Jakarta (SIB)
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly menegaskan bandar narkoba harus dimiskinkan.
"Pemakainya harus dihilangkan dalam arti direhabilitasi, sementara bandarnya dimiskinkan melalui tindak pidana pencucian uang (TPPU). Barangkali usulnya di Undang-Undang Narkotika itu, ya," kata Menkumham Yasonna H. Laoly saat rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu (2/2).
Atas dasar itu, Yasonna berharap aturan pemiskinan bandar narkoba dapat diatur secara tegas dalam revisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
"Ini agar dia jera. Saya harap Komisi III DPR RI yang bisa melakukannya," ujar Yasonna.
Guru Besar Ilmu Kriminologi di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian itu mengatakan bahwa rencana revisi UU Narkotika sudah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo melalui surat pada bulan November 2021.
Dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI, Kemenkumham juga membahas kinerja dan capaian kementerian itu pada tahun 2021, termasuk rencana kerja pada tahun 2022.
Salah satunya, Kemenkumham telah melakukan layanan rehabilitasi narkotika melalui rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial narapidana pengguna narkoba dengan target 21.540 narapidana pada 99 unit pelaksana teknis pemasyarakatan.
Tidak hanya itu, Kemenkumham juga melakukan pengembangan fitur rehabilitasi narkotika pada sistem database pemasyarakatan, serta meningkatkan validitas data informasi tindak pidana narkotika dan prekursor narkotika.
Selain itu, aksi pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba (P4GN), serta pertukaran data melalui sistem peradilan pidana terpadu berbasis teknologi informasi.
Menkumham Mengaku Dilema WNI Minta Suaka di Luar Negeri
Yasonna H Laoly juga mengaku dilema dengan keinginan warga negara Indonesia (WNI) yang meminta suaka atau mengganti kewarga-negaraan di luar negeri.
"WNI yang meminta suaka di Jepang, ini memang dilematis. Banyak mereka yang pergi untuk mencari pekerjaan dan tidak memperoleh visa yang layak," kata Yassona dalam rapat kerja itu.
Dijelaskan pula bahwa persoalan itu sudah pernah disampaikan Menteri Kehakiman Jepang kepada dirinya dalam kunjungan kerjanya ke Jepang.
"Karena menyangkut warga negara kita, saya kira ini juga menjadi domain Kementerian Luar Negeri," katanya.
Yassona menegaskan bahwa mereka tetap menjadi WNI. Namun, kalau mereka sudah mengganti kewarganegaraan, sudah bukan menjadi tanggung jawab pemerintah.
"Saya melihat ini tuntutan pekerjaan," ujarnya.
Yasonna mengungkapkan hal yang sama terjadi di Korea Selatan. Menteri kehakiman negara itu telah melakukan konsultasi terkait dengan WNI yang meminta suaka politik.
"Di Korea Selatan, banyak warga negara kita yang bekerja di sana, habis visa, overstayer di sana, meminta suaka politik," kata Yassona.
Ia menyebutkan terdapat sejumlah negara yang memiliki undang-undang. Selama pengajuan suaka, para WNI itu masih dapat bekerja.
"Kami akan berkomunikasi dengan Kemenlu tentang hal ini," janji Yasonna.
Sebelumnya, anggota DPR RI M. Nurdin mempertanyakan penyelesaian terkait dengan WNI yang ingin mendapatkan suaka di Jepang tetapi ditolak oleh otoritas setempat. (Antaranews/d)