Merauke (SIB)- Di pojok timur Indonesia ini, degup ekonomi justru semakin terasa saat hari makin gelap. Dagangannya khas, yakni saham alias kanguru Papua.
'Pasar gelap' yang dimaksud adalah Pasar Baru, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Merauke, Papua. Kondisinya memang gelap dalam artian yang sebenarnya, wartawan merasakan suasananya pada Selasa (9/5).
Lembayung senja adalah pertanda dimulainya aktivitas pedagang di sini. Mereka sudah berjejer di kawasan dekat pagar Bandara Mopah ini. Semakin gelap justru semakin ramai.
Angkutan kota bercampur mobil dan kendaraan roda dua berjalan lambat. Sahut-menyahut suara pedagang menawarkan barang, diselingi suara orang bercakap-cakap dalam Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, maupun bahasa orang Malind Anim suku asli Merauke.
"Mujaer, mujaer, mujaer!" kata seorang pedagang.
Macam-macam barang yang dijual, dari sayur-mayur seperti biasa, sagu untuk papeda, hingga berbagai jenis ikan seperti ikan gabus hingga kakap yang panjangnya setara dengan lengan orang. Namun dagangan yang khas adalah daging saham alias kanguru Merauke.
Berjalan-jalan sekitar 100 meter sambil melongok ke kiri-kanan di Pasar, penjual daging saham kami dapati. Kepala saham ada di atas meja dagangan Mariana (40) dan Joseph (22). Letak dagingnya berjejer dengan daging rusa dan babi. Daging saham berwarna merah tua dengan tekstur halus. Daging rusa hampir serupa warnanya, sekilas teksturnya sedikit lebih kasar.
"Saham beli dari orang berburu," kata Mariana.
Hujan yang sering turun akhir-akhir ini ternyata berpengaruh terhadap ketersediaan daging saham. Bila musim kemarau, mamalia berkantung yang jago melompat-lompat ini lebih mudah ditemui dan ditangkap.
"Musim kemarau pasti dapat. Kalau hujan begini agak susah. Karena lompatnya jauh-jauh," kata Joseph.
Dagingnya dijual bukan dalam ukuran per kilogram, melainkan per potong seukuran rata-rata setengah meja catur, seharga Rp 50 ribu. Bisa ditawar. Harga itu bakal terus turun bila hari beranjak gelap.
Tak seberapa lama, matahari sudah tenggelam sempurna. Benar saja, harga jual saham menjadi lebih murah.
"Sudah gelap. Saham, saham! Rp 30 ribu," kata Mariana kepada orang-orang yang melirik dagangannya.
Saham biasa dimasak dengan cara dibakar atau dibikin rica-rica. Olahan daging saham adalah hidangan normal saja bagi warga setempat. Namun ketersediaan saham memang tergantung kondisi cuaca. Meski begitu, mereka yakin saham ini tak akan habis disediakan oleh Ibu Pertiwi.
"Nggak habis lah. Banyak juga yang berburu di Wasur, (Distrik) Sota, Rawa Biru, sampai PNG (Papua New Guinea). Pakai senapan angin, tombak, atau jerat," kata Joseph.
Mereka membeli saham dari warga yang berburu, harganya Rp 1 juta untuk lima ekor. Soal keuntungan, mereka tak bisa memastikan.
Ada pula daging rusa yang mereka beli dari warga yang berburu. Sekilo daging rusa mereka beli dari warga pemburu seharga Rp 45 ribu, dan dijual di Pasar Rp 50 ribu.
Ternyata dari tadi lampu belum menyala juga. Memang ada lampu bergelantungan di tiap-tiap lapak. Namun sudah sejam listrik belum menyala juga. Lampu ponsel-ponsel pedagang dinyalakan.
"Hoi pemerintah, tolong lampu dinyalakan ini!" teriak seorang pria dari balik meja dagangannya.
Setiap malam, mereka membayar Rp 3.000 untuk aliran listrik ini. Akhirnya lampu menyala, semua menjadi sedikit lebih baik. Namun selang beberapa saat, lampu mati lagi.
Sebenarnya, Pasar Baru di bangunan utama juga buka pada pagi hari. Ketika petang dan matahari tak terlalu menyengat, giliran pedagang-pedagang di luar bangunan utama yang beraksi. Pasar ini tutup pukul 20.00 WIT. (detikcom/d)