector. Jika dalam bentuk Perpres maka sepenuhnya hak Setneg bersama Presiden. Nanti saat penyusunan, harmonisasi, sinkronisasi dan seterusnya sesuai prosedur, ini juga harus kita sampaikan kepada publik supaya tahu," pungkasnya.
Dalam penyerahan naskah akademik publisher rights tersebut disaksikan pula Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Atal S. Depari, Pemimpin Harian Kompas Ninuk Mardiana Pambudy, Direktur & Corporate Secretary VIVA Neil F. Tobing, Pemimpin Redaksi Majalah SWA Kemal Effendi Gani, serta Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Agung Suprio.(DetikInet/c)