Jakarta (SIB)
Ketua DPD RI La Nyalla Mattalitti turut membeberkan alasan DPD RI menggugat ambang batas pencapresan atau presidential threshold agar menjadi nol persen. Di depan Ketua KPK Firli Bahuri, La Nyalla menyampaikan bahwa presidential threshold 20 persen akan membuka lahirnya calon presiden boneka.
"Presidential threshold setinggi itu akan membuka lahirnya calon presiden boneka. Kemudian pasti akan ada kompromi-kompromi politik," kata La Nyalla dalam keterangan pers tertulis, Selasa (14/12).
La Nyalla menilai ambang batas pencapresan 20 persen akan menyebabkan terjadinya konflik berkepanjangan. Bahkan, kata La Nyalla, konflik itu bisa sampai berdarah-darah.
"Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian, yang terjadi kemudian berantem, berselisih dan itu masih terjadi sampai detik ini," ujarnya.
La Nyalla mengatakan ambang batas pencapresan yang tinggi akan menutup pintu masuk anak-anak bangsa yang memiliki potensi untuk maju menjadi pemimpin. Menurut La Nyalla, calon pemimpin yang diusung akan sedikit jika ambang batas tetap tinggi.
"Belum lagi dengan ambang batas yang tinggi, semakin sedikit juga calon pemimpin yang bisa diusung. Padahal banyak sekali anak-anak bangsa yang mampu sebagai pemimpin. Tapi karena ada ambang batas itu jadi tidak bisa. Jadi tertutup sudah," tuturnya.
Lebih lanjut, La Nyalla menuturkan DPD RI akan terus bersinergi dengan KPK bukan hanya di tingkat daerah. Ke depan, DPD RI ke depan akan bersinergi dengan KPK dalam skala nasional.
"Ke depan DPD RI ingin bisa bersinergi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. Bukan hanya di daerah namun juga skala nasional. DPD RI ini sedang membuat pansus BLBI yang merugikan negara, kemudian bisa nanti kita ada pansus PCR, kereta cepat atau lainnya," kata La Nyalla.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan sepakat dengan usulan presidential threshold menjadi nol persen. Menurut Firli, presidential threshold 20 persen akan menyebabkan biaya politik menjadi tinggi sehingga rentan terjadi korupsi.
"Kalau saya memandangnya begini, di alam demokrasi saat ini dengan presidential threshold 20 persen itu biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi. Kalau PT (presidential threshold) nol persen artinya tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi," ujar Firli.
Firli menegaskan, dalam pencegahan korupsi, semua lembaga harus bersatu. Sebab, kata Firli, hal itu tidak bisa berjalan jika dilakukan secara sendiri-sendiri.
"Semua elemen, semua lembaga harus satu suara. Tidak boleh bergerak sendiri-sendiri," tuturnya.
Firli mengatakan pihaknya saat ini tengah fokus memberantas korupsi di sektor sumber daya alam, tata niaga bisnis. Tak hanya itu, kegiatan-kegiatan politik juga tak luput dari perhatian KPK.
"Perlu saya sampaikan karena saking banyaknya rantai korupsi, KPK saat ini punya lima fokus yang jadi perhatian yaitu korupsi sumber daya alam, tata niaga dan bisnis, kegiatan-kegiatan politik, kemudian korupsi di bidang penegakan hukum dan reformasi birokrasi, serta korupsi di bidang pelayanan publik," tuturnya.
Firli Bahuri diketahui menyambangi Gedung Nusantara III DPR RI, kemarin siang, untuk menghadiri rapat dengan DPD RI.
Pantauan di Gedung Nusantara III DPR RI, Firli terlihat didampingi Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan Nawawi Pomolango. Kemudian ada juga Deputi Penindakan KPK Karyoto dan Deputi bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan.
Setiba di lantai 8 Gedung Nusantara III, Firli dkk disambut Ketua DPD RI La Nyalla Mahmud Mattaliti. Terlihat juga Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi. (detikcom/a)