Oleh: Yenti Karunia Gulo
Kitab Ester menceritakan tentang kisah seorang anak yatim piatu yang cantik, yang menjadi ratu Persia, atas dorongan walinya, Mordekhai. Kemudian mempertaruhkan nyawanya untuk menghentikan persekongkolan di istana untuk membinasakan orang-orang Yahudi. Kisah ini terjadi sekitar tahun 480 sebelum Masehi, satu generasi sebelum Nehemia, dan terjadi di Susan, Istana Persia, di jaman Iran modern.
Kitab Ester kemungkinan ditulis beberapa dekade setelah kisah ini terjadi dan menjelaskan asal muasal hari raya orang Yahudi yang disebut Purim, Hari Raya Purim yang merayakan peristiwa Allah membalikkan rencana ‘membuang undi’ (yang disebut pur) untuk membinasakan orang Yahudi.
Kitab Ester merupakan satu-satunya kitab di dalam Alkitab yang tidak menyebut Allah secara langsung; tetapi, kisah ini mencerminkan kekuasaan dan penyertaan Allah. Walaupun kitab ini tidak dimasukkan ke dalam referensi doa atau pujian, orang-orang Yahudi secara jelas menggambarkan kebergantungan yang terus-menerus kepada Tuhan walaupun mereka tidak kembali ke tanah Israel,
Konflik utama dari kisah ini dimulai dengan tindakan menghormati satu Allah. Seorang pejabat tinggi di pengadilan raja yang bernama Haman, orang Agag, berencana untuk menghancurkan bangsa Yahudi karena Mordekhai menolak untuk bersujud di hadapannya. Dengan tidak bersujud di depan Haman, Mordekhai tetap setia kepada Tuhan. Ini menjelaskan mengapa Haman tidak puas hanya dengan kejatuhan Mordekhai, tetapi harus membinasakan seluruh bangsa Yahudi.
Nama Ester sendiri adalah nama dari seorang perempuan Israel yang bernama Hadasa (Est 2:7), yang kemudian berganti nama Persia, sebagai Ester. Ester adalah perempuan yang diangkat anak oleh Mordekhai, seorang Yahudi dari suku Benyamin (bdk. Est 2:5-7). Ketokohan Ester penting karena ketika Raja Ahasyweros dikecewakan oleh Ratunya, Wasti dan tindakan itu merugikan bagi para lelaki Persia, kerana tidak dapat tidak dihormati oleh perempuan, anggota-anggota istana raja mengusulkan agar mengadakan sayembara untuk memilih ratu baru menggantikan Wasti.
Di sinilah figur Ester muncul sebagai perempuan yang terpilih kerana kecantikannya menyenangkan hati Raja, sehingga dia menjadi Ratu Persia. Hal yang menarik dalam Kitab Ester adalah ketidakhadiran nama “Tuhan” atau “YHWH” yang tidak muncul dalam kitab ini. Orang berpikir bahawa Tuhan tidak berkarya di sini, atau kitab ini tidak layak untuk disebut Kitab Suci. Namun, ada dua hal utama mengapa kata “YHWY” tidak muncul dalam kitab ini.
Pertama, kata “YHWH” tidak muncul karena latar belakang situasi bangsa Yahudi saat itu yang tidak memungkinkan untuk melakukan peribadatan. 'YHWH” dalam kitab ini, berkarya melalui iman dan keberanian Ester. Ester merupakan gambaran perempuan beriman di mana Tuhan bekerja di dalam dirinya. Ester seorang perempuan Yahudi yang tidak gentar untuk memperjuangkan pembebasan bangsa Yahudi dari rencana pembantaian masal yang telah dirancang oleh Haman.
Ester juga melakukan puasa bersama Mordekhai, sebelum dia memberanikan diri untuk menyam- paikan permintaannya kepada Raja (Est 4:15-17). Tindakan Ester ini merupakan ungkapan seorang beriman. Dia berani meminta kepada Raja Ahasyweros untuk pembebasan bangsanya. Di sinilah Tuhan bekerja meskipun tidak ada kata “YHWH” yang memerintahkan. Ini semua bukan karya manusia biasa, tetapi karya yang dilakukan oleh Tuhan dalam keheningan.
Sebaliknya kitab Ester memberikan perspektif bahawa Tuhan tetap beker- ja dan berkarya dalam kehidupan manusia meskipun situasi hidup dalam kekelaman. Dengan kata lain, Kitab Ester menegaskan bahawa Tuhan selalu bekerja meskipun tidak nampak atau bahkan tidak disebutkan dalam suatu kitab. (Yenti Karunia Gulo, Jurusan Teologi, Sekolah Tinggi Teologi Baptis Medan)
Editor
: Bantors Sihombing