Medan (SIB)
Kalangan praktisi bisnis pariwisata dan pemerhati Danau Toba di Sumut sangat mempertanyakan kinerja dan kegiatan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) karena sejak terbentuk hingaga kini dinilai semakin tak jelas realisasinya.
Ketua Divisi Litbang Badan Pengelola Toba Caldera UNESCO Global Geopark (TC-UGG) Ir Jonathan Ikuten Tarigan, dan fungsionaris Badan Pariwisata Daerah (North Sumatera Tourism Board-Bawisda/NSTB) Ir Raya Timbul Manurung, secara terpisah menyebutkan realiasasi yang sangat dipertanyakan publik itu adalah program 3-A (Atraksi, Aksesibilitas dan Amenitas), target kunjungan wisatawan mancanegara (Wisman) 1 juta orang, dan pembangunan 1.000 unit pondok wisata (home stay) di Kawasan Danau Toba (KDT).
"Semula, publik berharap dengan optimis pengembangan wisata Danau Toba dengan program 3-A oleh BPODT ini akan terealisasi setelah Dirut Baru Jimmy Bernardo Panjaitan yang dilantik Menparekraf Sandiaga S Uno pada 29 Maret lalu. Tapi sejak awal, program BPODT itu seperti terfokus bangun kantor atau area kemah wisata Caldera yang di Sigapiton-Sibisa itu. Bagaimana sebenarnya program 3-A itu dan bagaimana di mana saja realisasi pembangunan home stay itu," ujar mereka senada, kepada pers di Medan, Jumat (4/11).
Soalnya, program-program di BPODT selama ini terkesan lebih banyak gagalnya, walau ada program yang terasumsi sebagai item yang harusnya dikerjakan pihak TC-UGG (geopark objek). Program 3-A dinilai mengambang karena hampir 99 persen ternyata merupakan item pekerjaan pihak kementerian terkait seperti PUPR, Kemenhub dan Kemparekraf. Sementara, proyek home stay juga telah dikerjakan PUPR tapi dengan nama proyek Sarana Hunian Wisata (Sarhunta) yang konsepnya adalah penataan rumah-rumah adat milik masyarakat untuk dijadikan pondok wisata atau home stay penginapan para turis. Dirut BPODT Jimmy Panjaitan pada 12 Oktober lalu kepada SIB mengaku tak tahu menahu soal program atau proyek Sarhunta tersebut.
Raya Timbul mengungkapkan, untuk item A-Atraksi, meliputi tiga program yang hingga akhir masa tugas dirut sebelumnya (Arie Prasetyo), juga terbilang minim (nyaris tak ada progres). Ketiga program tersebut adalah restorasi lingkungan Danau Toba oleh Kemen-LHK, penyusunan portofolio atraksi sejarah dan budaya Danau Toba oleh Kemenpar (diklaim terlaksana berupa Festival Pesona Danau Toba dan Karnaval Danau Toba 2019 yang dihadiri Presiden Jokowi), dan pembangunan Taman Bunga Danau Toba oleh Kemen-LHK dan Kemen-ATR yang semula ditargetkan dimulai pada 2017. Lalu, item A-Amenitas hanya terlaksana penyusunan zona kordinatif dan otoritatif Danau Toba yang melibatkan Kemen-PUPR dan BPODT. Dua item lagi, yaitu pembentukan kawasan ekonomi khusus (KEK) pariwisata Danau Toba dan pembangunan 1.000 unit home stay, tidak terealisir juga karena merupakan proyek bersama Kemen-PUPR dan Kemen-ATR, bukan program BPODT.
"Program BPODT hanya target meraih Wisman 1 juta pada 2019, tapi gagal total karena tanpa disain marketing khusus yang kemudian didramatisir akibat dampak pandemi Covis-19. Sedangkan pembangunan 1.000 home stay tidak ada ekspos progresnya. Kalaupun ada, di daerah atau desa dan kecamatan mana saja, dan sudah berapa unit reaisasinya" katanya serius.
Di lain pihak, entah kenapa Dirut BPODT sangat sulit dikonfirmasi sejak menggantikan Dirut Arie Prasetyo. Sejak 18 Otober lalu, Jimmy belum memberikan respon dan info untuk jadwal konfirmasi tentang hal-hal yang perlu dikonfrirmasi, khususnya tentang realisasi program 3-A dan 1.000 home stay yang telah disampaikan via WA melalui stafnya Kepala Divisi Komunikasi Publik (Kombli) BPODT Mosanda Tampubolon.
"Pak Dirut belum ada waktu (jumpa wawancara dan konfirmas). Beliau masih sibuk terus," ujar Mosanda singkat beberapa kali, via WA juga. (A5/a)