Medan (SIB)
Ketua Fraksi Nusantara (FN) DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga mendesak Polres Tanah Karo bergerak cepat mengusut tuntas pelaku perusakan pagar areal pertanian masyarakat di Puncak 2000 Siosar, Desa Kacinambun, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo.
"Apapun persoalannya segala tindakan kita harus berdasarkan aturan hukum yang berlaku. Siapapun tidak dibenarkan melakukan tindakan hukum sendiri, karena negara kita bukan menganut sistem hukum rimba," ujar Zeira Salim Ritonga kepada wartawan, Minggu (29/8) melalui telepon di Medan.
Penegasan itu diungkapkan Bendahara DPW PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) Sumut ini, menanggapi tindakan sekelompok massa yang dikordinir DS menghancuri pagar areal pertanian masyarakat di Puncak 2000 Siosar, kemudian mengangkutnya dengan menggunakan truk, Jumat (27/8).
Plang yang didirikan warga di areal pertaniannya bertuliskan, "Dilarang masuk !, tanah ini milik keluarga BG Munthe dengan alas hak akta jual beli (AJB) No142/AJB/9/1989, yang dikeluarkan Camat Tigapanah Drs Salomo Ginting" selaku PPAT juga dihancurkan dan diganti plank yang bertuliskan, "Tanah ini milik PT BUK sesuai dengan HGU No1/1997".
Ahli waris almarhum BG Munthe, Prada Ginting telah melaporkan kasus perusakan tersebut ke Polres Tanah Karo dengan bukti lapor SPTLP/B/732/VIII/2021/SPKT/Polres Tanah Karo/Polda Sumatera Utara dan berharap kepada Polres Karo dan Polda Sumut secepatnya mengusut tindakan para pelaku.
"Dari laporan ahli waris BG Munthe ke lembaga legislatif, kasus sengketa lahan antara masyarakat dengan PT BUK, pihak masyarakat sedang melakukan gugatan banding di PT TUN (Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) untuk menggugat pembatalan HGU No1/1997," tegas Zeira.
PEMILIK YANG SAH
Sementara itu, manajemen PT BUK dengan tegas membantah dan menyesalkan pihak yang menuding aksi pembersihan lahan di puncak 2.000 Siosar, Karo sebagai aksi premanisme. Aksi pembersihan dan penertiban lahan tersebut dilakukan orang-orang manajemen lapangan dari PT BUK sendiri.
“Pihak PT BUK kan pemilik sah atas tanah atau lahan itu, sesuai HGU Nomor 1 Tahun 1997. Pembongkaran pagar di sekitar lahan semata-mata untuk penertiban karena pagar itu milik orang atau pihak lain, sementara pihak PT BUK akan segera mengusahai lahan tersebut sesuai program kerja perusahaan. Jadi, yang membongkar pagar-pagar itu bukan preman, tapi tim lapangan dari manajemen PT BUK yang memang ditugaskan untuk pembersihan lahan,†ujar Rubyanto Sembiring SH, kuasa hukum PT BUK di Kabanjahe-Karo, kepada SIB melalui rilis WA dan hubungan seluler, Sabtu malam (28/8).
Hanya saja, dengan alasan posisinya sudah di luar kantor pada saat konfirmasi dengan SIB, Rubyanto belum dapat menejelasan ringkasan isi HGU Nomor 1 Tahun 1997 tersebut, misalnya tentang luasan lahan yang diperoleh hak pakai dan pengelolaannya, posisi lahan persisnya di lokasi batas mana di desa Kacinambun (Kecamatan Tigapanah), dan HGU tersebut apakah diterbitkan Kanwil BPN-ATR Provinsi Sumut atau BPN-ATR Kabupaten Karo, atau dari Kementerian ATR-BPN.
Selain itu, kuasa hukum PT BUK di kantor Medan, Rita Wahyuni SH menegaskan kepemilikan sah atas lahan tersebut juga telah dikuatkan secara hukum dengan putusan PTUN Medan tertanggal 12 Agustus 2021 lalu, yang menyatakan gugatan para penggugat (Prada Ginting Dkk) tidak diterima, dan membayar biaya perkara sebesar Rp12.436.000. Gugatan Prada Ginting Dkk itu ditujukan kepada Kepala Kantor Pertanahan (Kantah.BPN) Karo, dan PT BUK.
“Boleh saja mereka itu mengajukan banding. Tapi dari putusan PTUN ini kan sudah jelas bahwa lahan itu sah milik PT BUK, sebagaimana histori semula sesuai prosedur dan ketentuan hukumnya,†ujar Rita singkat.(A4/A5/c)