Washington DC (SIB)
Para politikus Partai Demokrat yang tergabung dalam House of Representatives (HOR) atau DPR Amerika Serikat (AS) berencana melakukan voting demi mendesak Wakil Presiden AS, Mike Pence, agar mengambil langkah mencopot Presiden Donald Trump dari jabatannya.
Jika desakan terhadap Pence tidak berhasil, maka Partai Demokrat akan mengupayakan pemakzulan kedua untuk Trump terkait tuduhan menghasut para pendukungnya yang menyerbu Gedung Capitol AS pada 6 Januari lalu dan memicu kerusuhan. Demikian seperti dilansir Reuters, Senin (11/1).
Rencana itu diungkapkan oleh Ketua DPR AS, Nancy Pelosi, dari Partai Demokrat dalam surat kepada para anggota DPR AS pada Minggu (10/1) malam waktu setempat. Meski masa jabatan Trump tinggal 10 hari, para anggota parlemen AS diketahui sedang mempertimbangkan langkah tegas untuk menindaknya.
Sedikitnya lima orang, termasuk satu polisi, tewas dalam kerusuhan di Gedung Capitol AS. Trump memuji dan menyemangati para pendukungnya sebelum mereka menyerbu dan memicu kerusuhan di dalam Gedung Capitol yang saat itu sedang menggelar sidang pengesahan kemenangan Presiden terpilih AS, Joe Biden, dalam pilpres 2020. Akibat serbuan itu, para anggota parlemen AS harus dievakuasi dan bersembunyi di tempat aman.
Dalam suratnya, Pelosi mengumumkan bahwa pimpinan DPR AS yang didominasi Partai Demokrat akan berupaya meloloskan resolusi, melalui voting pada Senin (11/1) waktu AS, yang menyerukan Pence agar mengaktifkan Amandemen ke-25 Konstitusi AS untuk menyatakan Trump tidak mampu memenuhi tugas jabatannya. Jika Pence tidak merespons, maka Partai Demokrat akan melanjutkan proses pemakzulan terhadap Trump untuk kedua kalinya.
Diketahui bahwa Trump dimakzulkan oleh DPR AS terkait dugaan penyalahgunaan wewenang terhadap Ukraina tahun 2019 lalu, namun pemakzulan dibatalkan oleh Senat AS yang saat itu didominasi Partai Republik. "Dalam melindungi Konstitusi dan demokrasi kita, kita akan bertindak dengan segera, karena Presiden ini menjadi ancaman serius untuk kedua hal tersebut," tegas Pelosi dalam suratnya, merujuk pada Trump. "Seiring berjalannya waktu, kengerian dari serangan yang terus berkelanjutan terhadap demokrasi kita yang dilakukan oleh Presiden ini semakin intensif dan begitu juga kebutuhan untuk segera bertindak," cetusnya.
Beberapa ajudan pemimpin DPR AS dari Partai Republik, Kevin McCarthy, belum memberikan tanggapannya. Pada Jumat (8/1) lalu, McCarthy menolak gagasan memakzulkan Trump dengan alasan itu hanya memperdalam perpecahan di AS. Namun diketahui bahwa sejumlah politikus Republikan lainnya mendukung pencopotan Trump.
Sedikitnya ada dua Senator Republikan yang terang-terangan menyuarakan dukungan terhadap gagasan pencopotan Trump segera. Salah satunya Senator Pat Tomey, yang sebelumnya menjadi pendukung kuat Trump, yang menuturkan kepada NBC bahwa pengunduran diri Trump “sesegera mungkin†akan menjadi yang terbaik bagi AS. Sedangkan Senator Lisa Murkowski menjadi Senator Republikan pertama yang menyerukan Trump harus mengundurkan diri segera. Senator Republikan lainnya, Ben Sasse, menyatakan dirinya “pasti akan mempertimbangkan pemakzulanâ€.
Upaya pemakzulan kedua untuk Trump semakin mencuat beberapa waktu terakhir. Anggota DPR AS, David Cicilline, yang memimpin upaya penyusunan draf pemakzulan Trump terkait tuduhan menghasut pemberontakan, menuturkan pada Minggu (10/1) waktu setempat bahwa dirinya mendapatkan lebih dari 200 dukungan sejauh ini.
Jika pemakzulan diloloskan oleh DPR AS, maka akan dilanjutkan ke Senat AS untuk disidangkan -- dengan para Senator AS bertindak sebagai juri pengadilan untuk menyatakan Trump bersalah atau tidak atas tuduhan yang dijeratkan. Dibutuhkan dukungan dua pertiga dari total 100 Senator AS untuk bisa menyatakan Trump bersalah dan dimakzulkan.
Meskipun proses pemakzulan akan berlangsung lama, para pakar yang dikutip Reuters menyatakan proses itu akan bisa dilanjutkan meski Trump tidak lagi menjabat sebab ada konsekuensi di mana Trump akan didiskualifikasi dari jabatan publik di masa mendatang. Atau dengan kata lain, jika resmi dimakzulkan, maka Trump akan dilarang untuk memegang jabatan publik ke depan, termasuk untuk mencalonkan diri dalam pilpres 2024 mendatang.
Beraksi Lagi
Sementara itu, para pendukung Presiden Donald Trump bersumpah akan kembali beraksi ke Washington saat pelantikan Presiden terpilih Joe Biden pada 20 Januari. Massa akan digerakkan menggunakan platform online.
Dilansir NBC News, Senin (11/1) ancaman aksi ekstremis sayap kanan usai kerusuhan di gedung Capitol AS pada Rabu (6/1) itu, muncul di platform Parler. Platform populer ini sering memposting tentang QAnon, dan dilacak oleh Anti-Defamation League. QAnon adalah suatu teori konspirasi sayap kanan yang menyatakan bahwa terdapat rencana rahasia yang dilakukan oleh "negara rahasia" terhadap Presiden AS Donald Trump dan para pendukungnya.
"Banyak dari Kami akan kembali pada 19 Januari 2021, membawa senjata Kami, untuk mendukung tekad bangsa kami, yang tidak akan pernah dilupakan dunia!!! Kami akan datang dalam jumlah yang tidak dapat ditandingi oleh tentara atau agen polisi," tulis pengguna Parler.
Parler, ruang obrolan Telegram, dan platform TheDonald.win semuanya digunakan untuk merencanakan dan mengoordinasikan unjuk rasa 6 Januari lalu yang berubah menjadi kerusuhan. Ancaman tersebut secara eksplisit menyatakan niat mereka untuk "menduduki" Capitol. Ahli teori konspirasi QAnon dan orang-orang yang terkait dengan kelompok milisi terlihat jelas di kerumunan hari Rabu (6/1) lalu.
"Putaran 2 pada 20 Januari. Kali ini tidak ada ampun. Saya bahkan tidak peduli tentang menjaga kekuasaan Trump. Saya peduli dengan perang," demikian unggahan anonim di platform TheDonald.win.
Aparat penegak hukum berupaya untuk mengidentifikasi mereka yang masuk ke gedung Capitol, dan khawatir tentang pelantikan Biden sebagai target lain. "Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa ekstremis brutal menjadi berani dengan pelanggaran Capitol, yang berarti waktu terus berdetak untuk menghapus hasutan paling berpengaruh dari kekerasan sebelum mereka bertindak lagi," kata Frank Figliuzzi, mantan asisten direktur FBI dan analis keamanan.
Penegakan hukum federal dan lokal sejauh ini telah menangkap puluhan orang yang berhubungan dengan kerusuhan di Capitol dan pelanggaran aturan jam malam setelahnya. Secret Service, yang merupakan pasukan pengamanan pelantikan Biden, tidak dapat segera dihubungi untuk dimintai komentar.
Megan Squire, profesor ilmu komputer di Elon University dan rekan senior di Southern Poverty Law Center yang memantau ekstremisme online, mengatakan bahwa dia khawatir karena Presiden Donald Trump tidak akan hadir pada pelantikan, para ekstremis akan fokus pada Biden.
"Pada 6 Januari energi mereka terfokus pada Kongres. Pada tanggal 20, energi mereka akan difokuskan pada Biden. Itu mengkhawatirkan, terutama karena mereka tidak menyesal atau malu. Saat ini kelihatannya tidak bagus," katanya. (Rtr/NBC News/dtc/c)
Sumber
: Hariansib edisi cetak