Jakarta (SIB)
Kementerian Kesehatan mengatakan
Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan bahwa
dua persen penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami masalah
kesehatan jiwa, dan tiga masalah dengan prevalensi tertinggi yaitu
depresi,
kecemasan, dan
schizophrenia.
Dilansir dari Koran SIB, Direktur Kesehatan Jiwa
Kementerian Kesehatan R
Vensya Sitohang mengatakan dalam siaran pers di Jakarta, Senin (29/7) bahwa data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022 juga menunjukkan satu dari delapan orang di dunia mengalami masalah
kesehatan jiwa.
"Global Burden Disease per 2019 menunjukkan bahwa gangguan jiwa itu menyebabkan kedua, urutan kedua, year lived with disability, atau YLD, di Indonesia," ujar Vensya.
Baca Juga:
Dia menyebutkan selain ketiga masalah kejiwaan tersebut, lainnya adalah penyalahgunaan narkoba di semua kalangan, serta maraknya kasus orang melukai diri sendiri, bahkan percobaan bunuh diri. Adiksi terhadap pornografi serta judi online, menurutnya, juga patut diperhatikan.
Menurutnya, sejumlah faktor risiko yang memicu masalah tersebut adalah kurangnya literasi
kesehatan jiwa, keterbatasan akses layanan
kesehatan jiwa, masih tingginya stigma dan diskriminasi dalam penanganan masalah.
Baca Juga:
Direktur itu menyebutkan pada peringatan Hari Kesehatan Jiwa Sedunia 2024, tema yang diangkat adalah 'Saatnya Memprioritaskan Kesehatan Mental di Tempat Kerja'. Tema itu dinilai selaras dengan kondisi Indonesia saat ini.
"Nah, hal ini sejalan dengan data BPS tahun 2023 yang menyebutkan angkatan kerja mencapai 147,7 juta orang atau 68 persen dari penduduk, dengan jumlah pekerja sebanyak 139 juta orang atau 94,1 dari angkatan kerja," katanya.
Selain itu, dia menyebutkan bahwa beban pekerjaan dapat menjadi salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan mental, terlebih lagi apabila di lingkungan itu ada pelecehan, diskriminasi, dan perundungan.
Vensya menyebut bahwa masalah kesehatan mental menjadi tantangan yang perlu dihadapi bersama, karena dapat memengaruhi perasaan, pemikiran, perilaku seseorang terhadap hubungan pribadi, pendidikan, pekerjaan, maupun kehidupan bermasyarakat.
"Dan kondisi ini menjadi beban suatu negara, termasuk negara kita, Indonesia, karena berdampak pada kesehatan fisik, sosial, hak asasi manusia, ekonomi, dan yang sangat merugikan terjadinya penurunan produktivitas sumber daya manusia," ujarnya. (**)