Perhelatan Rapat tertinggi (Sinode Godang) di HKBP sudah diputuskan oleh pimpinan HKBP. Waktu dan tempat pelaksanaan sudah ditetapkan di Seminarium Sipoholon, 19-25 Oktober yang akan datang. Ephorus HKBP telah melantik Panitia pelaksana 23 April yang lalu. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah perhelatan ini dapat dilaksanakan di tengah-tengah Pandemi Covid-19 ini?
Sepintas, kondisi terkini sepertinya masih sangat mengkuatirkan kita. Belum terlihat tanda-tanda yang menggembirakan apakah kita sudah dapat mengatasi keadaan ini. Sebab, banyak negara-negara lain yang masih tetap gamang dan menghadapi dilema, apakah akan membuka seluruh kegiatan ekonomi/bisnis/budaya/agama secara penuh atau tidak, karena angka-angka orang terpapar serta jumlah korban meninggal masih tetap tinggi. Bahkan ada berbagai daerah/wilayah yang masih menerapkan 'lockdown' dan pembatasan berskala besar, meskipun sudah ada yang melonggarkan aturan, yang sifatnya transisional atau semacam relaksasi.
Apalagi vaksin/obat belum dapat ditemukan, hal ini semakin menambah kekuatiran banyak pihak, bagaimana kesiapan membuka seluruh kegiatan ekonomi /bisnis /budaya/agama dapat dilakukan, sementara seluruh pranata yang diperlukan sebagai persyaratan-persyaratan utama belum siap memasuki era new normal baru ini.
Kesadaran masyarakat kita juga masih sangat rendah, selain juga belum siap dan gamangnya sebagian pemerintah daerah di dalam mengatasi keadaan ini, apakah karena keterbatasan prasarana juga kondisi keuangan yang tidak tersedia untuk mengatasi 'kompleksnya' penanganan Covid-19 ini, serta panjangnya waktu menangani Pandemi ini. Bahkan, HKBP dan gereja-gereja lainnya sudah mulai 'mengeluh' karena besarnya dampak yang diakibatkan Pandemi Covid-19 dalam kehidupan tata kelola jemaat, termasuk sulitnya mengumpulkan pemasukan keuangan gereja, disebabkan 'ngadatnya' pergerakan ekonomi jemaat. Sementara kita tahu bersama, tanpa dukungan finansial jemaat, bagaimana mungkin pelayanan dapat berjalan secara efektif dan optimal. Kembali hal ini menjadi sebuah ujian yang sangat berat.
Menimbang Kondisi faktual
Dalam konteks perhelatan Sinode Godang ini, panitia tentu saja tak dapat memutuskan secara sepihak. Kondisi kita saat ini, tentu sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya. Kita berada di sebuah era Pandemi yang sangat genting dan penuh kewaspadaan.
Kita bahkan sangat perlu mendengar dengan baik serta mendapatkan rekomendasi dari Satuan Gugus Tugas Covid- 19, setidaknya untuk memastikan, apakah boleh atau diijinkan melaksanakan Sinode Godang tahun ini. Kita dapat memahami itu, karena besarnya resiko yang harus ditanggung oleh sebuah keputusan yang dikeluarkan tanpa pertimbangan yang lengkap, memadai dan menyeluruh. Pemerintah tentu akan mempertimbangkan seluruh kondisi faktual/objektif dengan prinsip kehati-hatian serta komprehensif, karena menyangkut hajat hidup orang banyak, termasuk juga menjaga wibawa pemerintah bagaimana kesiapan mereka serta tanggungjawab untuk mengurangi/memutus penyebaran virus yang sangat berbahaya ini.
Menurut penulis, ada beberapa konsideran yang sangat fundamental, yaitu ;
Pertama, karena peserta yang hadir akan datang dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri, maka ada kesulitan yang tak dapat disepelekan, mengingat peraturan-peraturan lokal masing-masing berbeda-beda (baca : transisi, pelonggaran atau pembatasan atau lockdown) yang masih sering berubah sesuai dengan kondisi mutakhir Covid-19 ini. Kedua, apakah Kampus Seminari Sipoholon sungguh-sungguh 'siap' memenuhi seluruh protokoler kesehatan : cuci tangan, memakai masker, membersihkan (disinfektan), dengan jumlah seribuan (1000-an) lebih orang yang berkegiatan di sana selama kurang lebih 6 hari? Apakah fasilitas umum/khusus untuk menunjang itu boleh disiapkan dalam sisa waktu yang tersedia seperti sekarang ini. Mengingat lalu-lintas pengiriman barang/material sedikit melambat karena memperhatikan protokoler yang ketat. Ketiga, dapatkah panitia memastikan siap mengawasi dengan ketat bahkan bila perlu menindak bila peserta/panitia tidak memperhatikan dan menjaga aturan Social /Physical distancing yang nota bene, sangat bertentangan dengan kultur bersinode HKBP yang begitu guyub. Keempat, apakah masyarakat setempat dan pemerintah lokal 'terbuka' menerima kehadiran seluruh peserta/peninjau/tamu yang datang dari berbagai tempat dengan Zona yang berbeda-beda sesuai dengan kategorisasi yang diberikan oleh satuan gugus tugas Covid -19? Kelima, apakah HKBP betul-betul siap secara finansial menyediakan beban pembiayaan yang harus dipikul, dalam kondisi kesulitan banyak gereja-gereja yang terdampak langsung Covid-19 ini.
Berhikmat di dalam Tuhan
Dengan segala kondisi objektif yang dijabarkan di atas, lantas apakah kita harus menyerah dengan keadaan ini ? Tentu tidak. Sebagai orang percaya, sebagai umat Tuhan, yang dipanggil dan hidup di dalam iman kepada Tuhan, orang percaya tak dapat menyerah dan kalah dengan keadaan. Terlebih lagi, penting untuk dicatat dan selalu diingat, bahwa gereja sering digambarkan seperti perahu yang berlayar di tengah gelombang dan badai yang sangat besar dan ganas, tetapi Perahu itu tiba dengan selamat karena dipimpin nahkoda agung : Tuhan Yesus. Kita yakin, Panitia Sinode dan Pimpinan HKBP diberikan Hikmat dan kebijaksanaan dalam meyakinkan pihak pemerintah serta mempersiapkan seluruh pranata yang diperlukan dalam melaksanakan perhelatan ini, dengan tetap rendah hati di hadapan Tuhan serta menyerahkan sepenuhnya dalam kuat kuasa pertolonganNya. Supaya hanya dengan mengandalkan Tuhan Yesus, memulai seluruh tahap demi tahap persiapan untuk perhelatan besar ini : Sinode Godang HKBP. Biarlah kehendak-Mu yang jadi, bukan kehendak manusia. Amin ! (f)