Negara-negara besar sudah menjalankan kebijakan "lock down" untuk mengantisipasi virus Corona. Indonesia sendiri masih belum melakukan hal yang sama. Banyak pihak mempertanyakannya dan menilai pemerintah terlalu hati-hati.
Presiden Joko Widodo telah menjawab surat Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Tedros Adhanom Ghebreyesus. WHO meminta Indonesia melakukan peningkatan mekanisme tanggap darurat menghadapi penyebaran virus corona COVID-19. Secara pribadi, Jokowi menelepon Dirjen WHO untuk menjelaskan tindakan yang telah diambil Indonesia.
Sebagian besar rekomendasi WHO sudah dijalankan Indonesia dalam menangani wabah COVID-19. Pemerintah sudah meningkatkan penanganan dengan menerbitkan Keppres Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Sebelumnya sudah ada Surat Edaran Menkes Nomor HK.02.01/Menkes/199/2020 tentang komunikasi penanganan COVID-19 yg berisi lima protokol serta panduan koordinasi pemerintah pusat dan daerah.
WHO memberikan lima poin tindakan-tindakan yang harus segera dilakukan pemerintah Indonesia untuk mencegah virus terus menyebar. Pertama, meningkatkan mekanisme tanggap darurat, termasuk menyatakan status darurat nasional. Kedua, mendidik dan berkomunikasi aktif dengan publik terkait risiko dan keterlibatan masyarakat.
Ketiga, mengintensifikasi penemuan kasus, pelacakan kontak, pemantauan, karantina dan isolasi kasus. Keempat, meningkatkan pengawasan COVID-19 menggunakan sistem pengawasan penyakit pernapasan yang ada dan pengawasan berbasis rumah sakit. Kelima, uji kasus yang dicurigai per definisi kasus WHO, kontak kasus yang dikonfirmasi, menguji pasien yang diidentifikasi melalui pengawasan penyakit pernapasan.
Lalu, apakah sudah saatnya Indonesia melakukan "lock down"? Beberapa daerah secara terbatas sudah mengeluarkan kebijakan, seperti Jakarta yang menutup Monas. Kegiatan yang bersifat massal sudah dihentikan untuk sementara.
Komisi IX DPR yang membidangi kesehatan sudah meminta pemerintah mempertimbangkan opsi lockdown usai WHO meminta Jokowi menetapkan darurat nasional terkait Corona. Namun, Jokowi diminta tetap mempertimbangkan kesiapan masyarakat agar tidak timbul kepanikan. Sebab dari pengalaman, warga sangat mudah terprovokasi apabila ada informasi yang agak mengkhawatirkan.
Tidak "lock down" saja, sudah ada kepanikan, dengan mulai menimbun sembako. Pusat-pusat perbelanjaan ramai dengan orang yang ingin beli beras dan kebutuhan pokok lainnya. Jika dibiarkan, bisa berlanjut ke aktivitas penarikan uang besar-besaran dari bank.
Sebenarnya bukan "lock down" atau tidak yang penting. Tetapi bagaimana Indonesia menindaklanjuti rekomendasi WHO. Sebab Corona merupakan masalah global, dan Indonesia sebagai bagian dari masyarakat dunia, harus menyesuaikan diri. (**)