Lubukpakam (SIB)
Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, H Hidayatullah menyoroti kinerja ekonomi pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin, yang dinilai tidak optimal menggunakan APBN. Sehingga dikuatirkan ekonomi Indonesia akan lebih terpuruk dari resesi ekonomi di tengah pandemi.
Pendapat itu disampaikannya kepada sejumlah wartawan didampingi Ketua PKS Deliserdang Junaidi Parapat, anggota DPRD Deliserdang M Darwis Batubara dan beberapa pengurus PKS Deliserdang, usai bertemu dengan konstituennya, Minggu (21/2/2021) malam, di Lubukpakam.
Menurutnya, dari sudut pandang politik, Indonesia saat ini sudah bergeser dari seharusnya negara hukum menjadi negara kekuasaan. Saat ini hutang Indonesia sudah di atas Rp 60 ribu triliun, sehingga untuk membayar cicilan pokok hampir mencapai Rp 1.000 triliun.
“Berarti Indonesia tidak bisa berhenti berhutang†katanya.
Program-program stimulus penanganan ekonomi saat pandemi Covid-19 terangkum menjadi Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Sedangkan program PEN ternyata tidak bisa dinikmati masyarakat di saat krisis ekonomi.
Di tengah ekonomi terpuruk karena pandemi Covid-19, katanya, pemerintah malah menyuntikan modal sebesar Rp 20 triliun kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) yang telah mengambil alih PT Jiwasraya yang sedang bermasalah.
“Jiwasraya terpuruk bukan karena Covid,†tambahnya.
Menurut anggota Komisi XI DPR RI itu, permasalahan Jiwasraya diakibatkan adanya indikasi korupsi, fraud dan mismanagemen. “Skandal korupsi yang dilakukan secara terstruktur dan sistematis,†katanya.
Dia juga sangat menyesalkan atas kedunguan DPR saat ini, apalagi terkait usulan Perpu yang sudah disetujui. Salah satu isinya, hak pengawasan anggaran DPR itu dihilangkan 3 tahun sejak 2020 sampai 2022. Perpu itu menyatakan pemerintah bisa berhutang tanpa harus mendapat persetujuan DPR.
Tahun 2020 pemerintah menyusun APBN dengan komposisi hutang Rp 1.200 triliun, di antaranya 2021 direncakan Rp 903 triliun. Pemerintah masih punya mandat untuk berhutang tahun 2022. Kebijakan itu hanya ditolak 2 fraksi yaitu PKS dan Demokrat.
Ditambah lagi, kebijakan mengelola APBN terkait hutang tidak bisa dituntut ke pengadilan. Kebijakan pengelolaan APBN ada kaitannya dengan Covid-19 pada level pusat, tidak bisa di audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK).
“Maka jangan heran kalau penggunaan APBN kalau pun judulnya penanggulangan Covid-19, tapi sebagian besar digunakan untuk penanggulangan ekonomi nasional (PEN),"katanya. (*).