Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan
Selasa, 29 Juli 2025
Kapolri Terbitkan Surat Telegram Penegakan Hukum PPKM Darurat

Spekulan Harga Obat dan Alkes Akan Dijerat

* Jual Obat di Atas HET Dipenjara 5 Tahun dan Denda Rp 2 M
Redaksi - Senin, 05 Juli 2021 07:50 WIB
386 view
Spekulan Harga Obat dan Alkes Akan Dijerat
Foto Dok
Komjen Pol Agus Andrianto
Jakarta (SIB)
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menerbitkan Surat Telegram terkait penegakan hukum di masa PPKM darurat Jawa dan Bali. Surat itu menjadi acuan penegakan hukum bagi spekulan yang bermain harga obat-obatan Covid-19 hingga alat kesehatan di masa kritis Corona.

Surat Telegram itu bernomor ST/1373/VII/H.U.K/7.1./2021. "Polri mendukung penuh penerapan PPKM Darurat Jawa-Bali 3-20 Juli 2021," ujar Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto dalam keterangan tertulis, Minggu (4/7).

Agus mengatakan, di masa pandemi Covid-19, khususnya dalam rangka penerapan PPKM darurat, ini akses obat-obatan dan alat-alat kesehatan harus dipermudah. Dia tidak ingin ada pihak-pihak yang menghambat penanganan Covid-19 di Tanah Air.

"Jangan sampai ada penimbunan obat-obatan dan alkes, jangan mengambil kesempatan, kami akan tindak tegas. Begitu pun kepada pihak-pihak yang menghambat upaya pemerintah dalam menanggulangi pandemi Covid-19, termasuk penyebaran berita bohong/hoax," tegasnya.

Dia mengimbau masyarakat tidak melakukan panic buying. Sebab, kata dia, itu akan menimbulkan stigma buruk dalam tatanan sosial.

Surat Telegram yang ditujukan kepada para Kapolda dan bersifat perintah ini berisi 5 poin penting. Berikut poin-poinnya:
1. Melakukan pengawasan terkait kepatuhan semua pihak dalam menjalankan PPKM darurat dan pengendalian HET obat dalam masa pandemi Covid-19.

2. Melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap pelaku usaha yang melakukan penimbunan serta penjualan obat di atas HET sehingga masyarakat sulit mendapatkan obat dan alkes.

3. Melakukan penegakan hukum secara tegas terhadap tindakan yang menghambat segala upaya Pemerintah dalam melakukan penanggulangan wabah Covid-19, termasuk terhadap penyebaran berita bohong/hoaks.

4. Mempelajari, memahami serta melakukan koordinasi dengan pihak Kejaksaan terkait penerapan pasal-pasal yang dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana di masa pandemi Covid-19.
5. Melaporkan hasil kegiatan kepada Kapolri up Kabareskrim.

Fatwa Haram
Sementara itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengingatkan soal fatwa haram menimbun barang yang bisa memicu kepanikan.

"Fatwa MUI Nomor 14 Tahun 2020 menegaskan 'Tindakan yang menimbulkan kepanikan dan/atau menyebabkan kerugian publik, seperti memborong dan menimbun bahan kebutuhan pokok dan menimbun masker hukumnya haram'. Termasuk memborong obat-obatan, vitamin, oksigen, yang menyebabkan kelangkaan sehingga orang yang membutuhkan dan bersifat mendesak, tidak dapat memperolehnya," kata Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam keterangan tertulis.

Dia melanjutkan bahwa menimbun kebutuhan pokok juga tidak diperkenankan meskipun untuk berjaga-jaga. Dia mendesak aparat juga bergerak dalam mengatasi kondisi ini.

"Penimbunan kebutuhan pokok tersebut tidak diperkenankan sekalipun untuk tujuan jaga-jaga dan persediaan, sementara ada orang lain yang membutuhkan secara sangat mendesak. Aparat perlu ambil langkah darurat mengendalikan situasi, menjamin ketersediaan, mencegah penimbunan dan menindak oknum yang mengambil keuntungan dalam kondisi susah," ujarnya.

Selain itu, dia mengajak masyarakat, khususnya umat Islam, terus bahu-membahu mendukung dan membantu korban Covid-19 agar dapat memperoleh layanan kesehatan.

Dipenjara
Ditempat terpisah, Jubir Menko Kemaritiman dan Investasi (Marves) Jodi Mahardi menyatakan sanksi sudah menanti bagi pihak yang nekat menjual obat di atas harga eceran tertinggi (HET). "Pelaku akan dikenakan sanksi berdasarkan UU No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen," ujar Jodi dalam keterangannya, Minggu (4/7).

Pemerintah meminta jangan ada oknum yang bermain-main dengan nyawa orang lain di tengah krisis yang terjadi. Kesembuhan dan kesehatan bersama harus menjadi penting daripada mencari keuntungan di atas penderitaan orang lain.

Dalam UU No 8 tahun 1999 yang disebutkan Jodi, ancaman sanksi bagi pihak yang menjual obat di atas harga yang sebenarnya diatur dalam pasal 62 ayat 1. Sanksi berupa pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Rp 2 miliar.

"Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat (2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf e, ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp.2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)," bunyi pasal 62 ayat 1.

Menjual obat di atas HET sendiri melanggar pasal 10 UU no 8 tahun 1999. Dalam UU itu disebutkan pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar tentang produk yang dijual. Salah satu poinnya adalah harga atau tarif suatu barang dan jasa.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dr Siti Nadia Tarmizi sendiri mengungkapkan jika masyarakat menemukan obat dengan harga tinggi di atas HET bisa dilaporkan ke pihak berwajib.

"Bisa lapor ke polisi, nanti akan ditindak aparat hukum," kata dia saat dihubungi, Sabtu (3/7).

Berikut 11 HET obat yang sudah diatur pemerintah:
1. Favipiravir 200 mg tablet Rp 22.500
2. Remdesivir 100 mg injeksi Rp 510.000
3. Oseltamivir 75 mg kapsul Rp 26.500
4. Intravenous immunoglobulin 5 persen 50 ml infus Rp 3.262.300
5. Intravenous immunoglobulin 10 persen 25 ml infus Rp 3.965.000
6. Intravenous immunoglobulin 10 persen 50 ml infus Rp 6.174.900
7. Ivermectin 12 mg tablet Rp 7.500
8. Tocilizumab 400 mg/20 ml infus Rp 5.710.600
9. Tocilizumab 80 mg/4 ml infus Rp 1.162.200
10. Azithromycin 500 mg tablet Rp 1.700
11. Azithromycin 500 mg infus Rp 95.400 (detikcom/a)

Sumber
: Koran SIB
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru