Rabu, 16 April 2025

Indonesia Berpotensi Jadi 'Pintu Belakang' Jalur Produk China ke AS

Robert Banjarnahor - Jumat, 11 April 2025 18:22 WIB
304 view
Indonesia Berpotensi Jadi 'Pintu Belakang' Jalur Produk China ke AS
Ist/SNN
Ilustrasi peti kemas pelabuhan.
Jakarta(harianSIB.com)

Industri nasional tengah menghadapi ancaman serius. Bukan dari sisi daya saing, melainkan potensi dimanfaatkannya Indonesia sebagai "jalan tikus" dan menjadi 'pintu belakang' oleh China untuk menghindari tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS).

Baca Juga:

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Jemmy Kartiwa, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kebijakan Presiden AS Donald Trump yang menaikkan tarif impor barang dari China hingga 125%. Kebijakan ini telah memicu pembatalan pesanan besar-besaran terhadap produk asal China. Akibatnya, produsen dari Negeri Tirai Bambu kini mencari jalur alternatif untuk tetap bisa masuk ke pasar AS.

"Mereka pasti akan mencari cara agar barang-barangnya tetap bisa keluar. Jangan sampai Indonesia dijadikan negara transhipment untuk barang-barang produksi China yang kemudian dikirim ke Amerika Serikat," ujar Jemmy dalam program Profit CNBC Indonesia, Jumat (11/4/2025), dilansir dari CNBC Indonesia.

Baca Juga:


Ancaman tersebut mengacu pada praktik di mana produk China dikirim ke Indonesia, lalu sertifikat asal barang (certificate of origin) diubah agar seolah-olah merupakan produk buatan Indonesia sebelum diekspor ke AS. Praktik ini bukan hanya melanggar aturan perdagangan internasional, tetapi juga berpotensi merusak industri dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI), Toto Dirgantoro, turut menyoroti risiko serupa. Ia menegaskan bahwa praktik transhipment bukanlah hal baru, mengingat hal serupa pernah terjadi dalam kasus ekspor udang dari China yang terkena embargo.

"Produk China bisa masuk ke Indonesia, lalu dikeluarkan SKA (Surat Keterangan Asal) dari sini. Padahal barangnya jelas bukan dari kita. Kalau ini terjadi di sektor tekstil dan garmen, pabrik kita tidak mendapatkan manfaat apa pun. Semua barang mereka, tapi memakai nama Indonesia," jelas Toto.


Toto menyoroti, bahwa yang memperumit kondisi tersebut karena SKA bukan dikeluarkan oleh kementerian pusat, melainkan oleh dinas di daerah. Artinya, potensi kebocoran dan penyalahgunaan semakin besar jika tidak ada pengawasan ekstra ketat dari pemerintah.


"Nah ini kementerian harus betul-betul peduli terhadap ini. Karena di sini kendalanya, SKA itu dikeluarkan bukan oleh kementerian, tapi oleh dinas masing-masing. Nah ini yang betul-betul kementerian harus konsen bener. Langkah apa yang harus dilakukan untuk membatasi itu? Karena SKA itu keluar dari daerah," terang dia.

Di lain sisi, kondisi ini makin mengkhawatirkan karena pasar ekspor Indonesia sendiri sedang tidak ideal. Ketika ekspor tersendat, pelaku industri berharap bisa mengandalkan pasar dalam negeri. Tapi justru sekarang, produk impor, terutama dari China, membanjiri pasar lokal.

"Kalau impor dibiarkan terbuka lebar, ini akan membunuh perusahaan-perusahaan kita. Kita ekspor susah, buang ke dalam negeri juga jenuh. Akhirnya industri kita bisa mati pelan-pelan," pungkas Toto.(*)

Editor
: Robert Banjarnahor
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru