Cerita tentang Abraham dalam nats Kejadian 15 ini merupakan awal pemanggilan kepada manusia sebagai hambaNya agar menjadi berkat. Nama Abraham dikenal sebagai salah satu tokoh Perjanjian Lama, sosok seorang beriman. Karena kesetiaan dan komitmennya terhadap panggilan dan perintah Tuhan maka Tuhan menjanjikan berkat, harta, keturunan.
Namun, di hari tuanya, Abram kembali dilanda ketakutan. Setelah ia berlelah mencari hartanya, menjelang ajalnya ia dirundung rasa takut. Ketakutan Abram adalah, siapa yang akan mewarisi harta yang didapatkannya dengan cucuran keringat sebab ia belum mempunyai keturunan, anak kandung yang layak menjadi ahli warisnya. Tuhan itu setia dengan janjiNya, bahwa Tuhan akan memberkatinya juga dengan keturunan. Tuhan bukan hanya menjanjikan seorang anak bagi Abram tetapi Tuhan memberikan keturunan sebanyak bintang-bintang di langit (Kejadian 15:1-6).
Bagaimana Abram bisa percaya bahwa Tuhan akan memberikan anak kepadanya melalui isterinya yang sudah tua? Sulit memang menerimanya secara logika. Tapi iman (percaya) memang bukan logika. Percaya berarti menyerahkan sepenuhnya kehidupan kepada yang dipercaya. Itulah ciri-ciri seorang yang beriman (Ibrani 11:1).
Abram merespon perkataan Tuhan dengan percaya. Sikap iman percaya itu pula yang membuat Abram menjadi masyhur, ia kemudian dikenal sebagai Bapak orang percaya (beriman). Tuhan sungguh-sungguh memberi keturunan bagi Abram, Ishak dilahirkan dari isterinya Sara. Ishak juga menjadi orang percaya.
Keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub menjadi orang percaya. Kita juga terhisap menjadi orang percaya. Abram sungguh-sungguh memiliki keturunan seperti bintang di langit. Abram bukan hanya mewariskan harta dunia bagi keturunannya, tetapi lebih dari itu Abram mewariskan iman percaya kepada banyak orang, termasuk saudara dan saya. Kita telah menjadi orang percaya sebagai orang yang diselamatkan oleh Tuhan kita, Yesus Kristus.
Memang rasa takut, khawatir muncul saat kita lemah dan berfikir sesaat, saat kita lupa pada janji, bimbingan, dan tuntunan Tuhan. Dalam masa-masa sulit kita sering berkeluh kesah, "Jika saja saya memiliki iman yang lebih besar!" Meskipun demikian dalam kehidupan sehari-hari kita menunjukkan bahwa yang terpenting bukanlah besarnya iman kita, tetapi objek dari iman itu sendiri. Misalnya, bila kita duduk di kursi, kita percaya bahwa kursi itu akan menopang kita. Kita beriman kepada kursi itu, bukan pada besarnya iman yang kita miliki.
Dalam Markus 11:12-24, Yesus mengajar murid-murid-Nya tentang pentingnya memiliki objek yang tepat bagi iman kita. Hal itu bermula saat mereka mendengar Yesus mengutuk pohon ara (ayat 14). Pagi berikutnya, Petrus berseru, "Lihatlah, pohon ara yang Kau kutuk itu sudah kering" (ayat 21). Yesus menjawab, "Percayalah kepada Allah!" (ayat 22). Dengan menyatakan Allah sebagai objek iman, Yesus meyakinkan bahwa mereka pun dapat berdoa dan merasakan hasil yang menakjubkan lewat iman yang berpusat pada Allah. Begitu pula dengan kita.
Seringkali kita memuji orang-orang yang memiliki iman yang besar kepada Allah. Ian Thomas pernah berkhotbah: "Tatkala kita mengucapkan selamat kepada orang-orang yang beriman kepada sang Pencipta, sesungguhnya kita lebih kagum pada orang tersebut karena imannya besar, daripada kepada Allah yang menjadi objek imannya." Lanjutnya, "Agar kita tidak mengandalkan besarnya iman kita, kita harus lebih mengenal objek iman itu, yakni Allah sendiri."
Demikian halnya dengan Abraham karena ia memiliki iman kepada panggilan Allah yang memerintahkan supaya menuruti perintah, petunjuk, dan rencana Tuhan maka ia pun dipercayakan menjadi saluran berkat, kemudian ia menjadi pewaris, menjadi bapa orang percaya di jamannya hingga ke jaman Perjanjian Baru.
Dewasa ini, kekhawatiran seperti yang pernah dialami dan dikeluhkan Abraham mungkin saja kita pernah mengalami kekhawatiran yang berlebihan. Kita mungkin khawatir tentang apa yang akan kita makan dan nikmati jika musim penghujan karena takut banjir, longsor, rusak masa panen tanaman palawija. Tetapi, kenyataannya belum terdengar di sekitar kita ada yang meninggal karena busung lapar.
Berkat yang kita miliki adalah pemberian Tuhan, karena itu hendaklah kita menjadi orang beriman agar berkat semakin Tuhan limpahkan kepada kita. Amin.!