"Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan yang menghibur kami dalam segala penderitaan kami, sehingga kami sanggup menghibur mereka, yang berada dalam bermacam penderitaan dengan penghiburan yang kami terima sendiri dari Allah. Sebab sama seperti kami mendapat bagian berlimpah-limpah dalam kesengsaraan Kristus, demikian pula oleh Kristus kami menerima penghiburan berlimpah-limpah" (2 Kor.1:3-5).
Persoalan datang silih berganti menerpa kita sejak awal tahun 2021 ini. Diawali tanggal 9 Januari 2021 jatuhnya pesawat Sriwijaya, menyusul bencana gempa di Sulawesi terus datang banjir di Kalimantan Selatan dan terus meletusnya gunung merapi di Jawa Tengah dst. Kita masih menghadapi virus corona (Covid-19). Pemerintah bekerja keras mencari jalan menghadapinya. Pemerintah telah memulai vaksin untuk melawan penyebaran virus ini dan telah dimulai dengan penyuntikan vaksin kepada Bapak Presiden. Bencana cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Perubahan iklim ekstrem telah mengakibatkan banjir dan merusak prasarana umum, bahkan area pertanian. Mungkin benar apa kata para ilmuwan dunia, Indonesia adalah laboratorium bencana.
Allah tidak menyebabkan terjadinya bencana alam di zaman kita. Dia malah prihatin kepada para korban bencana. Nanti, bencana alam dan semua penyebab penderitaan lainnya akan disingkirkan oleh Kerajaan Allah. Tapi sekarang, Allah memberikan penghiburan kepada semua orang yang terkena dampak bencana alam. (2 Korintus 1:3-5).
Ketika bencana terjadi, kadang-kadang tidak mudah untuk melihat sesuatu dari sudut pandang Tuhan. Kita tidak mungkin dapat mengidentifikasi mengapa bencana terjadi, tapi kita harus selalu siap untuk mengambil tindakan.
Percayalah bahwa Tuhan tahu apa yang Dia lakukan dengan membiarkan bencana terjadi, dan bahwa Ia dapat mendatangkan kebaikan dari situasi buruk. Lihatlah diri kita dan menilai hubungan kita dengan Allah. Kita harus melihat dengan hati-hati bagaimana kita sebagai individu. Gereja-gereja kita dan bangsa kita gagal melayani Tuhan, dan berusaha untuk menempatkan hal yang benar. Kita harus berpaling kepadanya untuk pengampunan melalui YesusKristus.
Dari Alkitab, kita tahu bahwa Allah pernah menggunakan kekuatan alam untuk menghukum manusia. Tapi, itu berbeda dengan bencana alam.
"Bencana alam menewaskan dan membuat cacat tanpa pandang bulu. Sebaliknya, hukuman Allah yang dicatat di Alkitab hanya menimpa orang jahat. Misalnya, saat Allah menghancurkan kota Sodom dan Gomora di zaman dulu, Dia memastikan agar Lot, yaitu seorang pria yang baik dan kedua anak perempuannya selamat. (Kejadian 19:29, 30) Saat itu, Allah melihat hati setiap orang dan hanya membinasakan orang yang Dia anggap jahat. (Kejadian 18:23-32; 1 Samuel 16:7).
"Bencana alam biasanya terjadi tanpa ada tanda-tanda sebelumnya dan kalaupun ada, hanya sedikit yang tahu. Sebaliknya, sebelum Allah menggunakan kekuatan alam untuk menghukum orang jahat, Dia memperingatkan mereka lebih dulu. Orang yang mau berubah setelah diperingatkan bisa selamat dari bencana. (Kejadian 7:1-5; Matius 24:38, 39).
"Manusia sebenarnya ikut menyebabkan atau memperparah bencana alam. Mengapa bisa dikatakan begitu? Karena mereka merusak lingkungan dan mendirikan bangunan di daerah yang rawan terkena bencana seperti gempa, banjir dan cuaca ekstrem. (Wahyu 11:18) Jadi, ketika manusia menderita akibat ulah mereka sendiri, Allah tidak bisa disalahkan. (Amsal 19:3).
Bagaimana Allah membantu korban bencana alam?
"Allah menghibur mereka dengan Firman-Nya, Alkitab. Alkitab meyakinkan kita bahwa Allah peduli kepada kita dan ikut merasakan penderitaan kita. (Yesaya 63:9; 1 Petrus 5:6, 7). Alkitab juga berisi janji-Nya bahwa nanti, bencana alam tidak akan ada lagi. Lihat " Ayat-ayat Alkitab untuk menghibur korban bencana alam".
"Allah membantu para korban melalui orang-orang yang menyembah-Nya. Allah memakai para penyembah-Nya di bumi untuk meniru teladan Yesus. Seperti yang dinubuatkan, Yesus menghibur "orang yang hatinya hancur" dan "semua yang berkabung". (Yesaya 61:1, 2). Para penyembah Allah juga berupaya melakukan yang sama. (Yohanes 13:15). Allah juga menggunakan penyembah-Nya untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada para korban bencana alam. (Kisah 11:28-30; Galatia 6:10).
Bisakah Alkitab membantu kita siap menghadapi bencana alam?
Ya. Walaupun Alkitab bukan buku panduan untuk mempersiapkan diri menghadapi bencana, prinsip-prinsipnya bermanfaat untuk itu.
"Mari kita rencanakan apa yang akan dilakukan kalau terjadi bencana. Alkitab berkata, "Orang cerdik bersembunyi kalau melihat bahaya." (Amsal 22:3) Sangatlah bijaksana kalau kita membuat rencana di muka untuk keadaan darurat yang bisa terjadi. Misalnya, kita bisa menyiapkan perlengkapan darurat yang siap dibawa, menentukan ke mana kita akan berlindung, dan berlatih untuk melarikan diri ke sana bersama keluarga.
"Mari kita sadari bahwa kehidupan lebih berharga daripada harta benda. Alkitab berkata, "Kita tidak membawa apa-apa ke dalam dunia, dan kita juga tidak bisa membawa apa-apa ke luar." (1 Timotius 6:7, 8). Kita perlu rela meninggalkan rumah dan barang-barang kita untuk menyelamatkan diri dari bencana. Ingatlah, kehidupan kita lebih penting daripada barang apa pun. (Matius 6:25).
Renungan: Manusia ditempatkan di bumi untuk "mengusahakan dan memelihara bumi. (Kej.12:15) Dalam bahasa Ibrani abad (menghambakan diri, melayani) dan shamar (menjaga, merawat, melestarikan). Kemudian kita dengarkan pengakuan pemazmur: "Tuhanlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya" (Mzm.24:1) dan "Punya-Mulah langit, punya-Mulah juga bumi, dunia serta isinya Engkaulah yang mendasarkannya" (Mzm.89:12). Alam ini bukan milik kita, melainkan milik Tuhan. Tetapi kita punya tugas memelihara gunung, hutan, sungai, laut, waduk, danau, serta tanah kepunyaan Tuhan ini, bukan merusaknya. Namun jika kita merusak dan mencemarkan bumi, maka bumi akan menjadi tandus, lalu manusia sendiri akan terkena akibatnya. Kelangsungan hidup terancam punah. Kita masih di dunia ini tentu bisa mengalami penderitaan termasuk karena bencana alam. Tetapi kita percaya di dalam pengharapan kita, bahwa Allah akan menghapus semua air mata kita. Kematian tidak akan ada lagi. Perkabungan tangisan ataupun rasa sakit juga tidak akan ada lagi." (Why 21:4). Allah akan menyingkirkan semua penyebab penderitaan termasuk bencana alam. (d)
Sumber
: Hariansib.com edisi cetak