Selasa, 04 Februari 2025
* PKS: Menentang Pancasila, Norma Agama dan Budaya

Dikritik, Permendikbud PPKS Dinilai Legalkan Kebebasan Seks di Kampus

* Komisi X DPR Bakal Panggil Nadiem
Redaksi - Kamis, 11 November 2021 08:29 WIB
437 view
Dikritik, Permendikbud PPKS Dinilai Legalkan Kebebasan Seks di Kampus
Foto: dok. Istimewa
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera
Jakarta (SIB)
Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera ikut mengkritik Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi. Mardani bahkan menuding permendikbud itu jelas melegalkan kebebasan seks.

Hal itu disampaikan oleh Mardani lewat akun Twitternya, @MardaniAliSera. Mardani mengatakan bahwa ia anti-kekerasan seks, tetapi tidak menoleransi kebebasan seks.

"Itu jelas sekali berisi "pelegalan" kebebasan sex. Kita anti kekerasan seks namun tidak mentolelir kebebasan sex #CabutPermendikbudristekNo30 Permendikbudristek ini berpotensi merusak norma kesusilaan," kata Mardani, Rabu (10/11).

Dia mengatakan, ada celah moral yang bisa melegalkan seks di lingkungan kampus dalam permendikbud itu.

"Ada celah moral yang legalkan kebebasan seks di lingkungan perguruan tinggi," tuturnya.

Menentang Pancasila
Sementara itu, Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Salim Segaf Al-Jufri menilai muatan permendikbudristek tersebut bertentangan dengan Pancasila.

"Ini sesuatu permen yang bertentangan dengan Pancasila, norma agama, budaya," kata Salim dalam acara yang digelar Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bertajuk 'Bela Negara Tanggung Jawab Bersama', Rabu (10/11).

Sebab, ia menilai muatan dalam Permendikbudristek PPKS itu tidak mengatur aktivitas seksual yang didasari persetujuan kedua belah pihak atau suka sama suka. Salim menyoroti Pasal 5 Ayat (2) huruf l dan m. Pada huruf tersebut tercantum pengertian tentang kekerasan seksual yang dibatasi, yaitu tanpa persetujuan korban.

"Artinya, jika ada persetujuan atau suka sama suka, hal tersebut tidak dimasukkan ke dalam kekerasan seksual ini. Kalau itu yang terjadi, terjadilah sesuatu yang membuat kita prihatin," katanya.

Dengan demikian, ia menyebut peraturan itu hanya bagus di judul saja.

"Judulnya memang bagus, tentang pencegahan penanganan kekerasan seksual di perguruan tinggi, bagus judulnya. Coba baca isinya," kata Salim Segaf Al-Jufri.

Salim menilai para pemangku kepentingan harus lebih serius dalam mengeluarkan sebuah kebijakan. Menurutnya, para menteri perlu beragam dalam menentukan sikapnya agar memunculkan diskursus terhadap suatu kebijakan, bukan justru saling mendukung.

"Sudah sepatutnya bahkan berikanlah contoh para pemimpin bangsa, para negarawan, para menteri ketika membuat permen itu dikaji yang mendalam. Bukan antara satu menteri dengan menteri yang lain saling mendukung ya," ujar Salim Segaf Al-Jufri.

Panggil Nadiem
Komisi X DPR RI bakal memanggil Mendikbud Nadiem Makarim terkait Permendikbud PPKS itu.

"Tapi, karena merespons banyak tuntutan masyarakat begitu, kita sedang mencari waktu, tapi bukan hari Jumat," kata Wakil Ketua Komisi X dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih kepada wartawan, Rabu (10/11).

"Aspirasi dari masyarakat betul (terkait Permendikbud PPKS)," imbuh Fikri menegaskan.

Rencana awalnya Jumat (12/11) pekan ini Nadiem dipanggil wakil rakyat ke Senayan untuk membahas Permendikbud PPKS. Namun masih diurungkan karena ada agenda berbeda.

"Mestinya tanggal 12 (November) betul, iya rencananya, tapi kan nggak bisa, ternyata nggak bisa," ujar Fikri.

Komisi X, kata Fikri, belum mengagendakan kembali pemanggilan Nadiem, namun akan direncanakan dalam waktu dekat Permendikbud PPKS dibahas di DPR. Komisi X saat ini tengah mengejar dua RUU untuk dituntaskan.

"Belum diagendakan, belum nemu tanggalnya. Karena kan lagi ngejar UU SKN sama UU Praktek Psikologi," imbuhnya.

BELA
Terpisah, Anggota Komisi X DPR RI Fraksi PDIP, My Esti Wijayati, membela Mendikbud Nadiem Makarim dengan adanya permendikbud tersebut.

"Bahwa pada saat ini sedang dilakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) di Badan Legislasi DPR RI yang tentu saja membutuhkan waktu di dalam pembahasannya dan karena masih berupa RUU, maka belum bisa diimplementasikan sehingga langkah Mendikbud-Ristek Nadiem Makarim di dalam mengeluarkan Permendikbudristek tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan Perguruan Tinggi mestinya harus diapresiasi," kata My Esti kepada wartawan, Rabu (10/11).

"Sebagai langkah cepat agar kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi bisa dicegah lebih dini dan bisa dilakukan penanganan sesegera mungkin jika itu terjadi," imbuh dia.

My Esti menepis anggapan bahwa Permendikbud PPKS sebagai upaya pelegalan hubungan seks di kampus. Kata Esti, Permendikbud PPKS juga tak bisa secara mudah dimaksudkan untuk menyuburkan LGBT.

"Jadi permendikbudristek ini tidak bisa diartikan sebagai bentuk pelegalan terhadap terjadinya hubungan seksual suka sama suka di luar pernikahan maupun pelegalan LGBT," ujarnya.

Esti tak habis pikir dengan adanya desakan agar Permendikbud PPKS dicabut. Sepatutnya, menurut Esti, permendikbud Nadiem tersebut didukung.

"Maka seharusnya permendikbudristek ini harus mendapat dukungan bukan untuk dipermasalahkan dan meminta ditarik. Langkah cepat yang dilakukan Nadiem Makarim melalui permendikbudristek ini tentu sudah berdasarkan kajian dan analisis terhadap kejadian-kejadian yang ada di lingkungan kampus," imbuhnya.

BANTAH
Plt Dirjen Pendidikan Tinggi dan Ristek Nizam mengatakan tujuan utama peraturan ini adalah memastikan terjaganya hak warga negara atas pendidikan. Peraturan ini muncul atas keresahan mahasiswa hingga dosen soal kekerasan seksual di perguruan tinggi.

"Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 hadir sebagai langkah awal kita untuk menanggapi keresahan mahasiswa, dosen, pimpinan perguruan tinggi, dan masyarakat tentang meningkatnya kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi kita," kata Nizam.

Nizam juga mengatakan, dengan hadirnya Permendikbud PPKS, pimpinan perguruan tinggi juga dapat memberikan pemulihan hak-hak sivitas akademika yang menjadi korban kekerasan seksual. Semata-mata agar mereka kembali berkarya dan berkontribusi di kampusnya dengan lebih aman dan optimal.

"Kami mengajak pimpinan perguruan tinggi untuk dapat menyiapkan dan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual sesuai Permendikbudristek 30/2021 agar kampus kita menjadi lingkungan belajar yang semakin aman dan nyaman untuk mewujudkan Merdeka Belajar," ungkap Nizam.

Nizam juga menggarisbawahi fokus Permendikbud-Ristek PPKS adalah soal pencegahan kekerasan seksual.

"Fokus Permen PPKS adalah pencegahan dan penindakan atas kekerasan seksual, sehingga definisi dan pengaturan yang diatur dalam permen ini khusus untuk mencegah dan mengatasi kekerasan seksual," tegasnya.

Saat ini, kata Nizam, beberapa organisasi dan perwakilan mahasiswa menyampaikan keresahan dan kajian atas kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang tidak ditindaklanjuti oleh pimpinan perguruan tinggi. (detikcom/c)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru