Oleh: Anri Sibarani
Hana adalah istri dari seorang pria yang bernama Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang Efraim (1 Sam 1:1). Elkana mempunyai dua istri, yang bernama Hana dan Penina; namun keduanya memiliki nasib yang berbeda. Penina mempunyai anak, sedangkan Hana tidak (1 Sam 1:2), mereka tiap tahunnya meninggalkan kotanya untuk sujud menyembah dan mempersembahkan korban kepada Tuhan di Silo.
Penina dan Hana memiliki karakter yang berbeda. Hana memiliki hati pengasih dan pengampun, sedangkan Penina memiliki hati yang suka menyakiti (1 Sam 1:7). Penina selalu menyakiti hati Hana supaya hatinya gusar karena kandungan Hana tertutup sehingga membuat Hana menangis (1 Sam 1:6-7).
Ketika suaminya tahu Hana menangis dan tidak mau makan dia menghampirinya dan menghiburnya dengan mengatakan, "Hana mengapa engkau menangis dan mengapa engkau tidak mau makan? Mengapa hatimu sedih? Bukankan aku lebih berharga bagimu dari pada sepuluh anak laki-laki?" (1 Sam 1:8). Elkana mencintai Hana sehingga ia menghampiri Hana dan menghiburnya.
Hana adalah sorang wanita yang rajin Ke Bait Allah. Pada suatu kali Hana pergi ke kebait Allah dan dengan hati yang sangat sedih ia berdoa kepada Tuhan sambil menangis tersedu-sedu. Bernazarlah ia, katanya: Tuhan semesta Alam, jika sungguh-sungguh engkau memperhatikan sengsara Hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-mu ini, tetapi memberikan kepada hamba-mu ini seorang anak laki-laki, maka aku akan memberikan dia kepada Tuhan untuk seumur hidupnya dan pisau cukur tidak akan menyetuh kepalanya (1 Sam 1:11).
Ketika Imam Eli melihat dia berbicaralah mereka. Imam Eli mengatakan pergilah dengan selamat, dan Allah Israel akan memberikan kepadamu apa yang engkau minta dari pada-Nya. Keesokan harinya bangunlah mereka itu pagi-pagi lalu sujud menyembah Tuhan, setelah itu mereka pulang ke Rama. Bersetubuhlah Elkana dan Hana, maka setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan anak laki-laki dan ia memberi nama Samuel, sebab katanya aku telah memintanya dari pada Tuhan.
Setelah anak itu sudah cerai susu dibawanyalah anak-Nya itu dengan membawa seokor lembu jantan yang berumur tiga tahun, satu efa tepung dan sebuyung anggur, lalu diantarnya kedalam rumah Tuhan di Silo. Setelah mereka melakukan upacara-upacara ibadah itu, Hana menyerahkan anaknya kepada Tuhan dan Tuhan memakai Samuel menjadi pelayannya.
Hana adalah seorang istri yang mengandalkan Tuhan dan setia. Hidup mengandalkan Tuhan adalah kehidupan yang menjadikan Tuhan sebagai satu-satunya sumber pengharapan yang dapat dipercaya sepenuhnya. Ketika kaum wanita mengandalkan Tuhan, itu sama halnya sedang menantikan jawaban sesuai waktunya Tuhan, dan Hanapun menerima jawabannya sesuai dengan waktu Tuhan. Begitu juga dengan kesetiaan Hana. Setia merupakan bukti kesungguhan ketaatan dan pengabdian diri seseorang kepada Tuhan.
Hana memiliki kesungguhan hati untuk mengenal Tuhan secara pribadi Ketika ia memilih pergi ke rumah Tuhan. Karena Hana sangat menyadari bahwa kesungguhan hati akan membawanya untuk dapat menerima belas kasihan dari Tuhan. Setiap wanita harus setia kepada Tuhan, yang berarti dilakukan secara terus-menerus, suatu proses menyatakan perbuatan atau Tindakan.
Penting bagi wanita untuk mengenal Tuhan dengan sungguh-sungguh, mencari Tuhan, mengikut Tuhan dengan sungguh-sungguh tidak hanya untuk sementara waktu tetapi terus menerus setia pada Tuhan. Seperti Hana ia setia pada Tuhan walaupun masalah dan tekanan hidup semakin menekan batinnya dan Tuhan sendiri memihak kepada Hana dengan memberikan apa yang menjadi permohonan doa Hana. Hal inilah yang menjadi bukti dari Kesetiaan Hana, yaitu dengan tiada berhenti mengharapkan belas kasihan dari Tuhan.(Anri Sibarani, Jurusan Teologi, Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan)
Editor
: Bantors Sihombing