Jakarta (SIB)
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mendukung penuh Puslabfor Bareskrim Polri untuk membangun bank data DNA. Dia menyebut dengan adanya bank data DNA, penyelidikan terkait kasus kekerasan seksual pada anak dan perempuan akan menjadi lebih mudah.
"Kami mendukung sepenuhnya tentang rencana Polri membangun bank data DNA, dan ini menjadi penting seandainya bank data DNA terwujud maka berbagai kasus dan saksi (kekerasan pada anak dan perempuan) menjadi lebih mudah," ujar Benny di acara 'Seminar Nasional Peran Puslabfor Bareskrim Polri Dalam Pembuktian Kasus Kekerasan Seksual Perempuan dan Anak Dengan Pendekatan Berbasis Ilmiah', Kamis (24/2).
Benny mengatakan dengan adanya bank data DNA, penyelidikan menjadi lebih efektif dan efisien. Dia menyebut penyelidikan berbasis ilmiah itu keasliannya lebih terjamin, sehingga tidak terbantahkan.
"Penyelidikan berbasis ilmiah tidak terbantahkan, kalau saksi bisa bohong, bisa cabut keterangan, bisa rekayasa, tapi kalau berbasis ilmiah tidak bisa dibantah," katanya.
Lebih lanjut, dia menyebut kasus kekerasan pada anak dan perempuan semakin meningkat. Pada November 2021, ada 12.566 kasus kekerasan pada anak. Angka itu meningkat jika dibandingkan pada tahun 2019 dengan 11.057 kasus, dan tahun 2020 dengan 11.279 kasus.
Sedangkan untuk kekerasan pada perempuan, total ada 26.200 kasus. Tahun 2019 ada 8.800 kasus, kemudian mengalami penurunan jadi 8.600 kasus di tahun 2020, lalu kembali meningkat di November 2021 menjadi 8.800 kasus.
"Berdasarkan data yang terhimpun oleh PPPA selama masa pandemi pada tahun 2019-2022, terjadi peningkatan tren kasus kekerasan pada anak, sementara yang dihadapi pada perempuan selama tiga tahun terakhir juga menunjukkan hasil serupa," tutur Benny.
Benny mengimbau kepada masyarakat untuk tidak ragu melaporkan kasus kekerasan pada anak dan perempuan secepatnya. Dia menyebut rentang waktu antara pelaporan dengan kejadian kekerasan seks sangat penting.
"Kami mengimbau kepada masyarakat untuk segera melapor jangan menunda, atau ragu, karena rentang waktu melapor dengan TKP dan saksi kejadian ini menjadi penting," ucapnya.
"Dengan rentang waktu yang panjang (dalam membuat laporan) yang bisa membuat barang bukti hilang, sudah tidak mungkin lagu untuk dilakukan pemeriksaan oleh Puslabfor," imbuh Benny.
Manfaat Bank Data DNA
Sementara itu, Kepala Puslabfor Bareskrim Brigjen Agus Budiharta menyebut bank data DNA nantinya akan memberikan sejumlah manfaat dalam penanganan kasus kekerasan seksual kepada perempuan dan anak.
"Ketika membentuk data base DNA, maka terjadi kasus. Kemudian kasus itu, kita tidak perlu mencari beberapa orang yang diduga berkaitan dengan kasus tersebut," kata Agus dalam sebuah seminar tersebut.
Lebih lanjut dijelaskan Agus, nantinya DNA korban akan dicocokkan dengan data yang ada. Ia meyakini pelaku akan bisa segera terungkap dengan mencocokkan DNA.
"Dengan mencocokkan dengan data base yang ada, maka kita bisa langsung mengetahui siapa pemilik DNA tersebut. Itu sangat efektif (mempercepat penanganan kasus), dan akan mengurangi biaya penyelidikan," papar Agus.
Menurut Agus, dengan adanya ilmu forensik pemeriksaan DNA, dapat menjadi bukti fakta yang nyata. Dia menyebut barang bukti benda mati yang telah diuji forensik tidak dapat dibantah.
"Fakta tidak pernah bohong, tetapi manusia akan berbohong. Fakta di sini adalah barang bukti benda mati. Kalau dia bisa bicara, dia akan bicara apa yang dia alami. Tapi, karena tidak bisa bicara, maka dibuat bicara oleh ahli forensik," katanya
"Kalau tersangka atau saksi tentunya, terdakwa berusaha berbohong ketika tidak nyaman bagi dia," imbuhnya.
Agus mengatakan pada barang bukti ada dua unsur, yakni makro dan mikro. Dalam KUHAP, sebut dia, unsur makro memerlukan keterangan saksi dan terdakwa, sedangkan unsur mikro, yakni keterangan ahli, surat dan petunjuk ahli forensik.
"Kalau dalam UU KUHAP Pasal 184, ada lima jenis yang dapat dijadikan bukti, yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa," tuturnya. (detikcom/d)