Medan (SIB)
Adanya dugaan plagiarisme atau plagiat yang dilakukan oknum dosen Fisip USU, yang merupakan Calon Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) terpilih, masih dalam pembuktian, Rabu (16/12), mendengar langsung penjelasan dari dosen bersangkutan di kampus USU di hadapan tim yang ada.
Kalau Selasa (15/12) kemarin, tim penelusuran dugaan plagiat yang diketuai Dr Jonner Hasugian MSI di Biro Rektor USU antara lain menjelaskan, hasil penelusuran tim di hadapan guru besar USU.
Tim ini bekerja menindaklanjuti SK Rektor USU nomor 2846/UN5.I/R/SK/TPM/2020 tentang dugaan plagiat yang dilakukan
Dr Muryanto Amin (MA). Tim ini dibentuk dengan adanya informasi di medsos yang ditujukan ke Mendikbud dan diteruskan ke USU.
Tim terdiri dari Dr Jonner Hasugian (Ketua), Prof Irvan, Prof Erman Munir, Prof Tamrin, Dr Budi Utomo, Suharman Gea, Dr Rondang Tambun dan Sekretariat Wina Viqa Sari.
Dalam laporan tim disebutkan, setelah melakukan penelusuran dan telaah terhadap aduan masyarakat, tim telah berhasil mengidentifikasi 4 dari 5 karya publikasi Dr MA yang ditelaah dan diduga terdapat unsur plagiarisme sejak tahun 2014 sampai 2018.
Pada prinsipnya, kemiripan 4 artikel yang diterbitkan pada jurnal yang berbeda dengan periode terbit yang berbeda adalah hampir sama. Hal ini mengindikasikan adanya upaya melakukan publikasi jamak atau berulang-ulang dan dilakukan sengaja dengan judul dan isi yang sama.
Diduga terjadi perbuatan plagiat yang merupakan pelanggaran etika keilmuwan dan integritas moral yang berulang-ulang dengan tingkat keseriusan dan intensitas yang tinggi. Diduga telah terjadi perbuatan plagiat karena telah melakukan daur ulang karya, memecah topik, publikasi jamak, penipuan akademik yang merugikan ekspektasi pembaca dan indikasi pelanggaran hak cipta.
PUBLISHER PREDATOR
Sementara itu Dr Muryanto Amin dalam pembelaannya di Biro Rektor USU, Rabu (16/12) antara lain, menyatakan dan dapat membuktikan bahwa tidak melakukan pelanggaran etika keilmuan dan integritas moral yang berulang-ulang. Beberapa tahun yang lalu sudah ada niat baik saya menarik semua artikel yang mirip/sama tetapi editor lalai melakukan tugasnya.
Berdasarkan banyaknya publisher predator (penerbit pemangsa-red) di dunia ini sebenarnya sangat mudah membunuh karir seorang dosen di Indonesia. Jika seorang dosen punya tulisan yang sudah terbit, katakanlah dosen A. Jika ada "oknum" yang berniat kurang baik, maka cukup terbitkan kembali tulisan itu di jurnal predator dengan mengaku sebagai "Dosen A". Karena editor jurnal itu tidak pernah klarifikasi atau melakukan check similarity (kesamaan/kemiripan-red) sebelum diterbitkan. Dan editor juga tidak pernah melakukan verifikasi ke semua nama-nama di tulisan. Maka dalam waktu beberapa bulan saja akan ada 2 tulisan yang sama diterbitkan. Mudah ditebak si A akan dituduh melanggar etika. Apakah elok kita menghukum dosen A tanpa melakukan klarifikasi? Inilah yang bisa menghancurkan karir dosen A tanpa ampun.
"Pada kasus ini, saya jelas menyadari artikel pada The Social Science dan Jurnal IJSRM tidak seharusnya terbit. Secara sadar saya sudah melakukan tindakan menarik (retraction) pada jurnal IJSRM dan mencabut (withdraw) pada jurnal The Social Science bahkan sebelum terbit. Tetapi saya tidak berdaya, editor tetap menerbitkannya. Saya sadar bahwa di kemudian hari, kedua artikel pada The Social Science dan IJSRM akan menimbulkan masalah maka sampai sekarang kedua artikel ini tidak pernah saya gunakan untuk urusan apapun, baik pangkat dan insentif. Makanya pada Tabel Temuan itu, tim tidak menemukan penggunaan artikel tersebut di manapun. Pada kasus ini saya adalah korban kelalaian editor," katanya.
"Semoga kejadian ini menjadi pelajaran bagi saya dan juga bagi para dosen dan peneliti di Indonesia. Bagaimanapun maksud menuliskan sebuah artikel adalah baik karena bisa menjadi rujukan ilmiah. Maka maksud baik ini harus dilakukan dengan benar agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari," katanya lagi.
Ditegaskannya, setelah membaca seluruh dugaan pelanggaran plagiarisme yang diduga dilakukan tidak satu pun yang menyinggung pelanggaran terhadap Permendiknas No 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
"Sementara peraturan inilah satu satunya peraturan resmi yang mengatur tentang plagiarisme," kata Dr MA.
Menurut info USU, pembuktian ini masih ada tahapan berikutnya dari tim etik dan Guru Besar USU. Sementara Rektor USU Prof Runtung Sitepu yang dicoba dikonfirmasi, Rabu (16/12), hanya berkomentar singkat, masih ada lanjutan rekomendasi dari Dewan Guru Besar USU. Sementara Ketua Dewan Guru Besar USU Prof Dr Gontar Siregar yang coba dihubungi lewat WhatsApp, tidak membalas. Demikian juga Kepala Humas USU Elvi Sumanti, tidak menjawab pertanyaan wartawan. (M01/c)
Sumber
: Hariansib edisi cetak