Sabtu, 19 April 2025
PGI Wilayah Sumut Syukuran Awal Tahun dan Seminar

Gereja Hadir Menjadi Sahabat Bagi Umat Terdampak Covid

Redaksi - Minggu, 31 Januari 2021 10:26 WIB
939 view
Gereja Hadir Menjadi Sahabat Bagi Umat Terdampak Covid
(Foto SIB/Horas Pasaribu)
ZOOM MEETING: Susana zoom meeting dalam pada seminar dalam rangka syukuran awal tahun 2021 PGI Wilayah Sumut, Rabu (27/1) di kantor PGI W Sumut Jalan Slamat Ketaren nomor 100 Medan Estate, Kecamatan Percutseituan, Deliserdang, menggunakan protoko
Medan (SIB)
Kepala Departemen Koinonia HKBP Pdt Dr Deonal Sinaga mengatakan, di masa pandemi Covid-19 ini, manusia hidup di dalam VUCA dari (Volatile, Uncertainty, Complex dan Ambigous). Istilah ini menggambarkan kondisi dunia hari ini yang semakin cepat berubah, bergejolak, tidak pasti, kompleks dan tidak jelas.

Ungkapan itu disampaikan Pdt Dr Deonal Sinaga dalam pemaparan materi seminarnya secara virtual dalam rangka syukuran awal tahun PGI Wilayah Sumut, Rabu (27/1) dengan pusat zoom meeting Kantor PGI-W Sumut Jalan Slamat Ketaren Nomor 100, Medan Estate. Dia mengambil topik seminar, “Pelayanan yang sehat di masa pandemi, Gereja hadir menjadi sahabat bagi umat yang terdampak.”

“Dalam situasi VUCA kita dituntut untuk jeli melihat situasi kondisi dan adaptif dalam melakukan pendekatan. Nilai dan hasil menjadi pegangan dalam mengambil keputusan atau langkah nyata. Hingga kemarin tercatat, yang positif terpapar virus corona di Indonesia sudah melewati angka satu juta jiwa. Penambahan tertinggi perharinya, terjadi hingga saat ini dengan jumlah lebih dari 14.000 orang. Ini benar-benar Volatile, Uncertain, Complicated dan Ambiguous (VUCA),” kata Pdt Deonal.

Meski dalam kondisi demikian kata dia, penginjilan harus tetap berjalan. Karena perintah Agung Tuhan Yesus: “Pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku! Beritakanlah Injil”. Ini merupakan amanat yang harus tetap dilakukan kapan pun, di mana pun dan dalam situasi apa pun. “Beritakanlah Firman, siap sedialah, baik atau tidak baik waktunya (2 Tim. 4: 2). Dalam konteks dunia VUCA, panggilan untuk memberitakan Injil tetap kita lakukan dalam masa pandemi virus corona meski kita tidak tahu kapan akan berakhir dan apa yang akan terjadi. Tapi Injil harus tetap diberitakan,” terangnya.

Lanjut dia, akibat Covid, banyak orang yang menderita, kehilangan pekerjaan, menjadi miskin, kebingungan, takut, khawatir akan masa depan, bahkan kehilangan harapan. Tapi gereja hadir sebagai sahabat, gereja memiliki kekayaan yang melimpah yang dapat dibagikan di masa pandemi ini. Kekayaan gereja yang paling berharga adalah firman Tuhan yang memberi harapan, kekuatan, inspirasi dan jaminan keselamatan. Sejarah telah membuktikan, bahwa dalam situasi dan kondisi paling susah sekali pun, umat yang menerima dan menghidupi firman Tuhan bisa tampil kuat dan berjaya.

Kisah-kisah dalam Alkitab dan catatan dalam sejarah gereja, serta kesaksian iman orang-orang percaya telah membuktikan bahwa orang beriman yang hidup dalam Firman Tuhan mampu bertahan. “Hal mendasar harus dipegang oleh gereja, orang percaya dan hamba Tuhan ingin menjadi sahabat bagi yang menderita di tengah dunia. Kita harus mampu memahami penderitaan orang. Bersedia melihat, mendengar, mempelajari apa sebenarnya yang terjadi dalam hidup orang yang menderita akibat pandemi ini,” paparnya.

Melihat dari sudut pandang orang yang menderita, dengan rasa empati dan simpati, gereja tidak akan bertindak judgemental terhadap orang yang menderita. Orang yang terpapar jangan dihakimi, mereka adalah korban pandemi ini. Gereja harus hadir sebagai motor yang memberikan pencerahan, dan jangan berdiri sebagai hakim, terlebih di hadapan para korban positif Covid-19, ODP, PDP, keluarga yang kehilangan orang yang dikasihi, kena PHK, miskin, menderita. Sebaliknya, gereja harus solider. Menjadi sahabat bagi korban pandemi, gereja harus bersedia melakukan aksi nyata, yakni aksi solidaritas.

Gereja benar-benar mau menanggung sebahagian dari beban dan derita para korban. Bersedia melakukan upaya yang akan meringankan beban mereka, menunjukkan dan sedapat mungkin memberikan jalan keluar bagi mereka. Menjadi sahabat bagi korban pandemi, gereja harus bersedia melakukan aksi nyata, yakni aksi solidaritas. Gereja benar-benar mau menanggung sebahagian dari beban dan derita para korban, bersedia melakukan upaya yang akan meringankan beban mereka, menunjukkan dan sedapat mungkin memberikan jalan keluar bagi mereka.

Tahun lalu, kata Deonal, mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) melakukan protes di Pematang-siantar atas dugaan penyalah-gunaan bantuan Covid-19. Orang-orang yang sepatutnya mendapat bantuan, tetapi tidak mendapatkan apa-apa. Di sinilah gereja seharusnya jeli dan berani menyuarakan hal-hal seperti ini. Kehadiran gereja memonitor penggunaan anggaran pemerintah seperti ini sangat penting. Jika gereja hanya diam berpangku tangan, tidak mungkin bisa tampil sebagai sahabat bagi orang-orang yang menderita.

“Di beberapa tempat, terjadi penolakan terhadap pasien Covid-19. Bahkan mayat korban pun ditolak untuk dikuburkan di tempat tertentu. Ini sungguh tidak manusiawi. Gereja harus mampu menyuarakan hal-hal seperti ini, dan memberikan pencerahan kepada masyarakat supaya mereka juga mampu untuk empati, simpati, solider, bahkan menjadi suara korban pandemi ini. Firman Tuhan dalam Yesaya 41:10, Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau. Janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan memegang engkau dengan tangan kananKu yang membawa kemenangan,” terang mantan Praeses HKBP Distrik XXI Banten ini.

Turut hadir di sentral zoom meeting, Ketua Umum PGI Wilayah Sumut Bishop Darwis Manurung, Sekum Pdt Hotman Hutasoit MTh, pimpinan Gereja Ortodoks Fater Dr CP Manalu, Dr RE Nainggolan, Ketua PGIW Sumut Pdt DR Eben Siagian, Wasekum Pdt Bima Gustaf Saragih, Pdt Asal Tambunan, St Renward Sirait, Silvia Pasaribu dari PWKI dan lainnya. (M10/d)

Sumber
: Hariansib edisi cetak
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru