Kemeriahan perayaan Tahun Baru 2014 telah usai. Jemaat kembali diperhadapkan pada realitas pergulatan hidupnya. Sambil menahan rasa kesal akibat guncangan ekonomi pasca keputusan pemerintah menaikkan dan menurunkan harga gas LPG, kita masih prihatin akan keadaan yang dialami para pengungsi erupsi Gunung Sinabung.
Di sisi lain, realitas sosial kita masih ditandai tingginya jumlah orang miskin yang harus menghadapi kesulitan hidup di tengah-tengah maraknya senyuman para koruptor sebagai tahanan KPK. Serta timbulnya rasa takut untuk menjalankan kegiatan ibadah atas ulah para teroris berlabel doktrin agama yang bersifat sektarian.
Dan salah satu realitas penting untuk dicermati, yaitu persiapan para punggawa politik untuk bertarung dalam ritual riuh demokrasi elektoral legislatif pusat sampai daerah dengan segala implikasinya termasuk menguatnya fenomena Golput (tidak memberi suara pada Pemilu) sebagai ekspresi kesal rakyat melihat ulah para legislator.
Maka, realitas sosial yang dihadapi oleh umat (gereja) adalah realitas hidup kacau balau, penuh kegelapan, ketiadaan harapan. Dan salah satu elemen fundamental yang berkaitan dengan hal itu adalah faktor kepemimpinan pada nilai-nilai etika, komitmen dan integritas sebagai variable utama.
Teologi Mesianik Israel
Salah satu faktor fundamental yang berkaitan dengan rusaknya kehidupan sosial bangsa Israel tidak dapat dipisahkan dari fungsi kepemimpinan dengan segala variabelnya. Seruan prophetis Yesaya 9:1-6; Yeremia 23:1-12, Yehezkiel 34 menunjukkan adanya keterkaitan langsung antara fungsi seorang pemimpin dalam mewujudkan realitas kerajaan Allah di dalam pergumulan umat.
Catatan teologis ketiga nabi besar tersebut adalah paradigma kepemimpinan. Menyangkut pada fungsi dan praktek kepemimpinan seorang raja, gembala, serta menjadi elemen penting dalam menyadarkan umat Israel agar keluar dari kegelapan, bangkit dari keterpurukan ekonomi, bebas dari penindasan politik. Dalam realitas fungsi pemimpin demikianlah nabi Yeremia memberi gagasan pengharapan mesianik.
Nabi Yeremia pasal 23:5 "Aku akan menumbuhkan Tunas adil bagi Daud. Ia akan memerintah sebagai raja bijaksana". Yeremia menyatakan suatu gagasan mesianik dengan istilah kata "tsemah tsadiq" yang ditanamkan secara kuat dalam teologi Yahudi. Dengan istilah tersebut, umat Tuhan diberi harapan akan kepemimpinan yang berkaitan pada aspek ekonomi, hukum, politik dan teologi.
Demikian juga Yesaya 9:5-6 memberi gagasan hadirnya pemimpin yang perkasa sebagaimana masa kepemimpinan Daud yang mengalahkan bangsa-bangsa sekitar. Tetapi dalam kandungan makna kata mesianik, Yesaya mencatat bahwa kerajaan mesianik adalah Raja Damai. Dan Yehezkiel 34 memberikan pola dan praktek kepemimpinan sebagai seorang gembala.
Pemimpin Politik Mesianik
Ada semacam koinsidensi pemikiran yang muncul atas realitas empiris bangsa Israel pada seruan prophetis Yesaya, Yeremia dan Yehezkiel dengan pengalaman hidup orang Kristen di Indonesia saat ini.
Perspektif nilai demikianlah latar pergulatan teologis yang memunculkan gagasan pentingnya pemimpin bangsa yang adil, bijaksana, kuat tak tergoyahkan gonjang ganjing politik. Mungkin nilai itulah yang melatari Panitia Natal Nasional 2013 (PGI dan KWI) menetapkan tema "Datanglah ya, Raja Damai".
Praktek kepemimpinan tak bermoral akan berdampak luas. Terjadi korupsi, rendahnya komitmen perjuangan bagi orang miskin, keterpurukan ekonomi, lemahnya jaminan keamanan, menipisnya harapan hidup lebih adil, makmur. Juga menyuburkan kultur politik sektarian sehingga menindas kaum minoritas sebagaimana dialami HKBP Filadelfia, GKI Yasmin. Itulah kenyataan hidup bangsa ini.
Tetapi dalam konteks tugas panggilannya, gereja harus berjuang mewujudkan tanda-tanda kerajaan Allah di dunia. Maka dalam prakteknya, gereja harus mengafirmasi politik sebagai entitas penting. Gereja harus berjuang dan membuktikan bahwa politik adalah suci, kudus sebagaimana diperjuangkan John Wesley dengan gerakan Methodist, oleh Leonardo Boff, Gustavo Gutierez sebagai pejuang Teologi Pembebasan dan yang lainnya.
Pengharapan Mesianik
Jika realitas sosial hidup berbangsa saat ini sarat dengan praktek kepemimpinan tak bermoral, sehingga menimbulkan apatisme rakyat dan menipisnya harapan hidup, maka pada realitas demikianlah nilai-nilai kekristenan, serta entitas kepemimpinan mendapat momentum penting.
Dan pada saat yang bersamaan, gereja diingatkan akan tugas pemberdayaan politik serta tugas menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di dalam dunia. Justru semakin kacau Negara ini, peran penting orang Kristen sebagai garam dan terang harus terus diingatkan dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Maka seruan pengharapan politik mesianik dalam konteks demokrasi elektoral legislatif pusat dan daerah serta Presiden, menjadi momentum bagi gereja untuk memberdayakan jemaat dalam memilih dan mengutus beberapa umat sebagai Calon Legislatif. Maka orang Kristen jangan Golput. Orang Kristen yang terpilih sebagai legislator harus mewujudkan panggilan imannya.
Sehingga, kecerdasan politik tersebut sebagai bagian dari iman, diharapkan dapat melahirkan pemimpin yang "tsemah tsadiq" dan peralihan kepemimpinan nasional (Presiden) berlangsung baik dan konstitusional. (q)