Jakarta (SIB)
Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi sidang umum Organisasi Pendidikan, Ilmiah, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) per 20 November 2023 lalu. Ke depannya, Indonesia menargetkan bahasa Indonesia menjadi bahasa resmi di konferensi internasional lainnya dan bahasa pengantar dalam komunikasi internasional.
"Jadi bukan hanya di sidang umum penetapan saja, tetapi juga ada forum-forum lain yang lebih luas yang juga menggunakan bahasa Indonesia, dan bahasa Indonesia menjadi bahasa pengantar dalam komunikasi internasional. Ini adalah target berikutnya," kata Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa E Aminudin Aziz dalam SMB: Bangga Bahasa Indonesia Mendunia dalam kanal YouTube Kemdikbud RI, dikutip Jumat (15/12).
Di sisi lain, Aminudin menyorot masalah martabat (prestige) dalam tahap politik bahasa di dalam negeri. Sebab, masih banyak warga Indonesia menggunakan bahasa asing di ruang publik, diskusi, hingga seminar yang bukan forum berbahasa asing.
"Ada beberapa tahap politik bahasa. Perencanaan korpus; politik status; politik pemerolehan, acquisition; dan politik martabat, prestige. Bahasa Indonesia sudah melalui semua tahap ini. Status corpusnya sudah ada: ada kamus, tata bahasa, segala macam.
Kemudian sudah ditetapkan sebagai bahasa negara, bahasa resmi, bahasa persatuan, bahasa kerja, bahasa dalam dunia pendidikan, bahasa dalam pelayanan, dan dalam dunia usaha," jelasnya.
"Namun yang ketiga soal prestige. Ini yang di dalam negeri masih jadi masalah. Buktinya apa? Buktinya masih banyak orang yang mementingkan bahasa asing di ruang-ruang publik. Bahkan ketika berdiskusi, di dalam seminar, yang bukan forum berbahasa asing, mereka masih banyak yang menggunakan bahasa atau istilah asing, padahal sudah ada padanannya dalam bahasa Indonesia," imbuh Aminudin.
Ia menuturkan, kondisi ini menjadi latar Badan Bahasa untuk memartabatkan bahasa Indonesia di tengah masyarakat dalam negeri.
"Nah ini yang kemudian menjadi target dari Badan Bahasa dan seluruh elemen masyarakat untuk semakin memartabatkan bahasa Indonesia. Karena apa? Masa sih, untuk level dunia saja oleh UNESCO sudah diakui, sudah dijadikan bahasa sidang umum UNESCO, masa kita di dalam negeri sendiri malah akan merusaknya," tuturnya.
"Saya berulang-ulang mengatakan, kita ini lembaga negara, pemerintah, bisa menjadi investor pemuliaan bahasa Indonesia dan sekaligus juga menjadi investor perusakan bahasa Indonesia. Nah kita kan tidak mau untuk menjadi investor perusakan bahasa Indonesia," sambung Aminudin.
Memartabatkan
Sedangkan di luar negeri, Aminudin menuturkan, pembelajaran di luar negeri akan menggunakan korpus yang sesuai dengan lokal dan dekat dengan pengetahuan warga di negara setempat.
"Pertanyaannya, bagaimana untuk setelah diinternasionalisasi? Itu kembali menjadi politik pertama lagi. Kita sudah tetapkan statusnya sekarang: bahasa resmi sidang umum UNESCO. Kemudian kita harus merencanakan korpusnya sekarang," ucapnya.
"Maksudnya, pembelajaran di negara-negara itu, di luar negeri terutama, untuk penutur asing, itu harus menggunakan korpus-korpus yang sesuai dengan lokal, yang dekat dulu dengan pengetahuan mereka. Di mana misalnya untuk Korea, konteksnya di Korea dulu, yang di Australia konteksnya di Australia, yang di Mesir konteks budaya Mesir, yang di Jerman konteks budaya Jerman. Ini bahasa yang dikontekstualisasi. Itu perencanaan korpusnya, kembali ke sana," imbuhnya.
Berangkat dari kontekstualisasi, sambungnya, pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing ditingkatkan dalam hal model pembelajaran sendiri dan penggunaannya dalam buku.
"Ini yang akan menjadi tahap berikutnya. Setelah itu semua, akan harus dicapai bagaimana martabat bahasa Indonesia di dalam forum-forum yang jauh lebih luas," kata Aminudin.
"Politik bahasa selalu seperti itu, ini yang saya sebut sebagai paradigma baru pendekatan politik bahasa negara melalui pendekatan rekursif, yang berulang," pungkasnya. (detikEdu)