Jakarta (SIB)
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan kekecewaannya terkait data milik Kemenkes untuk program vaksinasi Covid-19. Budi kapok akan data Kemenkes dan memilih memakai data dari KPU.
Awalnya, Budi menceritakan dirinya diyakinkan bahwa sejumlah rumah sakit dan puskesmas mampu menampung masyarakat untuk penyuntikan vaksin Corona. Namun faktanya, tidak semua bisa menampung.
"Saya nggak mau dua kali ketipu, ini dibilang secara agregat cukup, jumlah puskesmas sama rumah sakit buat nyuntik, rumah sakit pemerintah saja, nggak usah ngelibatin pemda, swasta, cukup. Aku kapok kan. Aku bisa nggak, aku nggak percaya data nasional," ujar Budi dalam diskusi virtual di channel YouTube PRMN SuCi.
Budi kemudian melihat secara rinci. Dan, untuk di Bandung pun sejumlah puskesmas dan rumah sakit penuh.
"Aku melihat granularity nggak sampai provinsi sampai kabupaten/kodya, aku lihat semua. Ternyata nggak sih. Itu 60 persen nggak cukup karena Bandung penuh rumah sakit sama puskesmas, nyuntik bisa. Begitu di Puncak Jaya, di mana Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, baru 3 ribu hari baru selesai, 8 tahun baru selesai," ucapnya.
Untuk itu, ke depan Budi akan memperbaiki dari sisi strategi vaksinasi, kemudian logistik vaksin, dan pengadaan vaksin. Dia mengatakan tak akan lagi menggunakan data Kemenkes dan lebih memilih data dari KPU, yang baru saja menggelar pilkada serentak.
"Karena fasilitasnya nggak ada. Jadi sekarang saya sudah lihat baik kabupaten/kodya nanti saya akan perbaiki strategi vaksinasinya. Ada pengadaan vaksin, logistik vaksin dan strategi vaksinasi. Datanya juga supaya nggak salah gimana, sudah kapok saya nggak mau lagi pakai datanya Kemenkes, di-crossing-crossing, Dukcapil. Aku ambil datanya KPU, KPU sudahlah kita ambil, KPU manual itu. Kemarin baru pemilihan Jawa Barat, banyak pemilihan kayaknya itu yang paling current, jadi ambil data KPU base-nya untuk rakyat di atas 17 tahun," ujarnya.
Pusing
Budi Gunadi mengaku sempat pusing dengan beberapa masalah menyangkut vaksinasi corona. Ia bahkan menyebut 15 persen vaksinasi ke tenaga kesehatan (nakes) batal karena masalah kesehatan.
"15 persen batal atau tertunda. Janjinya aku mau share ke gubernur tapi masih cari waktu yang pas. Isunya adalah 15 persen tertunda atau ditolak vaksinasi saat skrining," kata Budi.
"Kenapa? yang komorbid kecil 4 persen. Tapi 11 persen itu karena darah tinggi," imbuhnya.
Ia pun merasa hal ini segera diatasi. Sebab, target 1,48 juta nakes divaksin sampai Februari harus dicapai.
"Jadi orang Indonesia itu nggak sehat. Nakesnya aja tuh yang sudah dateng, nggak bisa divaksin. Karena pas dateng darah tinggi," ungkap dia.
"Entah deg-degan pas dateng mau divaksin atau karena apa tuh. Jadi aku pusing dan mesti diberesin," imbuhnya.
Selain soal ini, faktor distribusi juga menjadi penting. 5 hari proses berjalan, vaksinasi baru dilakukan ke sekitar 70 ribu nakes membuktikan bahwa ada persoalan juga di sini.
Menurut Budi, permasalahan cold chain menjadi pangkalnya. Banyak daerah yang tidak siap menampung vaksin yang sudah didistribusikan sehingga vaksin balik ke pusat. (detikcom/d)
Sumber
: Hariansib edisi cetak