Jakarta (SIB)
Perkembangan teknologi kecerdasan (AI) semakin pesat. Bahkan, warga China mulai menggunakan AI untuk ‘menghidupkan’ lagi orang mati.
Salah satu yang mulai memanfaatkan teknologi ini adalah Seakoo Wu dan istrinya. Mereka berupaya ‘menghidupkan’ lagi putranya yang telah meninggal melalui AI, demi mengobati rasa dukanya ditinggal oleh sang anak, Xuanmo.
Wu dan istrinya bergabung dengan warga China lainnya yang menggunakan AI untuk menciptakan avatar mendiang putranya yang mirip seperti aslinya.
"Setelah kami menyelaraskan realitas dan metaverse, saya akan membawa putra saya lagi," kata Wu, mengutip AFP.
Setelah booming teknologi deep learning seperti ChatGPT di China, Wu mulai meneliti cara untuk 'membangkitkan' Xuanmo dari kematian.
Dia mengumpulkan foto, video, dan rekaman audio putranya, dan menghabiskan ribuan dolar untuk menyewa perusahaan AI yang mengkloning wajah dan suara Xuanmo.
Sejauh ini hasilnya masih belum sempurna, namun ia telah membentuk tim kerja untuk membuat database yang berisi sejumlah besar informasi tentang putranya. Wu berharap dapat memasukkannya ke dalam algoritma yang kuat untuk menciptakan avatar yang mampu meniru pola pikir dan ucapan putranya dengan sangat presisi.
Permintaan Melonjak
Salah satu perusahaan yang bergerak di industri ini adalah Super Brain. Perusahaan AI asal China itu mematok 10.000 dan 20.000 Yuan (Rp22-44 juta) untuk membuat avatar sederhana dalam waktu sekitar 20 hari, kata Zhang Zewei, founder Super Brain.
Karakter yang dibuat mulai dari mereka yang telah meninggal hingga orang tua yang masih hidup yang tidak dapat menghabiskan waktu dengan anak-anak mereka, hingga mantan pacar yang patah hati ditinggal mati.
Klien bahkan dapat melakukan panggilan video dengan anggota staf yang wajah dan suaranya secara digital dilapis dengan orang yang telah hilang.
Zhang mengatakan industri AI yang dapat ‘menghidupkan’ lagi orang yang sudah meninggal sedang berkembang pesat di China. Beberapa perusahaan China bahkan mengklaim telah menciptakan ribuan "manusia digital" hanya dari materi audiovisual almarhum yang berdurasi 30 detik.
"Dalam hal teknologi AI, Tiongkok berada di kelas tertinggi di seluruh dunia," kata Zhang.
"Dan ada begitu banyak orang di Tiongkok, banyak yang memiliki kebutuhan emosional, yang memberi kami keuntungan dalam hal permintaan pasar," lanjutnya.
Humanisme Baru
Sima Huapeng, pendiri Silicon Intelligence mengatakan bahwa teknologi ini akan "membawa jenis humanisme baru".
Dia menyamakan teknologi ini dengan potret dan fotografi. Namun teknologi AI ini, kata dia, dapat membantu mengenang orang yang telah meninggal dengan cara yang revolusioner.
Tal Morse, seorang peneliti di Centre for Death and Society, Universitas Bath, Inggris, mengatakan bahwa teknologi yang dijuluki 'bot hantu' ini dapat menawarkan rasa nyaman. Namun ia mengingatkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami implikasi psikologis dan etisnya.
“Pertanyaan kuncinya di sini adalah seberapa 'setia' robot hantu terhadap kepribadian yang mereka rancang untuk ditiru," kata Morse.
INGATKAN
Tal Morse, peneliti tamu di Centre for Death and Societydi Universitas Bath, Inggris, mengatakan bot hantu mungkin menawarkan kenyamanan. Namun, ia memperingatkan bahwa diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami implikasi psikologis dan etika dari hal ini.
Morse mengatakan pada AFP, "Pertanyaan kuncinya di sini adalah seberapa 'setia' bot hantu terhadap kepribadian yang dirancang untuk mereka tiru. Apa yang terjadi jika mereka melakukan hal-hal yang akan 'mencemari' ingatan orang yang seharusnya mereka wakili?"
Kebingungan lain muncul dari ketidakmampuan orang yang sudah meninggal untuk memberi persetujuannya, kata para ahli. Meski izin mungkin tidak diperlukan untuk meniru ucapan atau perilaku, izin mungkin diperlukan dalam "melakukan hal-hal tertentu dengan simulacrum tersebut," kata Nate Sharadin, seorang filsuf di Universitas Hong Kong yang berspesialisasi dalam AI dan dampak sosialnya.
Bagi Zhang dari Super Brain, semua teknologi baru adalah "pedang bermata dua." "Selama kita membantu mereka yang membutuhkan, saya tidak melihat ada masalah," sebut dia.
Pihaknya tidak bekerja dengan pihak-pihak yang mungkin terdampak negatif dari hal ini, katanya, mengutip seorang wanita yang mencoba bunuh diri setelah kematian putrinya. Ayah Wu yang berduka mengatakan Xuanmo "mungkin bersedia" dihidupkan kembali secara digital.
"Suatu hari nanti, nak, kita semua akan bersatu kembali di metaverse," katanya. "Teknologinya jadi lebih baik setiap hari, hanya masalah waktu saja." (CNNI/Liputan6/c)