Jakarta (SIB)
Mahkamah Agung (MA) mengesahkan dan menyetujui pemecatan anggota Polri yang melakukan hubungan seks sesama jenis atau gay. Putusan itu diambil saat mengadili kasasi Brigadir T, yang mengajukan kasasi karena tidak terima dipecat dalam kasus homoseksual.
Kasus ini bermula saat Brigadir T dipecat lewat Surat Keputusan Kapolda Jawa Tengah Nomor Kep/2032/XII/2018 tentang Pemberhentian Tidak dengan Hormat dari Dinas Polri pada 27 Desember 2018. Brigadir T melayangkan keberatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang tapi tidak diterima.
Putusan PTUN Semarang dikuatkan majelis banding Pengadilan Tinggi TUN Surabaya pada 24 Maret 2021. Brigadir T mengambil langkah kasasi. Apa kata MA?
"Bahwa penerbitan keputusan tata usaha negara objek sengketa karena alasan perbuatan perilaku menyimpang melakukan hubungan seks sesama jenis, telah sesuai dengan kewenangan, prosedur yang berlaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia," demikian bunyi pertimbangan kasasi yang dikutip dari website MA, Kamis (2/12).
Duduk sebagai ketua majelis Irfan Fachruddin dengan anggota Yodi Martono Wahyunadi dan Is Sudaryono. Majelis menyatakan Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak mengatur secara khusus upaya administrasi.
"Sehingga hakim harus merujuk pada Undang-Undang Administrasi Pemerintahan dan peraturan terkait lainnya," ujar majelis.
"Menghukum Pemohon Kasasi membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sejumlah Rp 500 ribu," sambung majelis.
Alasan Keberatan.
Dalam persidangan, Brigadir T menolak dirinya dipecat atas dasar hubungan seks sesama jenis. Berikut argumennya:
1. UUD 1945 sebagai hukum dasar dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia yang memiliki norma hukum mengikat telah menjamin setiap orang untuk tidak diperlakukan diskriminatif atas dasar apapun sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 yang mengatakan "setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif".
2. Bahwa Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM (UU 39/1999) menyebutkan "Diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan, atau pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya."-
3. Indonesia sebagai salah satu negara anggota Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB) telah mengakui prinsip-prinsip HAM internasional yang secara nyata dimanifestasikan dalam Amandemen UUD 1945, di mana segala ketentuan mengenai HAM dalam UUD 1945, termasuk Pasal 28I ayat (2) UUD 1945, telah mengadopsi nilai-nilai HAM yang bersifat universal.
4. Keberadaan Hukum HAM Internasional kembali ditegaskan dan diakui melalui Butir (d) Bagian Menimbang dan Penjelasan Umum UU 39/1999.
5. Bahwa Pasal 26 ICCPR telah menyebutkan "All persons are equal before the law and are entitled without any discrimination to the equal protection of the law. In this respect, the law shall prohibit any discrimination and guarantee to all persons equal and effective protection against discrimination on any ground such as race, colour, sex, language, religion, political or other opinion, national or social origin, property, birth or other status." Yang terjemahan bebasnya sebagai berikut : "Semua orang berkedudukan sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun. Dalam hal ini hukum harus melarang diskriminasi apapun, dan menjamin perlindungan yang sama dan efektif bagi semua orang terhadap diskriminasi atas dasar apapun seperti ras, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal-usul kebangsaan atau sosial, kekayaan, kelahiran atau status lain."
6. Merujuk pada ketentuan Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional , perjanjian/hukum Internasional mengikat dan berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia (WNI) apabila telah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Dengan demikian ICCPR tersebut telah mengikat dan berlaku bagi WNI (in casu PENGGUGAT) karena telah ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 119.
7. Dengan demikian, seseorang yang memiliki orientasi seksual homoseksual juga berhak atas perlindungan terhadap tindakan-tindakan diskriminasi yang melanggar hak asasi mereka, sebagaimana juga telah dijamin dalam Pasal 3 ayat (3) UU 39/1999 yang menentukan "setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi". (detikcom/c)