Kamis, 24 April 2025

Jokowi Panggil Menkeu, Kepala OJK Hingga Gubernur BI

* Airlangga Sebut Rupiah Melemah karena Ekonomi AS Menguat
Redaksi - Jumat, 21 Juni 2024 09:47 WIB
549 view
Jokowi Panggil Menkeu, Kepala OJK Hingga Gubernur BI
(Foto: Ant/Bayu Saputra)
PELEMAHAN RUPIAH: Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam Konferensi Pers Pengembangan King’s College London, Jakarta, Kamis (20/6). Airlangga mengatakan pelemahan Rupiah hal yang wajar.

Jakarta (SIB)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanggil menteri-menteri hingga kepala lembaga yang tergabung dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Kamis (20/6) sore, membahas terkait naiknya dolar Amerika Serikat (AS), yang mengakibatkan Rupiah anjlok.

Pantauan wartawan, menteri yang hadir adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menkeu Sri Mulyani. Ada juga Ketua Otoritas Jasa Keuangan Mahendra Siregar dan Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo.

Dilansir Koran SIB. mereka datang satu per satu pada waktu yang berbeda. Sejauh ini belum ada keterangan apa pun yang diberikan.

Baca Juga:

Sri Mulyani mengiyakan saat ditanya rapat membahas dolar AS.

Sebelumnya, nilai tukar rupiah tercatat melemah 5,92 persen terhadap dolar AS dari level akhir Desember 2023. Bahkan pelemahan ini sempat membuat rupiah jatuh ke level Rp 16.400 per dolar AS. Bahkan pada Jumat (14/6), mata uang Garuda Pancasila berada di posisi Rp 16.412 per dolar AS.

Baca Juga:


Penguatan ekonomi AS
Sementara itu, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto menilai, pelemahan Rupiah yang terus terjadi merupakan hal yang wajar mengingat perekonomian AS yang kian membaik diikuti dengan mata uang dolar AS yang juga menguat pada berbagai mata uang dunia.


"Kita monitor saja dinamika atau fluktuasi berbagai mata uang dunia (currency), US dollar menguat, karena ekonomi Amerika membaik," kata Airlangga usai acara Konferensi Pers Pengembangan King's College London, Jakarta.


Sebagai informasi, pada pukul 14.46 WIB nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS tercatat mencapai Rp16.425,00 per dolar AS.


Airlangga menyampaikan akan terus melakukan pengawasan terhadap pergerakan Rupiah.


"Kita monitor saja, karena itu Bank Indonesia yang akan terus memonitor secara daily," ujarnya.

Tahan Suku Bunga
Adapun Bank Indonesia (BI) memutuskan kembali menahan suku bunga acuan atau BI Rate pada level 6,25 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 19-20 Juni 2024.


Dengan demikian, suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 5,5 persen dan suku bunga Lending Facility sebesar 7 persen. "Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada 19 dan 20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI Rate sebesar 6,25 persen," ujar Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Kamis (20/6).


Menurut Perry, keputusan mempertahankan BI Rate pada level 6,25 persen tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar rupiah serta langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5 pada 2024 dan 2025.


Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran tetap pro-growth untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada dunia usaha dan rumah tangga.


"Akselerasi digitalisasi sistem pembayaran, termasuk digitalisasi transaksi keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah juga terus didorong untuk meningkatkan volume transaksi dan memperluas inklusi ekonomi-keuangan digital," lanjut Perry.


CERMATI
Sementara itu, Sri Mulyani mengatakan, pihaknya memberikan perhatian pada dinamika global mencakup politik global hingga perekonomian sejumlah negara. Pihaknya juga mencermati potensi dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri.


Salah satu yang disorot ialah keputusan Bank Sentral Amerika Serikat atau The Fed terhadap suku bunga.


"Untuk yang hari ini kita juga melihat isu terkini baik dari sisi global, itu menyangkut global politic dan berbagai perkembangan yang terjadi dari perekonomian di Amerika Serikat, Eropa, di RRT yang memiliki potensi pengaruh spillover ke perekonomian kita dan itu akan kita terus pantau bagaimana untuk meminimalkan dampak negatif kalau terjadi seperti keputusan mengenai fed fund rate, beberapa kali akan menurunkan suku bunga dan juga perkembangan di Eropa," paparnya di Istana Kepresidenan, Jakarta.


Pihaknya juga melihat perkembangan dari pergerakan nilai tukar dan imbal hasil atau yield surat berharga negara (SBN).


"Yang kedua kita juga melihat pergerakan terutama dari sisi nilai tukar dan yield surat berharga negara yang pada hari-hari ini sangat dipengaruhi faktor fundamental, yang sebetulnya sangat posisinya sangat kuat," ungkapnya.


Dia mengatakan, dari sisi fundamental ekonomi Indonesia terbilang cukup baik. Hal itu tercermin dalam indeks penjualan riil masyarakat yang mencerminkan konsumsi masyarakat mengalami pemulihan, konsumsi semen, listrik, dan lain-lain.


Sri Mulyani melanjutkan, pihaknya terus memantau stabilitas sistem keuangan, baik perbankan maupun non bank, pergerakan nilai tukar, yield SBN dan saham.


"Terkait hal ini dengan adanya policy di Amerika Serikat yang suku bunganya tetap tinggi dan penurunan suku bunga diperkirakan hanya akan terjadi sekali, maka kita juga melihat capital outflow yang terjadi akibat dari kebijakan tersebut, dan dampaknya terhadap perekonomian di dalam negeri, ini nanti Pak Gubernur BI akan menjelaskan," paparnya.(**)

Editor
: Redaksi
SHARE:
Tags
komentar
beritaTerbaru