Lubukpakam (harianSIB.com)
Puluhan pemilik tanah untuk pembangunan bendungan Lau Simei-mei di Desa Mardinding Julu Kecamatan Biru-biru Kabupaten Deliserdang protes, pasalnya mereka secara turun temurun sudah menguasai tanah itu sebagai lahan pertanian bahkan sudah ada yang hingga keturunan ke-7, namun mengapa BPN masih mengklaim lahan itu kawasan hutan produksi.
Akibat surat yang dikeluarkan BPN Deliserdang nomor ip.02.02/2219.12.07/IX/2020, tertanggal 14 September 2020, yang menyatakan bahwa lahan mereka termasuk kawasan hutan produksi, maka pengguna lahan yaitu Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera II, tidak membayar ganti rugi dari kepemilikan tanah tersebut.
Keberatan warga disampaikan Ketua Devisi Hukum Projo (Pro Jokowi) Sumut, Hendri A Tampubolon SH bersama Mawan Siringo-ringo selaku Sekretaris eksternal DPD Projo Sumut, Selasa (13/4/2021) di Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam, saat mendampingi pemilik tanah mendatangi PN Lubukpakam.
Disebutkan, sementara dalam Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Nomor SK/5050/MENLHK-PKTL/KUH/PLA.2/9/2020 pada revisi kelima tentang peta indikatif alokasi kawasan hutan untuk penyediaan sumber Tanah Objek Reforma Agraria (TORA), menyebutkan bahwa lahan itu sudah dikeluarkan dari kawasan hutan produksi terbatas.
Kedatangan puluhan warga ke PN Lubukpakam, mereka mempertanyakan kenapa ada eksekusi lahan tanpa adanya sosialisasi maupun rapat kordinasi dari pemerintah maupun pihak PN Lubukpakam, karena warga kurang memahami dengan prosedural eksekusi.
Pertemuan terakhir dengan pemilik lahan yaitu Desember 2020, mereka mengaku disepakati harga pembayaran tegakan di atas lahan yaitu tanaman dan bangunan. Namun hingga saat ini, belum pernah dibicarakan terkait harga lahan (tanah) sebagai ganti rugi. Ternyata pengadilan hendak melaksanakan eksekusi.
Pemilik lahan mengaku tidak pernah menghalangi pembangunan, namun jangan karena pembangunan hak-hak mereka dihilangkan. Kondisi saat ini menjadikan pemilik lahan yang umumnya petani, mengaku tidak bisa pindah dengan membeli lahan dengan luas yang sama di tempat lain.
Humas PN Lubukpakam, Munnawwar Hamidi SH yang menerima kedatangan warga mengatakan pihaknya melaksanakan eksekusi atas permohonan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Sungai Sumatera II, karena hak warga sudah dikonsinyasikan (dititipkan) di PN Lubukpakam.
Terkait pembayaran lahan, tidak ada kaitannya dengan PN Lubukpakam. Jika warga keberatan lahan belum dibayarkan, disarankan agar menempuh upaya hukum untuk mendapatkan hak-haknya. Dengan adanya gugatan dari pemilik lahan, pihak pengadilan baru memiliki kewenangan untuk menentukan apakah hal itu bertentangan atau tidak.
Kepala Desa Mardinding Julu, Dermawan Sitepu yang ikut mendampingi warganya, membenarkan bahwa keluarga yang menguasai lahan itu sudah puluhan tahun dan bahkan sudah ada yang seratusan tahun secara turun-temurun.
Menurutnya, alas hak kepemilikan lahan itu bervariasi, yaitu mulai surat di bawah tangan maupun warisan, surat anak-beru (surat adat), bahkan Akte Camat hingga sertifikat dari BPN sudah ada. (*).