Medan (SIB)
Para pemerhati pembangunan daerah Karo dari berbagai kalangan yang terhimpun dalam Ikatan Cendikiawan Karo Indonesia (ICKI), berharap agar proyek pembangunan jalan layang pada ruas rawan longsor Medan-Berastagi, dapat terealisir di masa tugas dan kepemimpinan Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumut yang baru, yaitu Ir Brawijaya, yang menggantikan Ir Slamat Rasidy Simanjuntak pekan lalu.
Ketua Umum ICK, Dr Ir Budi D Sinulingga menyebutkan, pihaknya semula mengajukan tiga opsi pembangunan jalan alternatif Medan-Berastagi setelah wacana dan harapan pembangunan jalan tol gagal karena alasan ketiadaan anggaran dari pusat (APBN), sehingga pembangunan jalan layang pada lokasi lintasan yang serba rawan longsor di titik rute tekongan Tirtanadi Sibolangit, dinilai sebagai opsi jalan tengah dan solusi yang lebih efisien.
"Rencana proyek jalan alternatif ini memang telah diperjuangkan di masa Kepala BBPJN Sumut sebelumnya, yaitu di masa Ir Paul Ames Halomoan Siahaan MSc dan di masa Ir Slamat Rasidy Simanjuntak. Terlepas dari apa masalah prinsip dan faktor kendala sehingga konsep jalan tol berubah menjadi jalan alternatif, kita harapkan konsep jalan layang sebagai opsi jalan tengah dan solusi masa depan bisa terlaksana di masa kepala BBPJN Sumut yang baru (sekarang) ini," katanya kepada pers di Medan, Rabu (12/1).
Soalnya, model jalan layang yang akan dibangun pada ruas lintasan rawan longsor itu hanya berkisar sepanjang 1.600 meter dengan kalkulasi biaya Rp 500 miliar. Budi, mantan Kepala Bappeda Kota Medan dan juga mantan Kepala Bappeda Povinsi Sumut menegaskan, pembangunan jalan layang sebenarnya lebih efektif dan efisien dibanding pembuatan tembok penahan (kantilever) yang sedang dikerjakan saat ini. Semula, rencana jalan tol itu disebut akan menelan biaya Rp 2,4 triliun.
Kendati dengan biaya (APBN) yang Rp 80-an miliar untuk pembangunan kantilever tersebut, Budi menegaskan pada pratiknya pekerjaan itu ternyata tidak murni berupa kantilever, melainkan pelebaran badan jalan dengan pemotongan atau kikis tebing di sejumlah titik sepanjang (total) 4.600 meter. Sehingga, posisi dan kondisinya tetap berpotensi rawan longsor yang terjadi sewaktu-waktu.
Padahal, ujar Budi, pembangunan jalan layang dengan model Kelok 9 di Sumbar merupakan solusi jangka panjang demi kenyamanan pengendara di ruas Medan-Berastagi dan terhindar dari potensi longsor pada ruas lintasan objek mata air PDAM Tirtanadi di Tekongan desa Laukaban (Sibolangit) tersebut. Selain akan aman dan nyaman dilintasi, sumber air yang terkandung sepanjang 384 meter di sisi jalan layang itu akan tetap terjaga dalam ekosistem yang utuh.
"Pasca terjadinya perubahan rencana pembangunan jalan tol, opsi pembuatan jalan layang pada jalur Medan-Berastagi ini sudah kami (ICK) ajukan secara beruntun kepada semua instansi terkait di pusat maupun Pempro Sumut dan Pemkab Karo. Ini di luar opsi jalan alternatif yang juga diajukan dan sedang diproses, karena jalan raya via Sibolangit ini tidak mungkin ditutup walaupun selalu rawan longsor, justru harus disikapi dengan konstruksi serba aman-nyaman," katanya optimis.
Pengajuan resmi pembangunan jalan layang itu, masing-masing kepada BBPJN Sumut pada tahun 2016, kepada Bupati Karo pada 2017, kepada DPR RI Komisi V dan Kemen PUPR Biro Perencanaan pada 2018, kepada Gubernur Sumut melalui Musrenbang Provsu pada 2019 dan pada 2020 diteruskan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi kepada Presiden RI.
Sementara, Kepala BBPJN Sumut Ir Brawijaya, belum bisa dikonfirmasi karena tidak merespon ketika dihubungi pers langsung ke ponselnya maupun ketika dipesan via WA, pada Senin hingga Rabu kemarin. (A5/d)