Jumat, 22 November 2024

Gereja Saint Porphyrius, Ribuan Tahun Saksi Kedekatan Islam dan Kristen di Gaza Hancur Dibom

Redaksi - Minggu, 27 Oktober 2024 10:33 WIB
97 view
Gereja Saint Porphyrius, Ribuan Tahun Saksi Kedekatan Islam dan Kristen di Gaza Hancur Dibom
Foto: BBC
Kondisi Gereja Saint Porphyrius di Gaza yang hancur dibom tentara Israel, 19 Oktober 2024 lalu.
Lebanon (SIB)
Gereja Saint Porphyrius, salah satu gereja tertua di Gaza yang memiliki nilai historis dan
spiritual tinggi bagi umat Kristen dan Muslim hancur akibat pengeboman Israel.

Pengeboman pada 19 Oktober 2023, yang menewaskan setidaknya 18 warga Palestina dan melukai setidaknya 450 orang lainnya
dari berbagai latar belakang, termasuk warga Kristen dan Muslim. Ledakan yang kuat
merobohkan salah satu bangunan dalam kompleks gereja.


Gereja yang berlokasi di kawasan Zaytun di Kota Tua Gaza ini, bukan hanya sekedar
bangunan saja. Namun telah menjadi saksi dan simbol sejarah pertemuan dan toleransi antara umat Muslim dan umat Kristen di wilayah tersebut.

Baca Juga:

Dalam waktu berabad-abad, umat Muslim dan Kristen di wilayah ini telah berjuang bersama, membangun solidaritas.

Semenjak abad pertengahan, tepatnya sejak abad ke-5, komunitas umat Kristen kecil yang
dipimpin oleh Uskup Porphyry, berupaya mengkristenkan kota tersebut. Upaya ini dilakukan dalam pembangunan Gereja
Saint Porphyrius, yang secara tidak langsung menjadi sebuah simbol pertemuan antara
agama Kristen dan Islam di kawasan tersebut.

Baca Juga:

Setelah wafatnya Uskup Porphyry pada tahun 420, umat Kristen di Mediterania timur, termasuk Palestina Romawi, mengalami perpecahan akibat konflik pemahaman agama atau teologis. Ketegangan ini mencapai puncaknya pada tahun 451 di Konsili Chalcedon, yang diadakan oleh kaisar Romawi,
yang mendefinisikan Yesus Kristus sebagai dua hakikat yakni manusia dan Ilahi. Namun banyak umat Kristen di Mesir, Suriah, dan Mesopotamia menolak keputusan ini. Mereka
percaya bahwa Yesus memiliki satu hakikat yang bersifat gabungan manusia dan ilahi
secara sekaligus.


Ratusan tahun kemudian, setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 632 Masehi, para pengikut Nabi Muhammad yang mulai mengatur pemerintahan di Palestina, menjadikan bahasa Arab sebagai bahasa utama di wilayah tersebut.


Dan yang pada akhirnya, bahasa Arab juga menjadi bahasa utama yang digunakan umat
Kristen di Palestina selama lebih dari seribu tahun.


Ketika Perang Salib mulai memanas pada abad ke-10, umat Kristiani Eropa melalui Tentara Salib, melakukan ekspansi ke Timur Tengah dan mencoba untuk mengambil Tanah Suci
dari tangan umat Muslim di Palestina. Meskipun demikian, umat Kristen dan umat Muslim di Palestina tetap menjaga solidaritas yang telah mereka tumbuh selama ratusan tahun pada saat itu, terutama ketika Tentara Salib mulai memasuki Yerusalem pada tahun 1099.


Sepanjang sejarah, hubungan umat Kristen dan umat Muslim di Gaza menunjukkan solidaritas dan kedalaman interaksi yang telah terjalin selama berabad-abad. Keduanya tidak
hanya berbagi wilayah, tetapi juga sejarah yang saling terkait, menciptakan lapisan kerjasama, pengertian, dan kehadiran bersama yang mengakar dalam budaya dan sejarah masyarakat di Palestina selama ribuan ta-
hun hingga saat ini.


Pihak militer Israel mengakui serangan ini, dengan klaim bahwa bahwa gereja bukanlah
target dari serangan tersebut, melainkan sebuah pusat komando Hamas yang dianggap
terlibat dalam peluncuran roket
ke wilayah Israel. Namun, klaim ini tidak mengurangi kecaman internasional terhadap
serangan tersebut. Patriarkat Ortodoks Yerusalem mengutuk tindakan itu sebagai kejahatan perang, menegaskan bahwa menyerang tempat ibadah yang melindungi warga sipil, terutama anak-anak dan perempuan yang telah kehilangan rumah mereka akibat serangan udara, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.


Patriarkat Ortodoks Yunani diY erusalem mengeluarkan peryataan keras yang mengecam serangan udara yang terjadi di

Gereja Saint Porphyrius seb-
agai kejahatan perang. Dalam pernyataan tersebut, mereka menegaskan bahwa menargetkan tempat ibadah yang juga berfungsi sebagai perlindungan bagi warga sipil, terutama anak-anak dan wanita, merupakan pelanggaran serius terhadap hukum internasional.

"Kami mengutuk serangan yang tidak masuk akal terhadap kompleks suci ini dan menyerukan kepada komunitas dunia untuk menegakkan perlindungan di Gaza terhadap tempat-tempat perlindungan, termasuk rumah sakit, sekolah, dan rumah ibadah," kata Sekretaris Jenderal WCC (Dewan
Gereja Dunia), Pendeta JerryPillay.

Amnesty International, sebuah gerakan perlawanan terhadap pelanggaran HAM secara global, turut memberikan tanggapan dan mendesak agar dilakukan penyelidikan independen terhadap insiden ini.


Serangan udara Israel yang menghancurkan Gereja Saint Porphyrius adalah pengingat tragis akan penderitaan yang sedang dialami oleh rakyat Palestina di Gaza, baik umat Muslim maupun umat Kristen.


Dengan jumlah infrastruktur sipil seperti sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah yang dihancurkan oleh tentara Israel, dunia internasional semakin mendesak untuk tindakan nyata dalam melindungi dan menjaga keselamatan warga sipil. Namun, tanpa upaya yang signifikan untuk menghentikan kekerasan dan kekejaman yang terus dilakukan oleh militer Israel, masa depan rakyat Palestina baik bagi para umat Kristen ataupun umat Muslim, akan terus mengalami kesengsaraan (**)

SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru