Selasa, 11 Februari 2025

Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Sumut Masih Rendah, Petani Hadapi Sejumlah Kendala

Nelly Hutabarat - Selasa, 11 Februari 2025 07:49 WIB
74 view
Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Sumut Masih Rendah, Petani Hadapi Sejumlah Kendala
Ilustrasi pupuk bersubsidi
Medan (harianSIB.com)
Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara (Sumut) mencatat hingga Januari 2025, realisasi penyaluran pupuk bersubsidi di provinsi ini masih tergolong rendah.

Berdasarkan data terbaru, distribusi pupuk urea baru mencapai 10.168,70 ton atau 4,53% dari total alokasi, pupuk NPK 10.843,80 ton atau 4,31%, dan NPK Formula Khusus hanya 91 ton atau 1,68%.

Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Sumut, Heru Suwondo, mengungkapkan, tahun ini Sumut mendapat alokasi pupuk bersubsidi sebesar 519.767 ton, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya 457.958 ton.
"Peningkatan ini diharapkan dapat membantu petani meningkatkan produktivitas pertanian di Sumut. Dari total alokasi tersebut, terdiri atas 224.716 ton pupuk urea, 251.568 ton pupuk NPK, dan 5.432 ton NPK Formula Khusus," ujar Heru dalam keterangannya, Senin (10/2/2025).

Baca Juga:

Menurut Heru, petani yang berhak menerima pupuk bersubsidi harus terdaftar dalam Sistem Informasi Penyuluhan Pertanian (Simluhtan). Penyaluran dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) serta Surat Keputusan (SK) Gubernur dan Bupati/Wali Kota.

Meski menghadapi berbagai tantangan, harga eceran tertinggi (HET) pupuk bersubsidi di Sumut masih tetap stabil, yaitu Urea: Rp2.250/kg, NPK Rp2.300/kg, NPK Formula Khusus Rp3.300/kg dan pupuk organik Rp800/kg.

Baca Juga:

Heru menegaskan, harga tersebut sudah sesuai dengan regulasi dan tidak mengalami kenaikan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Kendala dalam Penyaluran Pupuk Bersubsidi

Meskipun alokasi pupuk meningkat, realisasi distribusinya masih terkendala sejumlah faktor, salah satunya adalah kesulitan ekonomi petani.

"Banyak petani kesulitan keuangan saat musim tanam dimulai. Mereka belum memperoleh hasil panen atau dananya digunakan untuk keperluan lain, sehingga sulit menebus pupuk meskipun sudah tersedia," jelas Heru.

Selain itu, keterlambatan distribusi juga kerap terjadi. Pupuk sering tiba setelah musim tanam dimulai, memaksa petani beralih ke pupuk non-subsidi yang harganya lebih mahal.

Dari sisi administrasi, sistem Ipubers (Informasi Pupuk Bersubsidi) masih mengalami kendala teknis, seperti KTP asli petani hilang, sehingga tidak bisa menebus pupuk.Petani terdaftar dalam RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok) tetapi telah meninggal dunia. Petani berpindah domisili atau menggarap lahan di tempat lain, menyebabkan data tidak sesuai dalam sistem.

Heru menekankan perlunya perbaikan dalam sistem distribusi dan administrasi agar pupuk bersubsidi lebih mudah diakses oleh petani kecil.

"Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk distributor dan pemerintah daerah, untuk memastikan kelancaran distribusi pupuk. Dengan perbaikan sistem, diharapkan petani bisa mendapatkan pupuk tepat waktu dan tidak terkendala administrasi yang berlarut-larut," ujarnya.

Sejumlah kabupaten di Sumut mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi dalam jumlah besar, di yaitu Dairi, Karo, Simalungun, Deli Serdang, Serdang Bedagai (Sergai), Tapanuli Utara dan Samosir

Dengan adanya peningkatan alokasi pupuk bersubsidi serta perbaikan sistem distribusi, diharapkan produktivitas pertanian di Sumatera Utara dapat meningkat dan berkontribusi terhadap ketahanan pangan nasional. (*)

Editor
: Donna Hutagalung
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru