Takalar (SIB)
Ratusan warga Desa Kale Komara, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mendadak menjadi miliarder setelah menerima uang dari ganti rugi lahan bendungan Pammukkulu. Kisah ini tak biasa apalagi harga tanah di wilayah itu sempat lebih murah dari harga langsat.
Desa Kale Komara terletak di antara dua bukit yang tinggi. Rumah-rumah warga di desa ini banyak dibangun pada lereng-lereng bukit tersebut.
Kondisi letak geografis Desa Kale Komara tersebut lalu membuatnya dilirik pemerintah pusat untuk pembangunan bendungan. Jika sudah beroperasi, bendungan tersebut ke depannya disebut akan memberi manfaat terhadap pengendalian banjir, pembangkit listrik tenaga air (PLTA), penyediaan air baku bagi warga Takalar, hingga pariwisata karena bendungan ini disebut-sebut akan menjadi bendungan tercantik di Sulsel.
Kepala dusun setempat, Abdul Salam (50), mengungkap bendungan Pammukkulu ini menggunakan total luas lahan 647 hektare. Pembangunan bendungan ini disebut mulai diancang-ancang pada tahun 2000-an.
"Kalau awal mulanya itu sejak tahun 2000-an, zaman (Bupati) Ibrahim Rewa itu mulai diancang-ancang," jelas Abdul Salam saat berbincang, Jumat (21/5).
Kepastian kelanjutan proyek tersebut, kata Salam, juga diteruskan oleh bupati selanjutnya, yakni Burhanuddin Baharuddin hingga Syamsari Kitta. Selanjutnya kontrak pembangunan bendungan tersebut dimulai pada 2017 dan diikuti proses pembebasan lahan pada tahun-tahun berikutnya.
Namun pembebasan lahan bendungan ini menyisakan cerita tersendiri bagi warga. Berikut 5 kisahnya:
1. Borong Mobil hingga truk
Warga dari Desa Kale Komara di Kabupaten Takalar ramai jadi perbincangan setelah memborong sejumlah mobil. Sejumlah warga sebelumnya menerima ganti rugi lahan proyek bendungan.
"Puluhan orang kalau yang beli mobil, ada sekitar 20. Tapi ada juga yang beli mobil besar, mobil tongkang," ujar salah seorang warga Kale Komara, Parawansa, kepada wartawan, Rabu (19/5).
Parawansa menyebut dia dan warga lainnya pada bulan puasa lalu menerima uang ganti rugi lahan untuk pembangunan Bendungan Pammukkulu milik pemerintah.
Kepala dusun setempat, Abdul Salam (50), membenarkan hasil ganti rugi lahan tersebut kemudian banyak digunakan warga untuk memborong kendaraan. Disebut ada ratusan unit motor dan puluhan unit mobil berbagai merek yang langsung diborong warga tak lama setelah uang ganti rugi lahan mereka terima.
"Oh iya, mungkin sempat viral itu. Banyak yang beli motor, ada juga yang beli mobil. Ada beli Rush, Fortuner 2, Kijang Innova, Avanza Veloz, Corolla Cross, pokoknya macam-macam, ada yang beli pikap, ada juga tongkang, macam-macam," kata Abdul saat berbincang.
"Lebih banyak lagi kalau motor, lebih seratus unit. Ada beli dua, tiga, tergantung jumlah keluarganya. Kalau tidak ada motornya, dia belikan. Kebetulan ada uangnya," sambung Abdul.
2. Ada yang Terima Rp 10 Miliar
Sekitar 400 warga Desa Kale Komara, mendadak jadi orang kaya baru (OKB). Besaran ganti rugi warga bernilai ratusan juta rupiah hingga Rp 10 miliar.
"Ada (dapat Rp 10 miliar). Haji Rahman. Memang banyak lahannya dia. (Warga lainnya) ada yang Rp 2 miliar, ada Rp 3 miliar, ada hampir Rp 4 miliar. Ada juga Rp 1 miliar lebih," kata kepala dusun setempat, Abdul Salam (50).
Hasil ganti rugi lahan tersebut kemudian banyak digunakan warga untuk memborong kendaraan. Disebut ada ratusan unit motor dan puluhan unit mobil berbagai merek yang langsung diborong warga tak lama setelah uang ganti rugi lahan mereka terima.
Tak hanya membeli mobil, banyak warga lainnya juga menggunakan uang hasil ganti rugi lahan mereka untuk kepentingan investasi.
"Kemarin bagi-bagi THR, dia juga beli tanah dulu untuk menggantikan tanahnya. Dan sebagian di deposito di bank. Jadi beli sawah di luar dari daerah situ yang tidak tenggelam, karena tidak bisa berkebun lagi di kampung karena ada bendungan," salah seorang warga Kale Komara, Parawansa, kepada wartawan.
3. Tanah Sempat Lebih Murah dari Langsat
Cerita desa mendadak miliarder karena proyek bendungan Pammukkulu di Takalar, Sulawesi Selatan (Sulsel), tidak langsung terdengar indah karena tanah di desa ini sempat dihargai Rp 3.000 per meter. Warga pun membandingkannya harga langsat yang lebih mahal.
"Murah, lebih mahal harga langsat (per kilogram) itu hari," ujar warga bernama Nurni Daeng Nai (50).
Sebagai perbandingan, kata Nurnia, harga lahan warga saat itu kalah dengan harga buah langsat di Kabupaten Takalar, yang saat itu menyentuh angka Rp 5.000 per kilogram.
Murahnya harga tanah pada pembebasan tahap pertama membuat warga tidak henti-hentinya melakukan aksi demonstrasi. Penolakan harga yang tak rasional itu dilakukan pada tingkat kabupaten, provinsi, hingga ke pusat.
"Saya sendiri ke (Kementerian) PUPR itu hari, berapa orang kami itu. Saya sendiri perempuan protes harga lahan," katanya.
4. Diserbu Marketing
Tim marketing dealer kendaraan langsung menyerbu setelah warga menerima biaya ganti rugi lahan tersebut.
Pantauan wartawan, puluhan orang dari tim marketing datang ke desa itu. Para tenaga marketing kemudian mendatangi kantor desa setempat untuk mengetahui siapa saja warga yang mendadak miliarder sehingga mereka segera membawa brosur ke rumah-rumah warga yang dimaksud.
"Sejak beberapa hari terakhir ramai memang (kedatangan tim marketing)," ujar warga desa, Jalaluddin.
Khusus untuk para tim marketing mobil, mereka datang dengan membawa mobil keluaran terbaru sebagai alat untuk promosi kepada warga. Terkait kedatangan tim marketing tersebut, Jalaluddin mengaku bisa menerima 4-5 brosur setiap hari.
"Kayak ini saja bisa 4-5 brosur mobil saya terima. Sekarang tambah juga brosur rumah dari Makassar, untuk investasi katanya," jelas Jalaluddin.
Sementara itu, seorang tenaga marketing perumahan, Akbar, mengaku dia dan sejumlah rekannya sengaja ditugasi perusahaan mereka di Makassar untuk menawarkan pembelian rumah kepada warga.
"Sejak desa ini ramai diberitakan karena mendadak jadi miliarder, kami sengaja dari Makassar untuk memasarkan beberapa perumahan yang perusahaan kami punya," kata Akbar saat ditemui terpisah.
5. Seruan Tak Biasa dari Toa Masjid
Warga yang mendadak menjadi miliarder, mendapat seruan tak biasa lewat Toa masjid setelah menerima ganti rugi. Warga diingatkan sejumlah hal penting.
Seruan lewat Toa masjid tersebut dilakukan saat warga datang untuk melaksanakan ibadah salat Jumat (21/5). Pertama, warga diingatkan agar uang hasil ganti rugi lahan mereka sebagian dipakai untuk membayar pajak tanah.
"Karena kita semua sudah dalam kondisi keuangan yang baik, maka marilah kita tidak lupa dengan kewajiban kita untuk segera bayar pajak tanah," terdengar seruan untuk warga.
Seruan membayar pajak tanah tersebut bahkan disampaikan secara berulang-ulang. Warga terlihat menyimak dengan cukup baik sambil tersenyum.
Seruan selanjutnya kembali terdengar. Warga diingatkan terus berhati-hati. Warga diminta tak mudah tergoda oleh tawaran mobil atau barang-barang lain dari orang tak dikenal.
"Karena Bapak-bapak sudah terima uang ganti lahan dan sekarang di kampung kita banyak orang-orang datang menawarkan mobil, motor, rumah," ujar seruan tersebut.
"Oleh sebab itu, kita ingatkan kepada Bapak-bapak semua agar tetap berhati-hati. Jangan sampai Bapak-bapak semua jadi korban penipuan dari orang-orang yang tidak Bapak kenal, yang tidak bertanggung jawab," ujarnya. (detikcom/a)