Jakarta (SIB)
Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji berencana menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait daun kratom yang tengah viral dalam beberapa waktu terakhir karena dianggap mirip dengan narkoba.
Surat ini menjadi tindak lanjut Sutarmidji dalam menyikapi kelangsungan jutaan pohon kratom di Kalimantan Barat.
"Saya sudah mengumpulkan semua data, nanti saya akan menyurati beliau, beliau akan bilang nanti, mungkin dari DPR akan mem-backup ini," ucap Sutarmidji, seperti dikutip Antara, Minggu (19/9).
Sebelum menyurati kepala negara, ia mengatakan sebenarnya telah berbicara dengan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo terkait daun kratom. Pasalnya, isu yang tengah viral mengenai daun tersebut saat ini mengancam pemusnahan daun kratom.
Padahal, tanaman ini merupakan komoditas ekspor unggulan dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kalbar. Tanaman ini bahkan menjadi sumber pendapatan bagi 115 ribu keluarga petani di kabupaten tersebut.
Sementara secara total, ada 200 ribu keluarga petani di Kalbar yang bergantung pada komoditas ini. Selain itu, tanaman ini banyak tumbuh di kawasan Betung Karibun dan Danau Sentaru yang disebutnya telah ditetapkan menjadi paru-paru dunia oleh UNESCO.
"Bayangkan pohon kratom puluhan juta kalau ditebang, siapa yang mau bertanggung jawab. Di situ banyak kratom, apa tidak gundul itu paru-paru dunia," ujarnya.
Di sisi lain, menurutnya, daun kratom tidak memiliki efek samping berupa halusinasi bila digunakan seperti halnya narkoba, misalnya ganja. Namun, ia tetap mempersilakan Badan Narkotika Nasional (BNN) bila ingin melarang penggunaan daun kratom karena dianggap memiliki zat adiktif seperti narkoba pada 2023.
"Mereka bilang kratom itu zat adiktifnya empat kali dibandingkan ganja, tetapi saya katakan bahwa orang yang mengonsumsi kratom tidak berhalusinasi sedangkan mengonsumsi ganja pasti berhalusinasi, bahkan urin orang yang mengonsumsi kratom belum tentu positif," jelasnya.
Isu daun kratom dianggap mirip narkoba merebak di Amerika Serikat. Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) mendesak agar pembatasan penggunaan tanaman ini bisa diperluas karena masih ada 43 negara bagian AS yang melegalkan tanaman ini.
FDA menilai tanaman ini memiliki senyawa berupa opioid yang mampu memicu kecanduan hingga kematian. Sementara di Indonesia, tanaman yang memiliki nama latin Mitragyna speciosa itu, selama ini dikenal sebagai tanaman herbal.
"Saya mengonsumsi kratom dan tidak memiliki masalah atau efek samping. Daun ini juga bisa membantu meningkatkan stamina," kata Faisal Perdana seorang petani Kratom.
Berikut fakta-fakta mengenai daun kratom. Pertama, tanaman ini masuk keluarga kopi atau Rubiaceae. Biasanya, tumbuh di wilayah tropis dengan ukuran daun lebih dari telapak tangan orang dewasa dan pohonnya bisa tumbuh hingga 4-16 meter.
Kedua, daun ini kerap digunakan untuk mengobati kecanduan opioid, penghilang rasa sakit, mengatasi kecemasan, dan mampu menstimulasi reseptor otak seperti morfin, namun efek sampingnya lebih ringan. Ketiga, cara konsumsinya bisa dikeringkan lalu diseduh seperti teh atau diolah ke dalam kapsul.
Keempat, beberapa negara di Asia Tenggara menggunakan daun kratom sebagai obat herbal, misalnya jamu dan ramuan medis tradisional lainnya.
Kelima, sejumlah ilmuwan meyakini daun kratom punya manfaat positif, tapi hingga kini masih sedikit sekali penelitian yang menganalisis keamanan dan efek samping keseluruhan dari daun tersebut.
Lebih Dahsyat
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebut daun kratom punya efek samping yang lebih kuat dari morfin dan dapat merusak kesehatan manusia. Atas dasar itu BNN tetap menargetkan aturan larangan peredaran dan penggunaan daun kratom mulai 2022 mendatang.
Kepala Humas BNN Sulistyo Pudjo mengatakan, daun kratom ini telah ditetapkan sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika pada 2017 lalu.
Sulistyo mengatakan, rencana melarang penggunaan daun kratom lantaran kandungan yang ada di dalam daun kratom berbahaya terhadap kesehatan dan keselamatan manusia.
"Dimana efek samping terhadap kesehatan dan keselamatan pengguna sangatlah besar dan jauh lebih banyak mudharatnya dibandingkan nilai kemanfaatannya," jelasnya , Minggu (19/9).
Lebih lanjut ia menjelaskan, Kratom atau Mitragyna Speciosa merupakan kelompok tanaman yang didalamnya terdapat kandungan zat berupa Mitraginin. Zat tersebut diungkapkan Sulistyo bersifat narkotik, yaitu berdampak adiktif terhadap penggunanya.
Selain itu, efek stimulan yang terdapat dalam kandungan kratom 13 kali lebih kuat daripada efek yang ditimbulkan oleh morfin dalam dosis yang sama. Apabila terus dikonsumsi dalam jangka panjang, kratom akan menyebabkan gejala adiksi, depresi pernapasan, bahkan kematian.
Atas dasar itu pula, menurut Sulistyo, status kratom di banyak negara termasuk di ASEAN juga telah dilarang peredarannya.
"Beberapa negara seperti Singapura juga melakukan penyitaan terhadap daun kratom yang diduga berasal dari Indonesia," jelasnya.
Kendati demikian, ihwal teknis terkait pelarangan edar daun kratom sendiri menurutnya masih dalam proses pembahasan. Lantaran status kratom di Indonesia masih belum sepenuhnya dilarang hingga tahun 2022 mendatang.
Hal ini ia sampaikan terkait nasib sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya melalui penanaman dan penjualan daun kratom di pelbagai wilayah di Indonesia.
"Masalah teknis dan taktis bagaimana pelarangan daun kratom masih dalam proses. Target pelarangan masih sama di 2022," ujar dia. (CNNI/d)