Jumat, 14 Maret 2025

Restorative Justice, Jaksa Hentikan Penuntutan 6 Kasus KDRT-Pencurian

Redaksi - Selasa, 12 April 2022 09:31 WIB
411 view
Restorative Justice, Jaksa Hentikan Penuntutan 6 Kasus KDRT-Pencurian
Foto: dok. Kejagung
Gedung Kejagung.
Jakarta (SIB)
Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice terhadap 6 kasus pidana seperti KDRT hingga pencurian. Kasus tersebut dihentikan salah satunya karena telah ada perdamaian antara korban dan tersangka.

"Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Dr Fadil Zumhana menyetujui 6 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif," kata Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangan tertulis, Senin (11/4).

Penghentian penuntutan itu dilakukan berdasarkan ekspose atau gelar perkara bersama jajaran Kejagung. Ekspose tersebut dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh Jampidum Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat TP Oharda.

Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:

1. Tersangka Theodorus Gregorius Manteiro alias Sinyo dari Kejaksaan Negeri Bantul yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) UU RI No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

2. Tersangka Budi dari Kejaksaan Negeri Pesisir Selatan yang disangka melanggar Pasal 480 ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

3. Tersangka Andika Yance dari Kejaksaan Negeri Bukit Tinggi yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1), (4) UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

4. Tersangka I Made Eka Susila dari Kejaksaan Negeri Badung yang disangka melanggar Pasal 335 KUHP tentang Pengancaman.

5. Tersangka I Komang Duwi Antara dari Kejaksaan Negeri Jembrana yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

6. Tersangka I Wayan Suarsa dari Kejaksaan Negeri Tabanan yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Adapun alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain, para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana/belum pernah dihukum; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun.

"Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf, tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi," ujar Ketut.

Selain itu, tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.

Selain itu, alasan lain pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:

1. Dalam perkara Tersangka Andika Yance, tersangka dan korban Belinda Fitri adalah pasangan suami-istri dan berusaha untuk mempertahankan hubungan rumah tangga.

2. Dalam perkara Tersangka I Made Eka Susila, tersangka adalah keponakan dari saksi korban I Ketut Sudendi yang tinggal di dalam pekarangan rumah yang sama dan selama ini tinggal dan hidup berdampingan secara harmonis dan selayaknya hubungan antara paman dan keponakan.

3. Dalam perkara Tersangka I Komang Duwi Antara, tersangka telah memberikan ganti kerugian terhadap 2 aki yang telah diambil dengan merek sama.

Jaksa Agung RI ST Burhanuddin berpesan dalam setiap keputusan restorative justice, inisiatif korban untuk memberi maaf atas perbuatan yang dilakukan oleh tersangka merupakan hal utama sehingga terwujudnya perdamaian yang muncul dari hati nurani Korban, dan terkait dengan ganti rugi, restitusi dan rehabilitasi adalah keputusan dari Korban.

Jampidum Fadil juga menyampaikan penyelesaian perkara melalui restorative justice memiliki keunggulan dengan tidak mengedepankan pemidanaan, akan tetapi mengedepankan pemulihan kepada kepentingan korbannya. Serta, tanpa kata maaf serta damai dari korban, tidak akan mungkin perkara diajukan dalam konsep mediasi penal (penyelesaian perkara di luar persidangan) atau restorative justice.

Selanjutnya, Jampidum Fadil memerintahkan kepada para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif, sesuai Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (detikcom/f)

Sumber
: KORAN SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru