Kamis, 24 April 2025
Presiden Terbitkan Perpres Investasi Miras dan Anggur di 4 Provinsi

Komunitas Religi dan Kultur Batak Perlu Dispensasi untuk Lapangan Kerja

Redaksi - Selasa, 02 Maret 2021 08:52 WIB
668 view
Komunitas Religi dan Kultur Batak Perlu Dispensasi untuk Lapangan Kerja
Foto Dok
Ir Raya Timbul Manurung MSc
Medan (SIB)
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, yang membuka kembali kran investasi di bidang industri minuman beralkohol atau minuman keras (miras) dan minuman sejenis yang terbuat dari anggur atau bahan sejenis lainnya.

Hanya saja, Perpres yang sebenarnya sudah diteken Presiden Jokowi pada 2 Februari lalu sebagai salah satu pelaksanaan UU Nomor 11 Ciptaker, hanya berlaku di empat daerah, yaitu Provinsi, Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Provinsi Papua.Untuk investasi daerah lainnya harus dengan rekomendasi gubernur dan Badan Kordinasi Penanaman Modal (BKPM).

"Terlepas dari pro-kontra yang muncul di sejumlah kalangan masyarakat, Perpres ini perlu kebijakan lanjut berupa dispensasi kepada daerah lain yang butuh produk minuman beralkohol dan anggur sebagai konsumsi sosial yang rutin, seperti di daerah Batak-Tapanuli. Selain itu, aspek sosial ekonomi untuk menciptakan lapangan kerja juga harus jadi pertimbangan legalitas, misalnya untuk usaha penyulingan nira di Karo dan Nias, produksi minuman sari-ragi mangga di Samosir, dan minuman beragi dari tape-ubi di sejumlah daerah di Sumut," ujar Ir Raya Timbul Manurung MSc, pengurus Badan Pariwisata Daerah (Bawisda)Sumatera Utara, kepada SIB di Medan (1/3).

Melalui hubungan seluler dan rilis WA, senioren gereja HKBP Pabriktenun Medan itu juga menegaskan beberapa daerah kabupaten di Indonesia seperti di Sumut seharusnya juga bebas investasi minuman beralkohol (miras) atau anggur tersebut, dengan pertimbangan aspek kultur dan komunitas konsumen resistensi masyarakat dari pandangan agama dalam kehidupan religi-sosial, tanpa harus berasumsi sebagai kebebasan untuk mabuk atau penyalahgunaan produk.

Dia mencontohkan komunitas masyarakat Batak-Toba di daerah Tapanuli yang selama ini rutin mengkonsumsi minuman soda dan minuman beralkohol seperti tuak atau bir dalam setiap acara adat yang diselenggarakan di desa-desa maupun di kota. Soalnya, ujar Raya Timbul, tradisi minum tuak atau sejenis miras lainnya dalam masyarakat Batak bukan untuk gagah-gagahan atau hura-hura, melainkan sudah menjadi simbol adat dan tanda hormat kepada orang tua atau pihak sesepuh. Misalnya, untuk kelengkapan menu kuliner adat dalam pembagian daging (jambar) pada acara ritual budaya yang disebut Saurmatua atau Sarimatua, juga untuk sajian menu kehormatan (sipanganon) kepada pihak dituakan seperti paman atau mertua (tulang, hula-hula dan simatua).

"Selain peluang ekonomi untuk membuka lapangan kerja, kebijakan investasi miras ini juga akan mengakomodir kebutuhan sosial karena minum tuak bagi masyarakat Batak sudah menjadi tradisi. Jadi, konsumsinya selalu terbatas pada pesta adat atau acara tertentu. Jadi, dispensasi atau kebijakan lanjutnya bukan hanya untuk konsumen di kalangan komunitas kultur, tapi juga untuk komunitas religi tertentu seperti gereja-gereja yang rutin wajib menyediakan minuman anggur dalam ibadah ritual perjamuan kudus atau sakramen sejenisnya," katanya serius.

Lagi pula, tambah pakar (kordinator) jasa investasi di Badan Kerasama Regional IMT-GT itu, Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang investasi miras dan anggur itu mengharuskan para pelaku bisnis ataun investor minuman beralkohol memperhatikan aspek budaya dan kearifan lokal daerah setempat. Itu mengisyaratkan bahwa sejetinya tidak hanya daerah provinsi yang harus menikmati peluang investasi, tapi juga daerah kabupaten dengan komunitas konsumsi khas.

Sebelumnya, sektor bisnis miras dan anggur atau aneka produk minuman yang mengandung alkohol seperti bir, sampanye dan lainnya, masuk dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) di Indonesia. Namun, di pasaran justru beredar luas produk bir dan minuman sejenisnya atas investasi perusahaan bir (botol besar dan kemasan kaleng) seperti PT Delta Djakarta Tbk yang join saham dengan Pemda Provinsi DKI Jakarta, dan PT Multi Bintang Indonesia (MBI) Tbk yang memproduksi bir merek 'Hei*eken atau bir 'B'. (A05/c)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru