Minggu, 23 Februari 2025

Indonesia Masuk Daftar Negara Paling Rawan Cyber Crime

* Serangan Siber Makin Marak, Kominfo Yakinkan RUU PDP Krusial
Redaksi - Selasa, 10 November 2020 11:35 WIB
613 view
Indonesia Masuk Daftar Negara Paling Rawan Cyber Crime
Foto: internet
Ilustrasi
Jakarta (SIB)
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Sugeng menyebutkan, berdasarkan laporan Financial Services Information Sharing and Analysis Center (FS-ISAC), Indonesia termasuk dalam daftar 10 negara di dunia yang rentan kejahatan teknologi informasi di dunia maya atau cyber crime. Laporan FS-ISAC itu dirilis pada kuartal II-2020, di mana Indonesia menduduki peringkat ke-9.

"Indonesia sendiri sangat rentan terhadap serangan cyber, dari publikasi Financial Service Information Sharing and Analysis Center yang dilakukan pada kuartal II tahun ini, menyebutkan bahwa Indonesia masuk ke dalam 10 besar, kita peringkat 9 negara yang rentan akan serangan cyber, tentu ini jadi perhatian kita bagaimana membuat proteksi di sini," jelas Sugeng dalam peluncuran virtual Indonesia Fintech Society (IFSoc), Senin (9/11).

Khususnya bagi BI, hal ini jadi memperkuat alasan mengapa ketentuan layanan keuangan digital harus ditetapkan sebaik mungkin.

"Perhatian akan diberikan lebih kepada aspek cyber risk, kemudian proteksi data, tindak pidana pencucian uang dan perlindungan konsumen, serta risiko operasional," ujar dia.

Hal itu harus dilakukan seiring dengan meningkatnya layanan digital di perbankan, terutama di saat pandemi virus Corona (Covid-19) ini.

"Kondisi sudah mulai berubah, bank-bank sudah mulai menyadari pentingnya ke depan era digital, sehingga mereka melakukan penguatan di sisi digital," tutur dia.

Selain di sisi perbankan, era digital ini juga melahirkan maraknya penggunaan layanan pembayaran digital dari luar negeri. Hal ini terjadi karena teknologi digital punya sifat tak terbatas atau borderless.

"Tantangan yang merupakan ciri khas teknologi digital itu sendiri adalah sifatnya yang borderless. Tentu ini harus mengantisipasi banjir produk impor, serta maraknya penggunaan layanan pembayaran dari luar negeri, tentu ini menjadi concern ke depan," tutup Sugeng.

Makin Marak
Terpisah Kementerian Komunikasi dan Informatika menilai kebutuhan akan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) makin urgensi di tengah pandemi Covid-19.

Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika, Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Mariam F Barata mengatakan, saat ini pemerintah tengah mengupayakan agar payung hukum dapat segera hadir untuk melindungi masyarakat dari praktik penyalahgunaan data pribadi.

“RUU PDP makin diperlukan seiring dengan penetrasi pengguna internet yang menginjak angka 171,17 juta jiwa atau 64,8 persen dari total populasi penduduk Indonesia. Belakangan ini, baik di dalam maupun di luar negeri telah terjadi banyak kasus pelanggaran data pribadi yang memberikan dampak kerugian yang signifikan bagi masyarakat,” ujarnya lewat diskusi virtual, Senin (9/11).

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa terdapat beberapa prinsip yang tertuang dari RUU perlindungan data pribadi tersebut, seperti pengumpulan data akan dilakukan secara terbatas dan spesifik, sah secara hukum, patut dan transparan.

“Selain itu, UU ini akan menjamin hak pemilik data pribadi, akurat, lengkap, tidak menyesatkan, mutakhir,” katanya.

Selain itu, dia mengatakan terdapat syarat sah dari pemrosesan data pribadi seperti harus memiliki persetujuan pemilik data dan dapat memenuhi kewajiban perjanjian, dalam hal pemilik data pribadi merupakan salah satu pihak atau memenuhi permintaan pemilik data pribadi saat melakukan perjanjian.

Adapun, dia mengatakan alur penanganan kebocoran data pribadi yang dilakukan oleh Kominfo.

“Pertama, pengendali data pribadi mengirimkan formulir laporan dugaan kebocoran data pribadi. Setelah itu, Kominfo akan melakukan analisa terhadap hasil pengisian formulir laporan tersebut,” katanya.

Dia pun melanjutkan bahwa bila hasilnya sudah diterima dan memang adanya kebocoran data pada pengguna, maka akan ada panggilan kepada pengendali data pribadi untuk menjelaskan dan menyampaikan regulasi yang harus dipenuhi.

Selanjutnya, Kominfo akan mengidentifikasi pelanggaran yang terjadi terhadap peraturan yang ada. Kemudian, setelah itu mereka akan menetapkan sanksi administratif dan rekomendasi kepada pengendali data pribadi.

“Bila hasil investigasi terdapat unsur pidana akan diserahkan kepada Aparat Penegak Hukum [APH]. Namun, Kominfo tetap melakukan monitoring dan evaluasi terhadap hasil perbaikan yang dilakukan oleh pengendali data pribadi,” ujar Mariam. (detikFinance/Bisnis/d)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru