Kasus buronan kasus cessie (hak tagih) Bank Bali Djoko Tjandra telah menggegerkan dan menghebohkan publik di tanah air dalam beberapa minggu terakhir. Bagaimana tidak geger, Djoko Tjandra yang sudah buron sejak 2009 itu sudah ada di depan mata (di Jakarta), tetapi para penegak hukum yang selama ini mengejarnya malah tidak sungkan-sungkan tampil bersama di depan publik pula.
Sehingga dugaan keterlibatan para penegak hukum dalam pelarian buronan Djoko Tjandra semakin terasa bahkan terlihat di depan mata.
Kabar tersiar, Djoko Tjandra belum lama ini mengajukan permohonan PK atas kasus yang melilitnya di PN Jakarta Selatan. Pengajuan PK inilah yang akhirnya mengungkap kongkalikong di instansi lainnya. Seperti pengurusan kilat e-KTP Djoko Tjandra di Kelurahan Grogol Selatan yang digunakan untuk mengajukan PK. Selanjutnya terekspos surat jalan Djoko Tjandra dari Jakarta ke Pontianak oleh salah seorang pejabat Bareskrim Polri di Jakarta. Bahkan dikabarkan pejabat dimaksud ikut serta dalam pesawat yang membawa buronan itu ke Pontianak mempermudah perjalanannya di tanah air hingga pelariannya kembali ke Luar Negeri (Malaysia).
Setelah mencuatnya kasus ini ke publik, para petinggi Polri dan Kejaksaan pun kelihatannya semakin gerah akhirnya bergerak cepat mengusut kasus ini. Karena hampir setiap saat menjadi berita utama media cetak, online maupun televisi. Bahkan menjadi perdebatan para pengacara, Komisi Kejaksaaan dan anggota DPR di salah satu acara di TV swasta.
Akhirnya pengusutan yang dilakukan Kapolri membuahkan hasil. Tiga jenderal Polri yang diduga terlibat dengan Djoko Tjandra selama berada di Indonesia telah ditindak dan dicopot jabatannya. Bahkan seorang di antaranya telah menjadi tersangka.
Brigjen Pol Prasetio Utomo yang menerbitkan surat jalan itu dicopot dari jabatan Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri dan telah dijadikan tersangka dan ditahan. Kemudian Brigjen Nugroho Wibowo dicopot dari jabatan Sekretaris NCB Interpol Indonesia, dan Irjen Napoleon Bonaparte dicopot dari jabatan Kadiv Hubinter Polri. Keduanya tersandung masalah pelanggaran kode etik terkait red notice Djoko Tjandra.
Selain pengusutan yang dilakukan Kapolri, dikabarkan pihak kejaksaan juga telah mengusut keterlibatan oknum jaksa dalam kasus buronan ini, termasuk Kajari Jakarta Selatan. Salah seorang jaksa yaitu Dr Pinangki Sima Malassri SH MH yang menjabat Kasubbag Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan akhirnya dicopot dari jabatannya karena pelanggaran disiplin. Sedangkan Kajari Jaksel setelah diperiksa dan tidak terbukti melakukan pelanggaran.
Pejabat kejaksaan itu diketahui berfoto bersama Pengacara Djoko Tjandra Anita Kolopaking dan seorang laki-laki yang diduga terpidana Djoko Tjandra saat berada di Malaysia beberapa waktu lalu.
Selanjutnya, Bareskrim Polri juga telah memeriksa Pengacara Djoko Tjandra Anita Kolopaking dan mencekalnya ke luar negeri. Dia juga telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penggunaan surat palsu terkait kasus ini.
Kabar terakhir yang menggembirakan adalah penangkapan Djoko Tjandra di Malaysia. Tim Mabes Polri bersama Bareskrim berhasil menciduk dan membawa pulang buronan itu ke Indonesia, Kamis (30/7/2020) malam. Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs Listyo Sigit Prabowo MSi yang menjemput langsung ke Malaysia dan membawa langsung buronan itu ke Indonesia mengakui bahwa keberhasilan itu atas kerjasama dengan pihak kepolisian Diraja Malaysia.
Dengan tertangkapnya Djoko Tjandra diyakini akan memupus keraguan masyarakat kepada pihak kepolisian dalam menangani kasus Djoko Tjandra ini. Selain itu masyarakat juga menaruh harapan akan tuntasnya kasus buronan koruptor kakap lainnya dari kasus dana BLBI hingga Century yang sampai saat ini belum terendus keberadaannya.
Selain itu, dengan tertangkapnya Djoko Tjandra maka diharapkan akan dapat menguak siapa-siapa lagi yang terlibat dalam kasus pelariannya dan juga siapa-siapa menikmati hasil korupsi Djoko Tjandra selama ini. Namun hal ini kelihatannya masih pesimis terkuak karena dari proses pelarian ini sudah terasa ada aroma keterlibatan sejumlah pihak penegak hukum dalam membantu Djoko Tjandra dengan berbagai alasan.
Namun penangkapan buronan kakap ini patut diapresiasi dan diharapkan para penegak hukum dapat koordinasi dengan baik untuk menuntaskannya hingga hakim dapat segera memutus perkaranya di pengadilan. Kita harapkan agar kasus ini jangan sampai dikait-kaitkan menjadi kasus politis dan intrik untuk saling menjatuhkan dan menjelek-jelekkan. Apalagi kasus ini terjadi bukan di masa pemerintahan Jokowi tetapi di masa pemerintahan sebelumnya.
Selain ini, di internal Polri sudah beredar kabar ada yang mengkait-kaitkan kasus ini dengan suksesi jabatan Kapolri yang waktunya tinggal enam bulan lagi. Ini adalah murni proses hukum, Sehingga jangan sampai menimbulkan perpecahan di dalam tubuh pemegang kekuasaan, Polri maupun penegak hukum lainnya.
Untuk memupus sejumlah praduga tersebut, maka diharapkan Bareskrim Polri juga segera menuntaskan kasus ini. Selain itu Polri juga jangan sampai berhenti di kasus Djoko Tjandra, tetapi juga mengejar koruptor kakap lainnya yang masih buron. Kita harapkan tugas berat ini akan menjadi prioritas Mabes Polri ke depan siapa pun nanti yang akan menduduki kursi Trunojoyo 1 (Kapolri). Karena di samping memberi keadilan bagi masyarakat, juga sekaligus memberi efek jera sehingga kasus-kasus korupsi tidak terjadi lagi di Indonesia. (*)