Jakarta (SIB)
PDIP mengungkap alasan tidak mengusung eks kadernya, Akhyar Nasution, yang saat ini menjabat sebagai Plt Wali Kota Medan di pilkada. PDIP menyebut Akhyar, yang saat ini telah dipecat dari keanggotaan partai, berambisi mencalonkan dirinya ke partai lain.
"Di Kota Medan, karena pemilu ini merupakan ujian juga bagi anggota-anggota partai, dan partai memiliki mekanisme, partai memiliki disiplin. Ketika Saudara Akhyar itu mencalonkan diri secara aktif melalui partai lain, Partai Keadilan Sejahtera, berdasarkan informasi yang kami terima dari Pak Djarot, dan Partai Demokrat, maka partai menegakkan disiplin," kata Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dalam konferensi pers virtual, Selasa (11/8).
Alasan lain PDIP tak mengusung Akhyar, yang merupakan petahana di Kota Medan, adalah adanya indikasi Akhyar tersangkut kasus hukum. Hasto menegaskan PDIP tidak akan mencalonkan seseorang yang berpotensi terjerat kasus hukum.
"Bahwa berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Pak Djarot Saiful Hidayat selaku Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Sumatera Utara, PDI Perjuangan melihat bahwa ada dugaan berkaitan dengan persoalan-persoalan yang membuat yang bersangkutan tidak bisa dicalonkan oleh PDI Perjuangan. Selain karena ambisi kekuasaan, ada indikasi dugaan berkaitan dengan faktor hukum tersebut," ujar Hasto.
"Karena itulah, partai memegang komitmen untuk tidak pernah mencalonkan mereka yang punya potensi terkait dengan persoalan-persoalan hukum. Apalagi kita lihat saat itu di Kota Medan juga ada suatu operasi tangkap tangan yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi," lanjut dia.
Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri sebelumnya menyinggung para kepala daerah di Sumatera Utara yang terjerat korupsi. Hal itu disebut Hasto menjadi perhatian partainya agar para calon kepala daerah tidak terjerumus dalam kasus yang sama.
"Di Kota Medan, bahkan di pemerintahan Provinsi Sumatera Utara, kami sangat prihatin, melihat beberapa gubernur sebelumnya terkena persoalan korupsi tersebut, demikian pula di Kota Medan. Karena itulah, Ibu Megawati Soekarnoputri untuk sekian kalinya mengingatkan kepada calon kepala daerah agar tidak menyalahgunakan kekuasaan untuk korupsi tersebut," tegasnya.
Alasan PDIP Duetkan Bobby
PDIP resmi mengusung menantu Presiden Joko Widodo (Jokowi), Bobby Nasution, di Pilkada 2020. Bobby akan berpasangan dengan kader Partai Gerindra Aulia Rachman untuk merebut kursi wali kota dan wakil wali kota Medan. Apa alasan PDIP mengusung keduanya?
Hasto Kristiyanto menjelaskan Bobby aktif mempersiapkan dirinya sebagai calon kepala daerah. Bahkan, Bobby disebutnya juga 'berguru' kepada kepala daerah dari PDIP dan aktif berdiskusi dengan mereka.
"Dan akhirnya kita juga tahu bagaimana Mas Bobby Nasution secara proaktif melakukan upaya untuk datang ke kantor partai, yang kemudian menegaskan menjadi bagian dari anggota PDI Perjuangan. Mengapa Mas Bobby? Karena Mas Bobby juga ternyata diam-diam telah mempersiapkan diri, di mana Mas Bobby pernah belajar secara khusus ke Banyuwangi untuk mempelajari dan studi banding bagaimana kepemimpinan dari Bapak Abdullah Azwar Anas," kata Hasto.
"Juga sangat aktif di dalam mengikuti diskusi-diskusi yang disampaikan oleh kepala-kepala daerah dari PDI Perjuangan, sehingga proses penyiapan secara pribadi juga dilakukan. Dan partai akan mempersiapkan seluruh calon tersebut melalui sekolah para calon kepala daerah," imbuhnya.
Sementara itu, pasangan Bobby, Aulia Rachman, disebut Hasto sebagai sosok muda yang berpengalaman. Menurut Hasto, diusungnya Bobby bersama Aulia yang merupakan kader Partai Gerindra adalah komitmen PDIP membangun kerja sama antar partai politik.
"Mengapa sebagai wakil adalah Pak Aulia Rachman? Ini adalah sosok muda, punya pengalaman sebagai anggota DPRD di Kota Medan, sehingga juga sangat memahami bagaimana kehendak dan aspirasi masyarakat Kota Medan. Bung Aulia Rachman ini diusung oleh Partai Gerindra, sehingga PDI Perjuangan sebagaimana kami tegaskan sejak awal, kami punya komitmen untuk membangun semangat persaudaraan dengan membangun kerja sama di antara partai politik," ungkapnya.
Harus Lepas Image
Image 'menantu Presiden Jokowi' dinilai bisa jadi sandungan Bobby Nasution untuk meraup suara di Pilkada Medan. Masyarakat Medan dinilai memiliki sentimen negatif terhadap Jokowi dan berpengaruh pada kekalahannya di Medan pada Pilpres 2019 lalu.
"Saya pikir belum tentu menguntungkan bagi Bobby Nasution. Apalagi di Kota Medan belum tentu masyarakat respek dan hormat ke Pak Jokowi, boleh jadi sentimennya negatif," kata pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago kepada wartawan, Senin (10/8).
Menurut Pangi, akan sulit bagi Bobby memenangi Pilkada Medan dengan embel-embel menantu Jokowi. Bobby disebutnya harus bekerja keras membangun branding karena dinilai tidak akan mendapatkan efek ekor jas (coattail effect) dari Jokowi. "Justru 'Bobby menantu Jokowi', tidak menguntungkan terhadap Bobby. Bisa jadi batu sandungan, yang nggak senang dan tak puas dengan pemerintahan Jokowi, pasti sulit mereka menjatuhkan pilihan memilih Bobby. Beliau harus bekerja lebih keras lagi. Nggak mudah memang, beliau harus bangun branding sendiri, nggak bisa mengharapkan, mendompleng sebagai menantu Presiden, kecuali sentimen rakyat Medan positif," jelas Pangi.
"Ini saya perhatikan sentimen masyarakat Medan terhadap Jokowi negatif. Lain cerita kalau Jokowi sedang lagi moncer dan lagi disenang-senangi rakyat, ini kan sedang redup, jadi nggak mungkin berharap banyak bahwa Bobby mendapatkan coattail effect dari Jokowi," imbuhnya.
Di sisi lain, Pangi menyebut tipologi pemilih Medan berbeda dengan Solo, di mana putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, akan berebut kursi wali kota. Karena itulah, image Bobby sebagai menantu Jokowi disebutnya tidak berpengaruh dan justru akan membuat peluang Bobby untuk menang semakin berat.
"Tipologi pemilih Medan itu beda dengan Solo, maka Gibran saya pikir mulus menjadi wali kota. Bobby tunggu dulu, ini Medan bung, punya cerita sendiri. Selain pemilihnya egaliter, pemilih Medan ini unik, susah dibaca pilihan politiknya. Dengan mengandalkan menantu Presiden tidak serta merta Bobby mulus melenggang menjadi Wali Kota Medan. Medan itu banyak lagu dan banyak yang sulit ditebak dari tingkah laku pemilihnya," ungkapnya. (detikcom)