Kyiv (SIB)
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky waswas perang dunia ketiga bakal pecah jika negosiasi dengan Presiden Rusia Vladimir Putin gagal. Dia menilai negosiasi menjadi satu-satunya jalan untuk mengakhiri perang. Dilansir dari AFP, Senin (21/3), Zelensky menyatakan siap untuk bernegosiasi dengan Putin. Namun, belum ada informasi detail kapan negosiasi bakal terlaksana. "Saya siap untuk bernegosiasi dengannya," ujar Zelensky. "Saya pikir tanpa negosiasi kita tidak dapat mengakhiri perang ini," sambungnya.
Zelensky mengklaim Rusia ingin memusnahkan Ukraina. Dia mengatakan pasukan Rusia terus datang untuk membunuh warga Ukraina. "Pasukan Rusia datang untuk memusnahkan kami," tutur Zelensky.
Zelensky menjelaskan Ukraina selalu mengambil kesempatan demi mengakhiri perang. Dia mengaku khawatir perang dunia ketiga bakal pecah jika perang Rusia vs Ukraina tidak segera berakhir lewat negosiasi.
"Jika hanya ada satu persen kesempatan bagi kita untuk menghentikan perang ini, saya pikir kita perlu mengambil kesempatan ini... untuk negosiasi, kemungkinan berbicara dengan Putin," jelasnya. "Jika upaya ini gagal, berarti ini adalah perang dunia ketiga," imbuh Zelensky.
Zelensky juga menyebut perang sebenarnya bisa saja tidak terjadi apabila Ukraina telah menjadi anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) sejak awal. "Jika kita adalah anggota NATO, perang tidak akan dimulai," ujar Zelensky seperti dilansir dari CNN.
Zelensky mengatakan dirinya sangat ingin menerima jaminan keamanan. Dia berharap memiliki jaminan keamanan itu sehingga bisa diberikan kepada rakyat Ukraina. "Saya ingin menerima jaminan keamanan untuk negara saya, untuk rakyat saya," tuturnya.
Meski demikian, Zelensky tetap berterima kasih kepada NATO yang mengirim bantuan kepada Ukraina sejak invasi Rusia dimulai. Dia juga mendesak NATO menerima Ukraina sebagai anggotanya karena makin banyak orang sekarat tiap harinya.
"Jika anggota NATO siap melihat kami dalam aliansi, maka lakukan segera, karena orang-orang sekarat setiap hari," tukas Zelensky.
"Saya meminta mereka secara pribadi untuk mengatakan secara langsung, bahwa 'kami akan menerima Anda ke dalam NATO dalam satu atau dua atau lima tahun'. Katakan saja secara langsung dan jelas, atau katakan saja tidak," imbuhnya.
Tegur Israel
Dalam kesempatan terpisah, Presiden Zelensky menegur Israel lantaran masih belum memberikan bantuan militer bagi negaranya dan sanksi kuat terhadap Rusia. Dalam pidato virtualnya di depan parlemen Israel, Knesset, Zelensky mempertanyakan kenapa Israel masih enggan mengirimkan sejumlah alutsista yang diyakini dapat membantu Ukraina menghadapi bombardir Rusia.
Alutsista utama yang diincar Ukraina dari Israel adalah Iron Dome, sistem anti-rudal mereka yang menjadi salah satu unggulan di dunia. "Semua orang tahu bahwa sistem pertahanan rudal Anda (Israel) adalah yang terbaik dan bahwa Anda pasti dapat membantu warga kami, menyelamatkan nyawa warga Ukraina, orang Yahudi di Ukraina," kata Zelensky pada Minggu (20/3). "Karena itu kami dapat bertanya, mengapa kami tidak dapat bantuan senjata dari Anda, mengapa Israel tidak memberlakukan sanksi yang kuat terhadap Rusia atau tidak membekukan bisnis Rusia?" paparnya menambahkan.
Zelensky, yang merupakan keturunan Yahudi, lantas memberikan pilihan bagi Israel untuk bersikap. "Bagaimanapun, pilihan ada di tangan Anda, saudara dan saudari, dan Anda harus hidup dengan jawaban Anda, warga Israel," papar Zelensky seperti dikutip Reuters, Senin (21/3).
Zelensky bahkan membandingkan invasi Rusia ke negaranya dengan kejahatan perang tentara Nazi Jerman terhadap genosida jutaan warga Yahudi Eropa selama Perang Dunia II. "Dengarkan apa yang sedang dikatakan sekarang oleh Moskow, dengarkan bagaimana mereka mengucapkan kata-kata itu lagi: solusi akhir. Tapi kali ini dalam kaitannya dengan kita, dengan nasib Ukraina," katanya.
Presiden Vladimir Putin memang telah menggunakan ungkapan yang berarti "keputusan akhir/resolusi akhir" dalam invasinya ke Ukraina. Namun, pernyataan Putin itu belum bisa dipastikan sama dengan konteks yang membawa resonansi atau makna yang sama dengan terminologi Nazi.
Merespons tuntutan Zelensky, Menteri Luar Negeri Israel Yair Lapid mengatakan negaranya berjanji akan terus membantu rakyat Ukraina "sebanyak yang kami bisa".
Sejauh ini, Israel telah mengirimkan sejumlah bantuan kemanusiaan seperti rumah sakit lapangan dan lainnya. Namun, Lapid enggan berkomitmen soal permintaan Ukraina terkait pasokan senjata. Israel, salah satu mediator konflik Rusia-Ukraina, telah mengutuk invasi Moskow terhadap negara eks Uni Soviet tersebut.
Namun, Israel cukup berhati-hati mengambil sikap dalam konflik ini lantaran enggan bersitegang dengan Rusia. Perdana Menteri israel Naftali Bennett sendiri telah menggelar pembicaraan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin dua pekan lalu di Moskow. Namun, pertemuan kedua pemimpin itu tidak menghasilkan progres berarti terkait invasi Rusia di Ukraina.
Sejak Rusia menginvasi pada 24 Februari lalu, berbagai negara Barat telah mengirimkan bantuan logistik hingga senjata bagi Ukraina. Namun, bantuan senjata itu beberapa kali dihancurkan gempuran udara Rusia.
Meski begitu, Rusia saat ini juga disebut sedang berjuang memasok bantuan bagi pasukannya karena menghadapi perlawanan sengit dari Ukraina. Penilaian intelijen AS dan sekutu sangat bervariasi mengenai berapa banyak pasukan Rusia yang tewas hingga saat ini. Salah satu penilaian tersebut menemukan sekira 7.000 tentara Rusia telah tewas sejak invasi ke Ukraina berlangsung pada 24 Februari lalu.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Ukraina mengungkap sekira 14 ribu personel Rusia tewas di Ukraina per Sabtu (19/3). Selain itu Rusia juga dikatakan sudah kehilangan ribuan peralatan perang sejak invasi 24 Februari. Menurut Kemlu Ukraina, Rusia sudah kehilangan 1.470 kendaraan tempur berbagai tipe, 466 tank, 115 helikopter, 95 pesawat, dan banyak perlengkapan perang lainnya.
Tembaki Panti Jompo
Sementara itu, kepala Pemerintahan Regional Luhansk, Luhansk Serhii, mengatakan satu tank menembaki panti jompo di wilayah Luhansk, Ukraina. Dia menyebut sebanyak 56 penghuni panti jompo tewas dalam serangan itu. Dilansir dari CNN, Senin (21/3), Serhii Haidai mengatakan serangan itu terjadi sembilan hari lalu, pada 11 Maret. Dia menambahkan bahwa 15 penghuni panti jompo lainnya telah diculik dan dibawa ke kota Svatove di wilayah yang sekarang diduduki Rusia.
Haidai pertama kali melaporkan serangan itu dalam rekaman video yang di-posting ke Twitter pada 12 Maret. Akan tetapi dia mengatakan pada saat itu dia tidak memiliki informasi tentang korban. Dia menyebut layanan darurat Ukraina dan pejabat mendapat kecaman ketika mereka mencoba untuk mendapatkan akses ke daerah tersebut. "Pasukan Rusia menembaki panti jompo dengan satu tank. Hanya ada orang tua yang tinggal di sana, banyak dari mereka yang cacat," katanya pada 12 Maret lalu. "Kami tidak tahu berapa banyak orang yang meninggal dan berapa banyak yang selamat. Ketika kami mencoba mencapai tempat kejadian, mereka mulai menembaki kami," katanya pada 12 Maret.
Dalam pernyataannya yang di-posting, Minggu (20/3) di Telegram, Haidai mengatakan masih belum mungkin mencapai lokasi serangan. Kreminna terletak tepat di sebelah barat kota Rubizhne dan Severodonetsk. Dua kota ini telah menyaksikan beberapa pertempuran paling sengit di bagian timur Ukraina. Sementara itu, CNN belum dapat memverifikasi klaim secara independen.
Panglima Tewas
Dalam laporan lainnya, salah seorang panglima angkatan laut senior Armada Laut Hitam Rusia tewas dalam perang di Ukraina, demikian menurut pernyataan Gubernur Sevastopol, Minggu (20/3) waktu setempat.
Andrei Paliy, selaku Wakil Komandan Armada Laut Hitam Rusia, tewas dalam pertempuran di kota pelabuhan Mariupol, Ukraina timur, kata Gubernur Mikhail Razvozhayev lewat aplikasi Telegram. Demikian dilansir laman Antara mengutip Reuters, Senin (21/3). Angkatan Laut Rusia belum menanggapi permintaan untuk berkomentar terkait laporan kematian tersebut.
Sevastopol merupakan pangkalan utama Armada Laut Hitam Rusia dan terletak di Semenanjung Krimea, yang dicaplok dari Ukraina pada 2014.
Sebelumnya dilaporkan sudah empat jenderal Rusia gugur di medan pertempuran Ukraina. Mereka adalah Mayor Jenderal Oleg Mityaev dilaporkan tewas di suatu tempat dekat Mariupol, kota di sebelah tenggara Ukraina yang mengalami pertempuran sengit. Batalyon Azov mengklaim telah membunuh dia. Berikutnya adalah Mayor Jenderal Andrei Kolesnikov, dari pasukan gabungan 29, tewas dalam pertempuran pada 12 Maret, kata sumber Ukraina. Selanjutnya Mayor Jenderal Vitaly Gerasimov tewas pada 7 Maret di luar kota Kharkiv, sebelah timur, menurut Kementerian Pertahanan Ukraina.
Gerasimov pernah ikut dalam Perang Chechnya, operasi militer di Suriah, dan pencaplokan Krimea 2014. Setelah Gerasimov ada Mayor Jenderal Sukhovestky yang dilaporkan tewas oleh penembak jitu pada 3 Maret. Seperti Gerasimov, Sukhovetsky juga pernah bertempur di Krimea dan Suriah. Tidak seperti jenderal Rusia yang lain, kematian Sukhovetsky dilaporkan oleh media Rusia dan Presiden Valdimir Putin membenarkan kabar ini dalam pidato. (Rtr/detikcom/CNNI/c)