Jakarta (SIB)
Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti melakukan rapat konsultasi bersama Wapres Ma'ruf Amin selaku Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), Kamis (3/12). Dalam rapat tersebut, LaNyalla melaporkan sejumlah wilayah yang dinilai DPD layak untuk menjadi provinsi, selain Papua.
“Pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih atas waktu yang diberikan Bapak Wakil Presiden yang juga sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) dalam rapat konsultasi hari ini," ujar LaNyalla dalam rapat konsultasi bersama Wapres KH Ma'ruf Amin di Istana Wapres, Jakarta.
Menurut LaNyalla, dari kajian dan aspirasi yang diterima DPD, empat provinsi baru yang layak mendapat perhatian pemerintah. Yaitu Provinsi Kapuas Raya di Kalimantan Barat, Provinsi Bolaang Mongondow Raya di Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Tapanuli Raya di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Madura di Provinsi Jawa Timur.
Senator asal Dapil Jawa Timur ini merinci mengenai faktor-faktor yang memicu pemekaran di banyak daerah. LaNyalla menyebut di antaranya kesenjangan kesejahteraan, mendekatkan pelayanan publik, meraih dan mendistribusikan kekuatan politik, dan faktor perbedaan sosial dan budaya.
“Kami memahami bahwa membentuk DOB berarti menambah biaya untuk kepala daerah dan wakilnya, DPRD, Organisasi Perangkat daerah (OPD), serta biaya untuk gaji, operasional kantor, peralatan dan gedung," ujarnya.
"Sebagian besar DOB, PAD-nya habis bahkan tak cukup untuk membiayai organisasi baru itu, apalagi untuk belanja infrastruktur, pelayanan pendidikan, kesehatan, pengairan dan lain-lain untuk produksi ekonomi. Jika yang menikmati hanya elit bukan rakyat, tentu itu bukan tujuan DOB," kata LaNyalla.
Oleh karena itu, mantan Ketum PSSI ini mengatakan, pemekaran wilayah harus dilakukan secara selektif. Menurut LaNyalla, pemekaran wilayah harus berdasarkan kebutuhan teknis manajerial untuk peningkatan pelayanan dan percepatan pembangunan.
"Sejalan dengan hal tersebut, bila kita melihat dari aspek geografis dari Sabang hingga Merauke, sudah sepatutnya kita bisa memetakan berapa sebenarnya jumlah Provinsi yang cocok dengan luasnya cakupan wilayah Indonesia saat ini, apakah bisa kita petakan misalnya 45 provinsi," tambahnya.
LaNyalla menilai pembahasan dan perumusan bersama soal Penataan Daerah dan Desain Besar Penataan daerah (Desartada) perlu dilakukan. Ini sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa akan diterbitkan aturan pelaksanaanya dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
Selain Ma'ruf Amin, rapat ini juga dihadiri Mendagri Tito Karnavian. Rapat pun diikuti Pimpinan Komite I DPD RI Fachrul Razi dan Djafar Alkatiri. Serta Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin.
Masih Moratorium
Sementara itu, Wakil Presiden Ma'ruf Amin menegaskan bahwa hingga saat ini, pemerintah masih moratorium atau menunda sementara usulan pemekaran daerah.
“Kebijakan Pemerintah terkait usulan pemekaran daerah masih dilakukan penundaan sementara, moratorium,†ujar Ma'ruf, dikutip dari siaran pers, Jumat (4/12).
Ma'ruf mengatakan, ada beberapa alasan mengapa pemerintah masih melakukan moratorium terhadap rencana pemekaran wilayah. Antara lain terkait dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dihasilkan oleh daerah otonomi baru (DOB) masih rendah.
Selain itu, kemampuan keuangan negara juga belum memungkinkan untuk menopang seluruh operasional yang dilakukan oleh DOB. “Terutama karena masih diperlukannya pembiayaan prioritas-prioritas pembangunan nasional yang bersifat strategis seperti infrastruktur, pendidikan, kesehatan, dan sumber daya manusia," kata dia.
Terlebih, ujar Ma'ruf, kondisi kebijakan fiskal nasional saat ini sedang difokuskan untuk penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional yang terdampak karenanya.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah sedang melakukan analisis menyeluruh terkait dampak dan kebutuhan anggaran daerah persiapan. "Pemerintah melakukan optimalisasi kebijakan yang bersentuhan dengan masyarakat sebagai bagian dari alternatif dan solusi masalah dari pemerintahan daerah sebelum pemekaran," kata dia.
Di antaranya dengan melakukan pemberian dana desa dalam anggaran pendapatan belanja negara (APBN) 2020 sebesar Rp 71,2 triliun dan dalam Rancangan APBN 2021 sebesar Rp 72 triliun. Termasuk program pencegahan stunting, jaminan sosial, dan perlindungan sosial lainnya.
Apabila nantinya pemerintah mencabut kebijakan moratorium, kata Ma'ruf, maka pembentukan DOB harus dilakukan secara terbatas. Namun tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara dan evaluasi pembentukan daerah sebelumnya. Adapun saat ini Indonesia memiliki 223 DOB.
Berdasarkan hasil evaluasi pemerintah dan laporan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) tahun 2019, sumber pendapatan sebagian besar DOB tersebut masih tergantung pada APBN dan belum mampu mandiri. (Republika/Kps/c)
Sumber
: Harian SIB Edisi Cetak