Kamis, 06 Maret 2025

DPRD SU Desak Poldasu dan Kejatisu Usut Dugaan Penyimpangan Proyek Drainase Jalan Jamin Ginting

*Kepala BBPJN Harus Segera Perintahkan PPK dan Kontraktor Lakukan Perbaikan
Firdaus Peranginangin - Rabu, 05 Maret 2025 14:03 WIB
298 view
DPRD SU Desak Poldasu dan Kejatisu Usut Dugaan Penyimpangan Proyek Drainase Jalan Jamin Ginting
Kolase/SNN
Zeira Salim Ritonga - Frans Dante Ginting
Medan(harianSIB.com)

Kalangan anggota DPRD Sumut mendesak Polda Sumut dan Kejati Sumut segera turun-tangan mengusut tuntas dugaan penyimpangan proyek pembangunan drainase di Jalan Jamin Ginting KM 10,5 Medan, persisnya di depan lahan bekas Kebun Percontohan Universitas Sisingamangaraja XII Medan.


Desakan itu diungkapkan Wakil Ketua Komisi A DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga dan Wakil Ketua Komisi B Frans Dante Ginting kepada wartawan, Rabu (5/3) melalui telepon di Medan saat melakukan kegiatan reses di Dapilnya masing-masing.

Baca Juga:

"Jika ada protes dari masyarakat terkait proyek pembangunan drainase di Jalan Jamin Ginting, berarti ada yang tidak beres. Kita berharap aparat penegak hukum (baik Kejati Sumut maupun Polda Sumut) secepatnya menurunkan tim ke lapangan melakukan penyelidikan dan penyidikan," tandas Zeira Salim Ritonga.


Secara umum, ujar Bendahara DPW PKB Sumut itu, jika pemerintah melakukan pembangunan proyek drainase yang menyebabkan akses ke rumah warga terganggu misalnya, jembatan yang sebelumnya ada harus dibongkar, maka pemerintah atau kontraktor memiliki tanggung jawab untuk menyediakan akses pengganti.

Baca Juga:

"Kita ingatkan seluruh rekanan, baik proyek yang anggarannya dari APBD maupun APBN, harus tetap mempertimbangkan akses warga dan ada dana yang dialokasikan untuk memulihkan akses yang terdampak. Bukan sebaliknya, hak-hak masyarakat diabaikan. Dalam hal ini masyarakat bisa menggugat secara hukum," tegas Zeira Salim.


Ditambahkan Zeira Salim dan Frans Dante,dalam konteks peraturan perundang-undangan di Indonesia, juga terdapat beberapa ketentuan yang mengatur tanggung jawab pemerintah dalam pembangunan infrastruktur yang mempengaruhi akses masyarakat.


Seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No38/2004 tentang jalan, tambah Frans Dante, undang-undang ini menetapkan wewenang pemerintah dalam pengelolaan jalan umum, termasuk pengaturan, pembinaan, pengembangan dan pengawasan jalan nasional.


Dalam pelaksanaan proyek infrastruktur jalan, tambah anggota dewan Dapil Karo, Dairi dan Pakpak Bharat,pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa akses masyarakat tidak terganggu atau, jika terganggu, disediakan akses alternatif yang memadai.


Selain itu,tambah Frans Dante, juga diatur dalam Undang-Undang No2/2017 tentang Jasa Konstruksi. Undang-undang ini mengatur tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, termasuk tanggung jawab untuk memastikan bahwa proyek konstruksi tidak merugikan akses atau hak-hak masyarakat. Begitu juga Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No6/2022, mengatur perencanaan dan pemrogram pembangunan infrastruktur pekerjaan umum dan perumahan rakyat. Dalam peraturan ini, ditekankan pentingnya perencanaan yang mempertimbangkan dampak sosial dan aksesibilitas bagi masyarakat terdampak oleh proyek infrastruktur.


"Jadi, pihak Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN), baik Satker, konsultan proyek maupun rekanan yang mengerjakan proyek drainase Jalan Jamin Ginting tersebut, wajib bertanggungjawab terhadap akses jalan atau jembatan yang menghubungkan ke rumah warga maupun tanah masyarakat," tandas Frans Dante.


Jika tidak ada tanggungjawabnya, tandas Frans Dante dan Zeira Salim, masyarakat yang terdampak bisa mengajukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata tentang perbuatan melawan hukum. Jika proyek menyebabkan kerugian, pemerintah atau pelaksana proyek bisa diminta membayar ganti rugi atau memulihkan akses yang terganggu.


[13:56, 3/5/2025] Eva Pelawi: "Jika pelanggaran mengakibatkan dampak serius, misalnya menghambat aktivitas warga hingga merugikan ekonomi atau menimbulkan bahaya, maka dapat dikenakan sanksi pidana, seperti, Pasal 406 KUHP. Jika ada unsur pengrusakan fasilitas publik atau milik pribadi, bisa dikenakan hukuman penjara hingga 2 tahun 8 bulan atau denda," tandas Frans.


Selain itu, tambah Zeira, dalam Undang-Undang No32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menegaskan, jika proyek berdampak negatif pada lingkungan atau kehidupan sosial tanpa solusi yang layak, pelaksana proyek bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana.


Berkaitan dengan itu, tambah kedua anggota dewan ini, Kepala BBPJN harus segera memerintahkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan rekanan/ kontraktor segera melakukan perbaikan jembatan ke rumah warga maupun kebun percobaan Universitas Sisingamangaraja XII Jalan Jamin Ginting Medan.Jangan sampai menimbulkan reaksi terus bergolak dan berujung proses hukum dari masyarakat.(**).

Editor
: Eva Rina Pelawi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru