Jumat, 18 Oktober 2024

Pdt Penrad Siagian: Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat dan Tata Ruang Harus Jadi Prioritas DPD RI

Firdaus Peranginangin - Kamis, 17 Oktober 2024 14:30 WIB
334 view
Pdt Penrad Siagian: Pengesahan RUU Masyarakat Hukum Adat dan Tata Ruang Harus Jadi Prioritas DPD RI
Foto SNN/Firdaus
Pdt Penrad Siagian.
Medan (harianSIB.com)
Anggota Komite I DPD RI Pdt Penrad Siagian mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Hukum Adat (RUU MHA) dalam tahap awal masa sidang DPD RI, karena RUU tersebut harus lebih diprioritaskan demi melindungi masyarakat adat dari kesewenang-wenangan pengusaha.

"Lebih baik kita mendorong pengesahan cita-cita dan semangat dari masyarakat hukum adat yang sudah lama dinantikan masyarakat adat, agar mereka terhindar dari bulan-bulanan pengusaha yang berusaha merampas tanah adat mereka," ujar Penrad Siagian dalam Rapat Komite I DPD RI, Kamis (17/10/2024) di Komplek Parlemen Jakarta.

Dalam rapat itu, Penrad juga menyoroti berbagai kasus yang terjadi di Indonesia, terkait status ulayat dan hak-hak masyarakat adat yang belum mendapatkan pengakuan dan perlindungan yang memadai dari pemerintah.

Baca Juga:

Menurut Penrad, masyarakat hukum adat memiliki peran penting dalam sejarah dan kebudayaan bangsa, sehingga hak-hak mereka harus menjadi prioritas di masa sidang ini.

Ia menegaskan, bahwa naskah akademik terkait Undang-undang Masyarakat Hukum Adat sudah lengkap dan tersedia, baik dari berbagai versi maupun yang disiapkan oleh pemerintah.

Baca Juga:

Pendeta dan aktivis ini juga menekankan, alasan administrasi tidak boleh menjadi penghalang untuk segera mengesahkan undang-undang tersebut, yang telah lama dinantikan oleh masyarakat adat. Dalam hal ini, seluruh anggota DPD RI harus bekerja keras memenuhi aspirasi masyarakat adat dan memastikan hak-hak mereka diakui dan dilindungi melalui UU tersebut.

RUU Tata Ruang

Dalam rapat tersebut, Penrad juga menegaskan tentang pentingnya pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Tata Ruang sebagai solusi atas tumpang tindihnya lahan yang sering terjadi di Indonesia.

"Masalah tata ruang di negeri ini sudah menjadi fenomena yang mendesak untuk segera diatasi karena banyak rakyat yang menjadi korban ketidakpastian status kepemilikan lahan akibat kebijakan tata ruang yang masih karut marut," katanya.

Bahkan, ujarnya, sering kali masyarakat harus menghadapi masalah pertanahan yang tumpang tindih, akibat lahan yang mereka miliki dimasukkan sebagai hutan atau diambil alih oleh korporasi besar dengan hak guna usaha (HGU).

"Sangat urgent karena karut marut penataan ruang di Indonesia. Banyak kasus pertanahan tumpang tindih yang mengakibatkan status kepemilikan tidak jelas, sehingga banyak rakyat yang menjadi korban," tegasnya sembari menambahkan, penataan ruang yang belum jelas sering kali menyebabkan lahan pertanian rakyat diubah statusnya menjadi kawasan hutan, kemudian diambil alih oleh perusahaan besar.

Penrad juga merespons data Kementerian ATR/BPN terkait adanya 2.500 desa masuk kawasan hutan. Kasus seperti ini bukan hal baru, namun telah berlangsung lama dan terjadi di banyak wilayah di Indonesia.

"Kasusnya bukan hanya satu atau dua, melainkan banyak sekali," ujar Penrad sembari menekankan bahwa pengesahan RUU Tata Ruang sangat dibutuhkan untuk memberikan kejelasan atas status lahan dan melindungi hak masyarakat, terutama petani kecil, dari perampasan lahan secara sepihak oleh korporasi besar.

Berkaitan dengan itu, tambahnya RUU Tata Ruang diharapkan mampu memberikan solusi yang lebih adil dan transparan, memastikan bahwa penataan ruang di Indonesia tidak hanya berpihak pada kepentingan bisnis besar tetapi juga mempertimbangkan kepentingan masyarakat luas.(*).

Editor
: Bantors Sihombing
SHARE:
komentar
beritaTerbaru