Jakarta (harianSIB.com)
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP)
Fahri Hamzah mengungkapkan salah satu tantangan
program 3 juta rumah di daerah adalah banyaknya 'raja kecil'.
Mulanya, ia mendapat laporan dari pengembang properti yang mengaku dipersulit pemerintah daerah (pemda) dalam membangun rumah rakyat. Pengusaha khawatir
program 3 juta rumah yang diusung
Presiden Prabowo Subianto akan terganjal kembali.
Baca Juga:
"Kebetulan sekarang dalam ekosistem ini (
program 3 juta rumah), kami (Kementerian PKP) lead di sini. Terus terang, kita akan memerlukan konsolidasi politik besar-besaran. Politik kita ini sudah kacau, raja kecil ini terlalu banyak," jawab Fahri dalam Dialog di Menara BTN, Jakarta Pusat, Jumat (29/11).
Karenanya, Fahri bahkan sempat mengusulkan agar
Pilkada 2024 menjadi yang terakhir. "Orang-orang keras kepala di mana-mana itu banyak, ini enggak boleh dibiarkan ada. Saya malah sampai pernah mengusulkan ke pemerintahan ini, kalau bisa pilkada, (pemilihan) gubernur ini yang terakhir. Enggak usah ada lagi pilkada (pemilihan) gubernur," tegasnya.
Baca Juga:
Fahri berjanji Kementerian PKP bakal membuat aturan yang jelas untuk merealisasikan
program 3 juta rumah. Bahkan, sang wamen mengklaim bisa mempersingkat proses birokrasi yang ada.
Ia juga menegaskan anak buah Prabowo harus kerja serius. Jika tidak, Fahri yakin orang-orang tersebut bakal terdepak."Kalau ada yang main-main, itu akan tersingkirkan. Kalau di luar ada seperti itu (pejabat yang mempersulit), ya mohon maaf, dilaporkan saja. Bupati mana, wali kota mana, sampaikan!" ucapnya.
"Antara bupati, wali kota, dan gubernur ini bersaing memperebutkan rakyat. Untuk apa? Rakyatnya enggak terlayani kok, (pejabat daerah) berkelahi saja," tutup Fahri.
Pembangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah memang menjadi salah satu perhatian
Presiden Prabowo Subianto. Dalam
program 3 juta rumah, 2 juta rumah per tahun bakal dibangun di desa dan 1 juta apartemen per tahun di perkotaan.
GelandanganSementara itu,
Fahri Hamzah menyebut Menteri Keuangan Sri Mulyani tengah mengkaji banyak insentif atau bantuan hingga opsi rumah untuk gelandangan.
Ia mengatakan skema bantuan rumah untuk gelandangan ini tengah dibahas bersama Kementerian Keuangan. "Lagi banyak kajian-kajian lain tentang insentif, tapi kita nunggu, karena jenderalnya namanya Ibu Sri Mulyani," tegas Fahri.
Kata Fahri, selama ini ada tiga lapisan masyarakat yakni kelas atas (upper class), kelas menengah (middle class) dan kelas bawah (lower class). Presiden Prabowo memberi perhatian serius ke kelas bawah yang banyak tidak tertangani dengan baik."Ada perhatian serius dari Bapak Presiden untuk menyisir yang paling bawah karena sepertinya ini yang tidak tertangani dengan baik. Orang-orang yang tidak terdata, orang-orang yang tidak unrecognized, unrecorded, dan seterusnya itu, ini yang kita perlu sisir, karena ini yang tumpah ruah di ruang-ruang kota menjadi slum (kumuh).
Ia menegaskan negara perlu memperhatikan rakyat di kelompok bawah ini. Pasalnya, warga Indonesia yang tidak punya tempat tinggal sudah tumpah ruah di ruang-ruang kota. "(Mereka) tinggal di bawah kolong jembatan, tinggal di rumah-rumah gerobak, dan sebagainya ini kita sisir. Sebab yang middle (class) dan upper (class) itu mekanismenya sudah ada," tambah Fahri.
Di lain sisi, ia menekankan urgensi memberantas spekulan tanah. Fahri menuturkan pemerintah harus bisa menghadirkan rumah-rumah murah.
Tugas pemerintah, imbuh Fahri, memastikan tanah atau rumah bisa dijangkau masyarakat. Walau, ia menekankan penurunan harga rumah bakal tergantung mekanisme pasar. "Karena begitu kita bisa menyiapkan lahan yang lebih murah, perizinan yang lebih singkat, lebih simple, itu pasti harga (rumah) turun," klaim Fahri.
"Tugas negara itu adalah menyiapkan diri supaya mekanisme berjalan dengan baik. Tidak ada monopoli, tidak ada oligopoli, tidak ada faktor-faktor yang mempersulit orang punya rumah," tandasnya.
Kontraktor Proyek
Fahri Hamzah terang-terangan mengkritik Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang malah seakan menjadi kontraktor proyek.
Kritik itu disampaikan Fahri saat menjelaskan rencana
program 3 juta rumah milik
Presiden Prabowo Subianto. Ia menegaskan negara tidak boleh menjadi saingan para pengembang properti.
"Saya kasih frame (gambaran besar
program 3 juta rumah) dulu, biar teman-teman (pengembang properti) ini jangan ada yang salah paham, seolah-olah pemerintah akan menjadi kontraktor. Enggak boleh!" tegas Fahri, Jumat (29/11).
"Saya mohon maaf, saya juga kritik PU sebenarnya. PU itu lama-lama saya lihat jadi kayak perusahaan kontraktor, enggak boleh itu!" imbuhnya.
Ia menekankan seharusnya negara hadir membantu sektor yang tidak bisa dibiayai swasta. Nah, pemerintah diminta hadir di tengah-tengah ketidaksanggupan pasar tersebut. Fahri juga menyebut kehadiran negara adalah menjadi regulator yang memudahkan.(**)