Medan (SIB)
Keluhan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi yang merasa dibully pers terkait maraknya pro-kontra proyek-proyek di Dinas PU Bina Marga Bina Konstruksi (BMBK) Provinsi Sumut (SIB 29/1), dinilai hanya sebagai retorika dan kamuflase demi mempertahankan pelaksanaan proyek secara monopolistik.
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia (Gabpkin) Provinsi Sumut Ir Mandalasah Turnip SH, dan Ketua Dewan Pertimbangan Persatuan Konsultan Indonesia (Perkindo) Sumut Nelson D Malau, secara terpisah menegaskan pengakuan Gubernur Edy yang merasa dibully pers, terkesan untuk kemakluman publik akan kebijakan Pemprov Sumut menjadikan semua proyek konstruksi dan konsultansi secara 'paket tunggal' saja.
"Dalam temu pers bersama OPD terkait kemarin itu, gubernur bilang proyek di PU-BMBK dilaksanakan demi pembangunan daerah Sumut yang maju, sejahtera dan bermartabat. Tapi, kok malah bersikukuh (ngotot) melaksanakan proyek dengan sistem 'paket tunggal' yang justru mengarah monopolistik seperti praktik PL terselubung saja (PL = penunjukan langsung, tanpa tender). Kalau pro-rakyat sesuai 'Sumut Bermatabat', proyek-proyek dengan nilai sangat besar kan harusnya dipecah agar banyak rekanan lokal yang berkesempatan ikut kompetisi," katanya kepada pers di rumahnya Kompleks Unika Medan, Minggu (29/1).
Bersama tamunya pengamat kebijakan jasa konstruksi Ersan Pasaribu dan kontraktor Ir Pamostang Hutagalung, Turnip selaku praktisi hukum di Himpunan Advokat dan Pengacara Indonesia (HAPI) Sumut menegaskan, bila mengacu pada peraturan pengadaan barang dan jasa (PBJ), maka tender proyek konstruksi yang Rp2,7 triliun dan konsultansi yang hampir Rp 35 miliar, harus dipilah dan tabulasi ulang sesuai sub-sub bidang kerja dan mata anggaran, dan ditender ulang secara normatif dan terbuka sesuai mekanisme LPSE-SPSE.
Aturan yang dilanggar dalam tindak menyatukan semua paket-paket proyek itu, antara lain Perpres Nomor 16 Tahun 2018 atau Perpres Nomor 12 Tahun 2021 serta aturan lainnya terkait pengadaan barang dan jasa (PBJ) konstruksi, terutama Perpres Nomor 12 Tahun 2021 tentang larangan penggabungan paket-paket pekerjaan di sektor konstruksi.
"Penyatuan paket yang dipaksakan ini juga sangat rawan dari aspek hukum maupun administrasi daerah. Apa bisa proyek dengan total biaya Rp2,7 triliun secara kontrak jamak tahun (multi years contract-MYC) untuk 2022--2024 digaransi dengan dana 'investasi samar' yang sama sekali belum teralokasi dan belum diakomodir di APBD 2023-2024. Ini sama saja menjadikan APBD Sumut akan tersandera selama masa pelaksanaan proyek," ujar Turnip.
Hal senada juga dicetuskan Pamostang Hutagalung, bahwa Gubernur Edy(diduga) telahmelanggar Perpres Nomor 12 Tahun 2021 yang menggabungkan proyek-proyek menjadi satu paket saja. Selain mengabaikan program pemerintah pusat untuk berpihak kepada UKM termasuk bidang konstruksi, serta merta juga akan memiskinkan para rekanan lokal sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi daerah Sumut pada sektor pembangunan infrastruktur.
"Jadi jelas, keluhan atau gerutunya pak Gubernur karena merasa dibully publik atau pers, seperti kamuflase saja karena bertahan dan ngotot menggelar proyek konsultansi dan konstruksi itu tetap jadi paket tunggal. Bahwa dibilang bertujuan 'Sumut Bermartabat', lagi-lagi seperti retorika dan iming-iming agar publik menerima kebijakan (penyatuan paket) itu dengan maklum tanpa protes lagi. Orang awam saja pun bisa membaca tindakan ini sebagai (dugaan) persekongkolan dan rawan rekayasa," ujar Pamostang.
Dia juga memaparkan notulen rapat dan diskusi (Rapdis) Tim Monitoring Pembangunan Infrastruktur Indonesia (TMPI) Sumut pada Sabtu (28/1), antara lain tentang temuan indikasi hanya satu perusahaan (kontraktor saja) sebagai pelaksana proyek PU-BMBK Sumut itu. Padahal, pekerjaan konsultansi dan konstruksi jalan raya itu tersebar di 32 daerah (kabupten-. Kota). Para peserta rapdis itu sepakat bahwa pelaksanakan proyek dengan sistem tunggal itu tetap rawan KKN, baik dengan modus normalisasi harga penawaran dan HPS, juga dari aspek kontrol karena nyaris tanpa kompetitor jelang pengumuman pemenang tender.
Selain Pamostang Hutagalungdan Mandalasah Turnip, para peserta rapdis TMPI yang mengkritisi kebijakaan penyatuan proyek di BMBK Sumut itu adalah: Ketua Asosiasi Kontraktor Umum Nasional (Askumnas) Sumut Hedrik Lumbangaol, KetuaAsosiasi Tenaga Ahli Konstruksi Nasional (Ataknas) Sumut Gandi Situmeang, Ketua AsosiasiKontraktor Bangunan Realestat Indonesia (Akbarindo)Sumut Krisman Tambunan. Sementara, mantan Ketua Inindo Sumut yang kini Ketua Wantim Perkindo Sumut mendukung notulen via telepon dan WA.
Tetap Paket Tunggal
Namun, Kepala Dinas PU-BMBK Sumut Ir Bambang Pardede, yang dikonfirmasi soal pro-kontra penyelenggaraan proyek pekerjaan jalan raya di Sumut sepanjang 450 kilometer dengan total biaya Rp 2.7 triliun itu, lagi-lagi menegaskan proyek tetap dikerjakan secara paket tunggal, dan pelaksanan lanjut pada tahun berikutnya tanpa melalui tender lagi.
"Dengan temu pers Pak Gubernur kemarin, kan sudah jelas bagi kita semua. Pelaksanaan proyek dalam waktu 18 bulan atau dua tahun anggaran sudah diatur atas beberapa pertimbangan menjadikan kegiatan ini secara Paket Tunggal, MYC, design and built (D-B) terintegrasi dan tinjauan waktu dan masa kerja yang sangat singkat. Pertimbangan lainnya adalah target pelaksanaan fisik atau 'sharing bobot' sebesar 67 persen pada tahun anggaran (TA) 2022, dan 33 persen pada TA 2023," katanya dengan optimis kepada SIB.
Sehingga, ujar Bambang, untuk pelaksanaan proyek senilai Rp2,7 triliun ini diperlukan penyedia jasa (rekanan/kontraktor) yang benar-benar sanggup bekerja mencapai fisik 67 persen permbangunan jalan yang setara dengan 1.800 kilometer.
Rekanan harus betul-betul mampu menyiapkan jasa konstruksi untuk penggunaan biaya sebesar Rp 500 miliar pada 2022, Rp 1.500 miliar (Rp1,5 triliun) pada 2023 dan Rp 700 miliar lagi pada 2024. (A5/f)