Medan (SIB)
Pasca putusan Hakim praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Balige yang menyatakan penetapan tersangka Drs JS (Sekda Pemkab Samosir) dan SR (Kadis Perhubungan Kab Samosir) oleh Kejari Samosir tidak sah, pimpinan di Kejati Sumut dikabarkan telah mengambil sikap untuk menarik atau mengambi-alih penanganan kasus dugaan korupsi dalam penyalahgunaan belanja tidak terduga terkait penanganan Covid-19 di Samosir.
Dari informasi yang berkembang, penanganan kasus di Samosir itu menjadi perhatian pimpinan di Kejaksaan. Untuk itu pasca putusan hakim PN Balige yang mengabulkan seluruh Permohonan Praperadilan (Prapid) yang diajukan Drs JS dan SR, Kejaksaan melakukan ekspose (gelar perkara) terkait kasus penanggulangan Covid-19 itu dengan dihadiri jaksa dari Kejari Samosir. Dari hasil ekspose itu kemudian disimpulkan proses penangananannya ditarik atau diambil-alih ke Kejati Sumut.
Kepala Seksi Penyidikan (Kasidik) Pidsus Muhamad Junaidi SH MH yang ditanyai wartawan untuk konfirmasi, Jumat (30/7) di Kejati, tidak bersedia berkomentar. Namun ia tidak membantah perihal ditariknya penanganan kasus terkait penanggulangan Covid itu dari Kejari Samosir ke Kejati. â€Tanya pak Aspidsus lah bang,†ujar Kasidik singkat.
Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sumut M Syarifuddin SH MH yang dihubungi wartawan, Jumat(30/7), membenarkan, penanganan kasus terkait belanja penanggulangan Covid-19 di Samosir itu ditarik ke Kejati Sumut, yang sebelumnya ditangani di Kejari Samosir hingga kemudian muncul praperadilan dari kedua tersangka yang ditetapkan Kejari Samosir.
“Ya benar, proses hukum untuk penanganan kasus terkait belanja penanggulangan Covid-19 di Samosir itu akan dilakukan di Kejati Sumut dibidang Pidsus. Itu keputusan pimpinan,†kata M Syarifuddin singkat via aplikasi WA Ponsel sembari mengaku sedang di mobil menuju Bandara KNIA. Ia juga tidak menjelaskan apa alasan penarikan penanganan kasus itu dari Kejari Samosir, apakah karena putusan praperadilan PN Balige menyatakan tidak sah penetapan tersangka yang dibuat Kejari Samosir atau pertimbangan lain.
Periksa Hakimnya
Sebelumnya diberitakan detikNews, anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan menilai janggal putusan hakim Pengadilan Negeri (PN) Balige terhadap praperadilan Sekda Samosir Jabiat Sagala. Arteria meminta Ketua PN Balige diperiksa. "Ini perkaranya ada di Samosir. Saya katakan hakimnya di luar kewenangan. Maklum, hakimnya baru lulus tahun 2017. Saya minta ini diperiksa, yang namanya Ketua Pengadilan Negeri Balige diperiksa, yang namanya hakim yang memeriksa perkara praperadilan tersebut," ujar Arteria di kantor DPD PDIP Sumut, Medan, Rabu (28/7).
Hakim PN Balige memang mengabulkan praperadilan Sekda Samosir Jabiat Sagala. Hakim PN Balige menyatakan penetapan Jabiat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi bansos Covid-19 tidak sah.
"Mengabulkan permohonan praperadilan dari pemohon I dan pemohon II (i.c. Jabiat Sagala dan Sardo Sirumapea) untuk seluruhnya," tulis isi putusan praperadilan PN Balige seperti dilihat detikcom.
"Menyatakan tindakan Termohon (Kajari Samosir) yang telah menetapkan status tersangka terhadap pemohon I dan pemohon II dalam dugaan tindak pidana korupsi pada penyalahgunaan dana belanja tak terduga penanggulangan bencana non-alam dalam penanganan Covid-19 status siaga darurat (17 Maret 2020 s.d. 31 Maret 2020) di Kabupaten Samosir adalah tidak sah dan tidak berkekuatan hukum," demikian isi putusannya.
Menurutnya, hakim yang menangani perkara praperadilan tidak berwenang menetapkan sah atau tidaknya sebuah penyidikan."Pahami apa yang dimaksud objek praperadilan. Sah-tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, bukan sah-tidaknya penyidikan. Itu haknya jaksa, bukan kewenangan hakim," tutur Arteria.
Politikus PDIP itu menegaskan, putusan hakim PN Balige terhadap praperadilan yang dia persoalkan tidak menghilangkan hak jaksa untuk menetapkan kembali Jabiat Sagala sebagai tersangka.
"Putusan praperadilan yang membatalkan penetapan tersangka tidak menghilangkan hak jaksa untuk menetapkan Jabiat Sagala sebagai tersangka kembali," sebutnya.
Reaksi Praktisi Hukum
Sebagaimana diberitakan media, putusan Pengadilan Negeri Balige yang mengabulkan gugatan prapradilan (Prapid) atas kasus korupsi Bansos Covid-19 dengan tersangka JS dan SR juga mendapat reaksi dari praktisi hukum BMS Situmorang SH.
Advokat asal Kebupaten Samosir berdomisili di Jakarta ini berpendapat, putusan hakim itu menjadi “tamparan†bagi institusi Kejaksaan Agung RI cq Kejaksaan Tinggi Sumut cq Kejaksaan Negeri Samosir.
"Kalau masih peduli dengan marwah atau kewibawaan Kejaksaan dalam menangani tindak pidana korupsi, seyogianya Kejaksaan Agung RI cq. Kejaksaan Tinggi Sumut cq. Kejaksaan Negeri Samosir bekerja keras untuk membuktikan bahwa putusan hakim Sadro Imanuel Sijabat SH itu keliru atau tidak beralasan secara hukum," tegas BMS Situmorang.
Ditetapkan Tersangka
Sebagaimana diberitakan SIB sebelumnya, sekitar Februari 2021 lalu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir menetapkan Sekretaris Daerah (Sekda) berinisial JS bersama Kadis Perhubungan Kabupaten Samosir berinisial SR, sebagai tersangka kasus dugaan penyalahgunaan dana bantuan Covid-19 tahun anggaran 2020 dengan total mata anggaran senilai Rp 1,8 miliar.
Kajari Samosir Budi Herman melalui Kasi Pidsus Paul Meliala waktu itu kepada SIB, Selasa (16/2-2021) menyatakan, kasusnya adalah terkait penyalahgunaan belanja tidak terduga penanggulangan bencana non alam dalam penanganan Covid-19 status siaga darurat pada Semester I periode 17 Maret - 31 Maret tahun 2020, dengan anggaran belanja Rp 410 juta untuk kategori belanja kebutuhan suplai makanan jenis telur, susu dan vitamin C, dengan pengadaan 6.000 paket makanan dari total mata anggaran Rp 1,8 miliar.
Tersangka JS dan SR disangkakan melanggar pasal 2 subsider 3 junto pasal 55 ayat 1 KUHP junto pasal 18 UU tindak pidana korupsi dengan ancaman hukuman penjara di atas 5 tahun," kata Paul Meliala waktu itu.
Dalam perkara ini, JS bertindak sebagai Ketua Pelaksana Gugus Tugas penanganan Covid-19 Kabupaten Samosir dan SR sebagai salah satu dari 5 orang yang ditunjuk sebagai PPK (pejabat pembuat komitmen) pembelanjaan suplai bahan makanan penanganan Covid-19 periode 17 Maret - 31 Maret 2020. (BR1/detikNews/f)