Jumat, 22 November 2024

Mahasiswa STT Baptis Medan: Bahayanya Hidup Tanpa Aturan (Hakim-hakim pasal 17-18)

Oleh: Kristoni Yunus Sijabat
Redaksi - Selasa, 06 Juni 2023 13:32 WIB
359 view
Mahasiswa STT Baptis Medan: Bahayanya Hidup Tanpa Aturan (Hakim-hakim pasal 17-18)
Foto: Ist/harianSIB.com
Kristoni Yunus Sijabat, Mahasiswa Jurusan Teologi, Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan
Dalam kitab Hakim-hakim pasal 17-18, menceritakan seorang yang bernama Mikha. Ia berasal dari daerah pegunungan Efraim (ay.1). Dia mencuri seribu seratus uang Ibu nya namun mengembalikannya dan mengakuinya karena ibunya mengutukinya (Ay.2-3a) Namun Ibunya memberikan kembali uang itu kepada Mikha dan menguduskan uang itu bagi Tuhan dengan menyuruh Mikha mebuat patung pahatan dan patung tuangan dari uang itu.

Walaupun Mikha menolak dan tetap memberikan uang itu kepada Ibu-nya, namun ibunya tetap juga membuat patung tuangan dan pahatan itu lalu menaruhnya di dalam rumah Mikha (ay.3b-4) karena Mikha memiliki sebuah kuil di rumahnya yang di bangun oleh dirinya sendiri karena pada masa itu tidak ada pemimpin bagi orang Israel, sehingga mereka hidup dengan suka-suka, bahkan Mikha membuat kuil di rumahnya sendiri dan mentahbiskan salah seorang anaknya laki-laki untuk menjadi imam baginya(Ay.5-6).

Pada waktu itu ada seorang muda dari Betlehem-Yehuda dari kaum Yehuda. Seorang Lewi yang sedang mengembara. Ia keluar dari Betlehem-Yehuda dan menetap sebagai pendatang dimana saja ia mendapat tempat; dan akhirnya dia sampai ke pegunungan Efraim, yakni di rumah Mikha. Lalu Mikha bertanya kepada pemuda itu “darimanakah dia berasal?” lalu pemuda itu menjawab bahwa dia adalah seorang Lewi dari Betlehem-Yehuda yang pergi untuk menjadi seorang pendatang dimana saja dia mendapat tempat (Ay.7-9).

Karena Mikha tahu bahwa pemuda itu adalah suku Lewi, dan pada masa itu hanya suku Lewilah yang dapat menjadi seorang imam bagi orang Israel (Bil 1:49-53), maka Mikha pun meminta kepada pemuda itu, agar dia mau menjadi bapak dan imam baginya dengan tawaran pemuda itu akan diberikan sepuluh uang perak, sepasang pakaian serta makanannya setiap tahun. Sehingga dengan tawaran seperti itu, orang Lewi itu pun setuju dan mau untuk tinggal padanya. Dan Mikha menganggap orang muda itu sebagai anaknya juga (Ay.10-11)

Kemudian Mikha pun menahbiskan sendiri orang Lewi itu dan orang Lewi itu pun menjadi imamnya dan tinggal di rumah Mikha. lalu Mikha berpikir bahwa TUHAN akan berbuat baik kepadanya karena keberadaan orang Lewi itu yang ada di rumahnya dan menjadi imamnya (Ay. 12-13).

Tetapi apa yang terjadi dengan Mikha? apakah akhirnya Tuhan memberkati Mikha setelah ia menaruh orang Lewi itu di rumahnya, seperti apa yang telah di fikirkanny? Jawabannya “tidak”. Malah rumah Mikha di jarah oleh orang orang dari suku Dan, yang pada saat itu sedang mencari tanah pusaka mereka yang pada saat itu belum mendapat milik pusaka untuk tempat tinggal tetap mereka di antara suku-suku Israel (Pasal 18)

Mereka mengambil patung pahatan, efod, terafim dan patung tuangan milik Mikha, serta membawa imam dari suku lewi itu kepada mereka, sehingga tidak ada lagi satupun barang yang di tinggalkan kepada Mikha (Ay. 14-21). Yang lebih parahnya lagi, Ketika Mikha hendak mengejar bani Dan dan ingin merampas kembali barang miliknya itu (Ay.22-24) maka bani Dan langsung menggertak mereka dengan mengancam agar mereka kembali saja sebelum pasukan Bani Dan yang banyak itu sakit hati mendengar mereka dan membunuh mereka semua (Ay.25).

Yang artinya Allah tidak berkenan kepada apa yang di lakukan oleh Mikha ketika ia membuat kuil, membuat efod, patung sembahan bahkan mentahbiskan imam baginya secara sendiri (se suka hatinya saja) sehingga tidak ada perlawanan antara Mikha dan bani Dan itu. Jadi, pelajaran apa yang dapat kita pelajari dari kisah Mikha ini?

Mungkin kita berfikir kenapa mikha mengalami nasib seperti itu? Bukankah apa yang di lakukan Mikha adalah baik? Tujuannya kan untuk menyembah Tuhan? Memuliakan Tuhan? Apa yang menjadi masalahnya?. Tentu anda berpikir seperti itu! Ya, saya juga sempat berfikir demikian. Tetapi setelah saya berkali kali membaca kitab ini, akhirnya saya menjadi paham, dan mengerti bahwa ternyata Mikha memiliki beberapa kesalahan yang tidak harus dilakukan, yaitu:

1.Mikha dan ibunya membuat patung sembahan, yang mana itu jelas dilarang oleh hukum taurat (kel. 20:4-5)
2.Orang Lewi harusnya melayani di bait Allah, bukan di rumah pribadi namun Mikha melanggarnya (bil 3:7-10)
3.Mikha melakukan semua hal itu dengan sesuka hatinya, tanpa bertanya kepada Tuhan.

Maka lewat kisah ini kiranya kita dapat mengoreksi diri kita masing-masing. Apakah kita masih seperti Mikha yang suka bertindak sesuka hati kita? Ataun lebih mementingkan pengertian kita sendiri daripada apa yang sudah Tuhan katakan? Jika kita masih melakukan hal itu, mari kita bertobat di hadapan Tuhan, mengakui kesalahan kita, berdoa dan bersujudlah di hadapanNya.(Kristoni Yunus Sijabat, Mahasiswa Jurusan Teologi, Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan)





Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru