Tiap bencana terjadi merenggut banyak nyawa manusia. Bukan saja puluhan bahkan puluhan ribu. Bukan saja nyawa, juga tempat tinggal dan pekerjaan. Benar-benar sakit dan semua merasakannya penduduk di bumi ini. Belum lagi materi yang tak kalah pentingnya harus tersedot dana yang tidak kepalang tanggung banyaknya. Tujuannya agar mereka yang terkena bencana terbantu melalui juga doa untuk menenangkan hati yang luka dan menderita.
Persoalan selanjutnya, apa yang mesti kita perbuat? Salah satu dari Tri-Tugas Panggilan Gereja adalah pelayanan di bidang Diakonia. Pelayanan diakonia perlu mendapatkan perhatian ulang dari gereja, sebagai bentuk implementasi dari pernyataan Tuhan Yesus. Yaitu, dilayani bukan untuk dilayani (Mrk 10:45).
Diakonia dikerjakan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia (dan lingkungan) sebagai tempat pemeliharaan Tuhan Allah yang sedang berlangsung secara terus menerus. Sasarannya membangun kehidupan rohani dan jasmani sebagai dasar untuk kehidupan sekarang, kini dan besok. Dengan sikap seperti itu, bahwa Tuhan menghendaki agar kita senantiasa taat, sabar menunggu janji-janji Allah. Diperlukan suatu proses untuk mencapai tujuan, memiliki janji-janji Allah, yaitu proses iman dan ackting.
Hidup berdiakonia dalam konteks berjemaat, merupakan tugas gereja dalam rangka memberi tanggapan atas persoalan masyarakat sebagai bukti dari iman dan ibadahnya kepada Tuhan Allah. Perlu untuk merespons pergeseran di bidang sosial ekonomi dan perubahan dalam tata susunan masyarakat, perkembangan yang mengarah kepada suatu kehidupan bersama yang lebih luas secara global. Tujuannya agar setiap umat senantiasa bersukacita dalam kerangka mensejahterahkan sesama (bdk Yer 29: 7-11).
Dengan melihat tantangan yang kita hadapi selama ini dalam ber-diakonia harus kita kritisi kembali, apakah pelayanan diakonia kita sudah dapat menjawab tantangan yang ada?
Peran warga dalam berdiakonia tsb diharapkan dibangkitkan agar rasa peduli untuk membicarakan beberapa persoalan aspek penting, baik itu dibidang kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial. Secara historis telah dibuktikan, bahwa gereja telah melakukan gerakan diakonianya sebagai wujud penyataan kasih dan rahmat Tuhan Allah kepada dunia. Namun, sekarang ini ketidaksejahteraan, seperti kemiskinan masyarakat muncul kembali dan menjadi salah satu tantangan terberat diakonia di Indonesia.
Berangkat dari pemahaman di atas inilah, sebaiknya gereja dan umat Kristen sebaiknya concern terhadap kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia. Concern terhadap pergumulan masyarakat dan bangsa Indonesia memberikan sumbangan pemikiran yang sangat berarti bagi gereja-gereja di tengah pelayanan yang dijalankan, bahkan bagi bangsa dan negara yang sedang melaksanakan pembangunan secara utuh. Membangun kantong-kantong diakonia seperti kata pepatah sedia payung sebelum hujan.
Ajakan berdiakonia di semua gereja dan seluruh jajarannya, boleh merefleksikan kembali pola dan model (pelayanan) diakonia yang selama ini diterapkan. Berdasarkan refleksi dan pemetaan sosial-politik-kesehatan-pendidikan masa kini, dirasa perlu adanya rumusan baru pola dan model diakonia yang lebih relevan dan kontekstual untuk menjawab persoalan ketidaksejahteraan masyarakat.
Ada tiga hal pelayanan berdiakonia menjadi penting agar kasih Tuhan benar-benar dapat diwujudkan dan dirasakan, yaitu:
Pertama, diakonia dalam bidang kesehatan, diarahkan bukan sekadar menyembuhkan penyakit, tetapi membebaskan masyarakat dari penyakit.
Memberantas penyakit merupakan bentuk kerendahan hati gereja untuk mewujudkan kasih dan keadilan Tuhan Allah di masyarakat. Kesehatan bukan sekadar menyehatkan, tetapi juga menyembuhkan (yang berarti juga menyelamatkan dan memberdayakan) dan menjadikan kehidupan manusia utuh (wholeness).
Kedua, diakonia dalam bidang pendidikan bertujuan untuk membebaskan masyarakat dari belenggu kebodohan untuk membangun kesadaran tentang dirinya. Pemulihan dan pengutuhan kehidupan manusia melalui Yesus Kristus yang datang ke dunia dan merelakan diri merupakan contoh pelayanan diakonia yang utuh. Melalui pendidikan masyarakat diajak memahami artinya kemanusiaan. Karena itu untuk menumbuhkan diakonia pendidikan yang berkesinambungan, baik di kota dan di desa, diakonia pendidikan ini perlu dilakukan secara berkelanjutan di gereja.
Ketiga, diakonia dalam bidang sosial berusaha menjawab persoalan kemiskinan tanpa mengabaikan hak-hak dasar kehidupan manusia. Kesejahteraan menempatkan manusia dengan segala dimensinya (ekonomi, sosial, budaya, politik) seharusnya menjadi orientasi diakonia gereja ke depan. Oleh sebab itu, kerja sama dengan pihak lain menjadi sangat diperlukan gereja, supaya kebersamaan baik di dalam gereja atau dengan pihak lain, baik agama-agama lain, organisasi masyarakat, dan pemerintah, baik tingkat lokal-regional maupun nasional, semakin ditingkatkan.
Tentu, semangat kebersamaan di antara gereja-gereja menjadi daya dukung yang paling penting. Diakonia menjadi salah satu praktik pembebasan yang nyata dari ketidaksejahteraan masyarakat melalui kebersamaan semua pihak. Diakonia gereja ke depan sudah selayaknya dikerjakan dalam semangat ekumenisme dan pluralisme dalam masyarakat.
Pelayanan diakonia adalah pelayanan menyatakan berkat Tuhan Allah bagi semua orang di mana gereja berada. Berdiakonia artinya, gereja-gereja dengan sungguh menyadari bahwa pelayanan diakonia mesti dilaksanakan secara terus-menerus untuk menyatakan damai sejahtera Tuhan Allah (shalom) kepada dunia.
Akhirnya, agar kasih Tuhan dirasakan lewat berdiakonia, maka setiap warga gereja yang juga warga negara, baik itu pejabatnya dan warganya perlu mempergumulkan aspek teologis, aspek sosial-politik, aspek ekonomi-ekologi, dan penerapannya dalam kehidupan nyata dalam gereja. Memetakan potensi dan permasalahan nyata lembaga-lembaga diakonia gereja, khususnya di bidang kesehatan, pendidikan dan kesehatan dapat disinergikan. Setiap orang secara pribadi maupun kelompok memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan pribadi, gereja, dan masyarakat.
(Penulis: Praeses HKBP Distrik XI Toba Hasundutan, tinggal di Balige/h)