Jakarta (SIB)- Mantan Ketua KPK Abraham Samad menjadi pembicara dalam kuliah umum yang digelar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (UGM), Sabtu (8/12). Di hadapan ratusan mahasiswa, Samad menegaskan perilaku titip absen merupakan tindakan korupsi.
Seperti diketahui, fenomena titip absen ini memang marak hampir di seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Alih-alih belajar dengan giat, mahasiswa justru bermalas-malasan dan hanya mengandalkan titip absen untuk memenuhi presensi perkuliahan.
"Bukan hanya mengambil uang negara. Pengertian korupsi luas seakan semua perbuatan busuk, merusak, amoral itu adalah perbuatan korup. Nyontek pun perbuatan korup. Anda titip absen itu perbuatan korup," ujar Samad seraya disambut sorak mahasiswa.
Dalam acara yang berlangsung di gedung Margono Soeradji tersebut, Samad juga mengatakan bahwa praktik beli skripsi atau minta bantuan mengerjakan skripsi juga merupakan sebuah tindakan menyimpang dan korup.
"Semua perbuatan amoral adalah perbuatan korup. Setelah saya memberi materi ini tidak ada lagi yang titip-titip absen ya," ujarnya kepada mahasiswa.
Menurut Samad praktik-praktik tersebut dalam istilah hukum merupakan intelektual corruption. Hal tersebut memang berbeda dengan corruption by greed atau korupsi karena kerakusan yang biasa dipraktikkan para pejabat. Meski begitu korupsi tetaplah korupsi dan tidak boleh terjadi.
"Pejabat itu corruption by greed itu karena serakah. Bupati meski gaji Rp10 juta ia, tunjangan bisa sampai Rp100 juta. Dia korupsi karena serakah ingin berfoya-foya. Pakai barang mewah," tegasnya.
Sementara itu, Dekan FKG UGM Ahmad Syaify mengatakan, pihak kampus merasa perlu mengundang Abraham Samad sebagai pembicara lantaran profesi dokter gigi rentan gratifikasi.
"Korupsi menjadi persoalan besar dan berkelanjutan termasuk di dunia pendidikan dan kedokteran bagian dari pendidikan dan profesi dokter itu sangat rawan gratifikasi dan gratifikasi itu bagian dari korupsi," jelasnya.
Syaify mengatakan, dalam praktiknya sering ditemui dokter yang dipengaruhi oleh perusahaan obat untuk menjual produknya dengan iming-iming gratifikasi yang menggiurkan.
"Misalnya dipengaruhi perusahaan obat untuk menggunakan obat tertentu karena pasien dalam posisi tidak berimbang, banyak yang manut. Nah dokter bisa dipengaruhi oleh orang yang memfasilitasi seperti dengan memberangkatkan keluar negeri untuk seminar atau makan-makan bersama," katanya.
"Ini sudah ada peraturan dari Kemenkes bahwa memberangkatkan dokter keluar negeri itu harus laporan tujuannya apa dan apakah relevan," pungkasnya. (Kumparan/h)